JAKARTA, KOMPAS – Jaksa penuntut umum menilai nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Ratna Sarumpaet, prematur dan sekedar pendapat tanpa didasari landasan hukum. Oleh karena itu, dakwaan terkait keterlibatan Ratna yang menghadirkan keonaran dan kegaduhan publik akan dibuktikan melalui keterangan saksi dan alat bukti.
Jaksa Payaman Hutapea menuturkan, pendapat kuasa hukum Ratna bahwa kliennya tidak melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terlalu prematur. Menurut dia, berita bohong yang telah disebarkan Ratna terkait dugaan pemukulan itu telah menyebabkan keonaran. Hal itu terlihat dari sejumlah tokoh publik mengomentari persoalan itu di media sosial hingga calon presiden, Prabowo Subianto, melakukan jumpa pers.
“Penasehat hukum terlalu prematur menilai keonaran tidak terjadi. Masalah benar atau tidak keonaran itu akan diuji di persidangan dalam pemeriksaan saksi dan alat bukti,” ujar Payaman ketika membacakan pendapat jaksa mengenai eksepsi kuasa hukum Ratna, Selasa (12/3/2019), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam persidangan itu Ratna kembali ditemani oleh ketiga anaknya. Mereka duduk di baris pertama kursi pengunjung sidang.
Sementara itu, jaksa Daru Tri Sadono menyatakan, kuasa hukum Ratna telah berlebihan menyebut bahwa tindakan Ratna menyebarkan kebohongan belum terbukti menimbulkan rasa kebencian individu atau kelompok tertentu. Ia pun meyakini nota keberatan yang disampaikan kuasa hukum Ratna tidak akan memengaruhi majelis hakim dalam proses pemeriksaan Ratna sebagai terdakwa kasus penyebaran kabar bohong.
“Apa yang disampaikan penasihat hukum adalah rangkuman pendapat yang tidak ada nilai yuridisnya dan berlebihan karena masuk materi pokok perkara,” tutur Daru.
Atas dasar itu, jaksa penuntut umum berharap majelis hakim yang diketuai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Joni menolak keseluruhan eksepsi yang disampaikan kuasa hukum Ratna. Alhasil, pemeriksaan terdakwa dalam persidangan itu dapat dilanjutkan.
Adapun Ratna didakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sidang lanjutan dalam perkara ini rencananya akan digelar pada pekan depan dengan agend apembacaan putusan sela oleh majelis hakim.