JAKARTA, KOMPAS —Tim kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Ratna Sarumpaet, menilai, dakwaan jaksa penuntut umum tak sesuai fakta peristiwa ketika hoaks pemukulan itu tersebar di dunia nyata ataupun maya. Sementara majelis hakim menolak permohonan pengalihan status penahanan Ratna.
Saat pembacaan eksepsi pada sidang kasus penyebaran berita bohong, Rabu (6/3/2019), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kuasa hukum Ratna, Desmihardi, menyatakan, dakwaan jaksa, yang menganggap Ratna menyiarkan berita bohong di masyarakat sesuai Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, tak terbukti. Pasalnya, berita bohong pemukulan terhadap Ratna dianggap tidak menghasilkan keonaran berupa kerusuhan atau keributan di masyarakat yang mengharuskan polisi turun tangan untuk mengatasi situasi.
Menurut Desmihardi, twit di akun Twitter tokoh publik, seperti Rizal Ramli dan Rocky Gerung, lalu status di Facebook milik Nanik S Deyang, hingga jumpa pers yang disampaikan calon presiden Prabowo Subianto, yang menyikapi informasi dugaan pemukulan Ratna tak bisa dianggap sebagai keonaran di ruang publik. Bahkan, unjuk rasa organisasi Lentera Muda Nusantara agar kepolisian menangkap pelaku penganiayaan Ratna juga bukan peristiwa dalam klasifikasi keonaran.
Kuasa hukum Ratna, Insank Nasruddin, menambahkan, jaksa keliru mendakwakan kliennya dengan dugaan pembuat keonaran itu. Sebab, twit atau status di media sosial tak terjadi di dunia nyata. Pasal itu juga tak mengatur perbuatan di dunia maya. ”Twitter yang hanya dipakai 5 juta orang tak akan memengaruhi ratusan juta masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Dakwaan lain terhadap Ratna terkait UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dinilai juga keliru. Sebab, penyebaran berita bohong Ratna tak memiliki hubungan dengan permusuhan terkait SARA yang diatur pasal itu. ”Untuk itu, dakwaan jaksa ke terdakwa dapat dikualifikasikan tak jelas, tak cermat, dan tak lengkap. Maka, surat dakwaan harusnya batal demi hukum,” ujarnya.
Sementara itu, menjawab permohonan Ratna mengubah status penahanan di Ruang Tahanan Polda Metro Jaya ke tahanan rumah atau kota, Ketua Majelis Hakim Joni menolak. ”Majelis hakim belum dapat mengabulkan karena belum ada alasan urgen mengalihkan status karena terdakwa menyatakan sehat,” tutur Joni. Pada sidang pekan lalu, Ratna mengaku bersalah telah menyiarkan kabar bohong terkait penganiayaan dirinya. (SAN)