Pengunggah Video Ingin Edukasi Buruknya Kampanye Hitam
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Sebuah video berisi kampanye hitam di Kalibaru, Banyuwangi, Jawa Timur, viral di media sosial Twitter dan WhatsApp. Salah satu pengunggah video tersebut mengaku mengunggah video tersebut sebagai bentuk edukasi kepada warganet tentang buruknya kampanye hitam.
Kendati bukan pengunggah pertama, cuitan akun Twitter @Ayung_N membuat gaung video kampanye hitam tersebut semakin tersebar luas. Pemilik akun @Ayung_N, Bahrurrohim juga telah diperiksa Kepolisian Resor (Polres) Banyuwangi tentang video yang viral tersebut.
Ditemui di Polres Banyuwangi, Selasa (12/3/2019), Bahrurrohim mengatakan, dirinya diperiksa sejak Senin (11/3/2019) malam hingga Selasa dini hari. Dia banyak ditanya tentang asal video dan tujuan mengunggah video tersebut.
”Saya mendapat video tersebut melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp. Saat itu tidak ada keterangan apa pun selain keterangan bahwa peristiwa tersebut terjadi di Kalibaru,” ujarnya.
Bahrurrohim mengaku dirinya tidak langsung mengunggahnya di Twitter. Ia lebih dahulu melakukan konfirmasi kepada beberapa pihak di Kalibaru. Dia mendapat konfirmasi tentang kebenaran kejadian tersebut berikut keterangan kapan dan siapa saja yang ada di dalam video tersebut.
Setelah mendapat informasi yang valid, Bahrurrohim mengunggahnya di Twitter disertai dengan keterangan yang menyebutkan bahwa video itu merupakan bentuk kampanye hitam. Ia juga me-mention dua akun lain, yakni @habibthink dan @GunRomli.
Bahrurrohim mengaku dengan sadar dan sengaja mengunggah video tersebut di media sosial. Hal itu ia lakukan untuk mengedukasi warganet tentang buruknya kampanye hitam.
”Setelah mendapat info yang valid serta yakin bahwa konten video tidak ambigu, dan jelas bahwa video tersebut benar-benar berisi fitnah, saya berinisiatif mengunggahnya di Twitter sebagai bentuk edukasi kepada warganet bahwa model kampaye ini adalah kampanye hitam yang tidak bisa ditiru. Apalagi, hal itu dilakukan di tempat ibadah yang tidak boleh untuk lokasi kampanye,” tuturnya.
Dalam video berdurasi 45 detik tersebut, seorang berbaju gamis putih sedang berceramah dengan didampingi seorang lelaki berkacamata. Belakangan diketahui pria berbaju gamis tersebut bernama Supriyanto, sedangkan pria di sampingnya bernama Imam.
Dalam ceramah tersebut, Supriyanto mengatakan bahwa pemerintah sedang menggodok undang-undang (UU) pelegalan perzinaan. Ia pun menyampaikan, kalau sampai UU itu lolos, Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa, akan hancur.
Ia kemudian mengajak orang-orang yang hadir untuk berjuang memenangkan pasangan calon presiden-wakil presiden tertentu. Seruan Supriyanto itu lantas diamini oleh beberapa ibu yang mendengarkan ceramah tersebut.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Sektor Kalibaru Ajun Komisaris Abdul Jabbar membenarkan soal lokasi kejadian dan identitas pria dalam video tersebut. Polsek Kalibaru juga telah memeriksa kedua pria dalam video tersebut.
”Saat ini, kami masih mencari orang yang merekam video tersebut untuk dimintai keterangan. Kami baru selesai memeriksa Supriyanto dan Imam. Selanjutnya, kasus ini akan dilimpahkan ke Polres Banyuwangi,” ujarnya.
Abdul mengatakan, Supriyanto dan Imam akan diperiksa untuk dua kasus berbeda oleh dua lembaga berbeda. Polres Banyuwangi akan melakukan pemeriksaan terkait pelanggaran informasi dan transaksi elektronik, sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan melakukan pemeriksaan terkait pelanggaran pemilu.
Ketua Bawaslu Banyuwangi Hamim mengatakan, hingga siang ini belum ada laporan terkait video kampanye hitam tersebut ke Bawaslu. Laporan hanya disampaikan kepada Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Kalibaru. Kendati demikian, pihaknya sudah mengetahui tentang beredarnya video tersebut.
”Saat ini, kami masih mendapat informasi awal dan masih mengumpulkan informasi lain. Memang sudah ada yang melapor ke Panwascam, tetapi syarat formal dan materiil ada yang belum lengkap sehingga kami belum dapat menindaklanjuti ke (rapat) pleno,” kata Hamim.
Melihat video tersebut, ia menduga ada unsur pidana pemilu di dalamnya. Namun, pihaknya enggan merinci pelanggaran apa yang terjadi. ”Di Pasal 280 UU Pemilu dijelaskan, di huruf (d), pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menghasut, mengadu domba, perseorangan atau kelompok. Sementara di huruf (a), kampanye tidak diperkenankan menggunakan fasilitas pemerintah, pendidikan, dan tempat ibadah,” ucapnya.
Kalau terbukti bersalah, pada Pasal 521 UU Pemilu diatur bahwa sanksinya berupa pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 24 juta.