JAKARTA, KOMPAS - Pelaksanaan strategi nasional pemberantasan korupsi yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 belum optimal. Tak hanya penyelenggaraan kemudahan dalam perizinan, integrasi sistem perencanaan dan penganggaran keuangan negara serta penegakan hukum belum sepenuhnya terwujud.
Terkait dengan hal itu, Presiden Joko Widoro meminta semua pihak untuk bekerja lebih keras dan lebih cepat dalam melawan korupsi yang merupakan musuh bersama bangsa Indonesia. Salah satunya dengan melaksanakan strategi nasional dengan aksi nyata semua lembaga.
"Sekali lagi, strategi hanya akan menjadi dokumen berdebu jika kita tidak melaksanakannya," ujar Presiden Jokowi, Rabu (13/3/2019) di Istana Negara, Jakarta. Ia juga mengingatkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 mengandung semangat semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan Indonesia bebas korupsi.
Koordinator Satuan Tugas Pencegahan Korupsi Agus Rahardjo memaparkan, pemberantasan korupsi difokuskan pada perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum. Terkait perizinan, aksi ditujukan menciptakan kemudahan dalam layanan perizinan.
Salah satunya melalui sistem layanan tunggal terintegrasi dalam jaringan (online single submission/OSS). Sampai saat ini OSS belum diterapkan di seluruh daerah dan juga kementerian. Selain itu masih ditemukan pula sejumlah kegiatan di kementerian yang belum teringrasi dengan OSS.
“Kami melihat di Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral), Kementerian Kesehatan, banyak kegiatan yang harus disinkronkan dengan OSS,” kata Agus saat menyampaikan Dokumen Aksi Pencegahan Korupsi tahun 2019-2020 dan laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi tahun 2019 kepada Presiden Joko Widodo.
Adapun aksi utama dalam mencegah korupsi keuangan negara adalah dengan mengintegrasikan sistem penyusunan anggaran secara elektronik (e-budgeting) dan sistem perencanaan secara elektronik (e-planning). Sampai saat ini belum semua instansi menerapkannya.
Selain itu sistem yang dikembangkan tiap-tiap instansi juga belum terintegrasi. Agus mencontohkan, Bappenas mengembangkan KRISNA, Kementerian Keuangan memiliki SPAN, dan Kementerian Dalam Negeri mengembangkan SIMDA.
Karena itulah Satgas Pencegahan Korupsi menyarankan pemerintah untuk membahas strategi untuk mewujudkan e-budgeting dan e-planning.
“Saya menyarankan kepada Menteri Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk duduk bersama kemudian membuat proses-proses yang tujuannya supaya segera terwujud yang namanya integrasi e-budgeting dan e-planning ini,” ujar Agus.
Sementara di bidang penegakan hukum, Satgas menyampaikan pentingnya transparansi dalam penanganan kasus. Misalnya dengan memublikasikan putusan majelis hakim atas sebuah perkara secara online, seperti yang sudah dilakukan Mahkamah Konstitusi.
Apresiasi
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi memberikan apresiasi terhadap Satgas Pencegahan Korupsi serta seluruh lembaga yang telah berupaya memberantas korupsi. Sebab upaya yang dilakukan telah berhasil membuat indeks persepsi korupsi Indonesia meningkat dari 34 di tahun 2014 menjadi 38 di tahun 2018.
Tak hanya itu survey LSI dan Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menunjukkan, praktik pungutan liar (pungli) di layanan kesehatan turun dari 14 persen menjadi 5 persen. Adapun pungli pelayananan catatan sipil turun dari 31 persen menjadi 17 persen.
Namun, Presiden Jokowi menilai, angka tersebut masih tergolong besar. "Angka 5 persen itu masih gedhe. Kami ingin angka ini turun sampai 0 persen," katanya.