JAKARTA, KOMPAS – Hanya Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Konstitusi yang konsisten melampaui persentase rata-rata tingkat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara pada sektor yudikatif periode 2017-2018. Sedangkan lembaga penegak hukum lain umumnya di bawah rata-rata, bahkan Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan selalu menjadi dua lembaga dengan tingkat kepatuhan terendah periode 2017-2018.
Kondisi ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik dan mengganggu kredibilitas penegak hukum. Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi per 26 Maret 2019, persentase rata-rata penyerahan LHKPN untuk periode 2018 berada pada angka 49,72 persen dari 336.291 wajib lapor di berbagai lembaga. Turun dibandingkan pada 2017 yan rata-rata kepatuhannya 66,32 persen.
Untuk Kejaksaan Agung, tercatat 1.406 orang yang sudah lapor dari 11.054 wajib lapor di atau setara dengan 12,72 persen. Sementara itu, hanya satu orang dari sembilan orang di Komisi Kejaksaan yang sudah menyerahkan LHKPN kepada KPK atau setara dengan 11,11 persen. Tidak jauh berbeda dibandingkan 2017, saat itu, korps adhyaksa mencapai 26,07 persen dan Komisi Kejaksaan tetap pada 11,11 persen.
Di 2018, tingkat kepatuhan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial juga berada di bawah rata-rata yakni 42,15 persen dari 23.715 wajib lapor untuk MA dan 43,75 persen dari 32 wajib lapor untuk KY. Tahun sebelumnya, tingkat kepatuhan KY 76,67 persen dan MA 47,98 persen.
Sedangkan, KPK mencapai 92,55 persen dari 1.665 wajib lapor dan Mahkamah Konstitusi 75,70 persen dari 284 wajib lapor. Pada 2017, bahkan KPK menyentuh 97,35 persen dari 1.585 wajib lapor dan pelapor di MK tercatat 96,71 persen dari 243 wajib lapor.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (26/3/2019) menyampaikan, pelaporan LHKPN secara periodik ini telah disosialisasikan ke berbagai instansi, termasuk lembaga penegak hukum. Sebagai penegak hukum, kepatuhan pelaporan LHKPN sepatutnya menjadi contoh. Terlebih lagi, bagi badan pengawas eksternal lembaga penegak hukum yang fungsinya mengawasi dan memberi rekomendasi pada penegak hukum terkait.
Kondisi berbeda terjadi pada Kepolisian Republik Indonesia. Pada 2018, tingkat kepatuhan LHKPN mencapi 52,91 persen dari 17.255 wajib lapor. Sedangkan pada 2017, hanya 37,70 persen anggota kepolisian yang menyerahkan LHKPN. Menariknya, lembaga pengawas kepolisian yakni Komisi Kepolisian Nasional yang semestinya masuk daftar wajib lapor tidak pernah menyerahkan LHKPN.
“Untuk periode 2018, masih ada waktu hingga 31 Maret 2019. Pengisiannya pun dapat dilakukan secara online melalui elhkpn.kpk.go.id. Jika ada kesulitan, dapat menghubungi call centre 198. KPK juga sudah melakukan pelatihan dan bimbingan teknis di berbagai lembaga pusat maupun daerah. Masyarakat dapat memantau kepatuhannya, baik lembaga maupun perorangan,” ujar Febri.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri menyampaikan, pihaknya melalui Jaksa Muda Pengawasan telah memerintahkan pada jajaran di pusat dan daerah untuk segera mengisi dan mengirimkan LHKPN periode 2018. Sanksi disiplin pun akan dijatuhkan pada jaksa atau pegawa tata usaha di lingkungan kejaksaan yang tak menyerahkan LHKPN hingga 31 Maret 2019.
Penjatuhan sanksi di kejaksaan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Umumnya, hukuman yang dijatuhkan berupa sanksi indisipliner dapat berupa teguran hingga tidak memperoleh promosi dalam jangka waktu tertentu. “Biasanya akan kita beri peringatan terlebih dahulu, hukuman ringan tergantung pada pengawasan,” ungkap Mukri yang juga baru mengisi LHKPN.
Mantan Komisioner KPK sekaligus Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menyampaikan, rendahnya tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN pada lembaga penegak hukum dan lembaga pengawasnya seperti KY dan Komisi Kejaksaan sangat berpengaruh pada pola perilaku, integritas, dan produk penegakan hukumnya. “Bisa jadi membuat citra lembaga terganggu,” ujar Indriyanto.
Bentuk sanksi administrasi, lanjut dia, dirasa tidak cukup bagi pihak yang enggan melaporkan LHKPN. Sebab, pelaporan di tiap lembaga tidak pernah mencapai 100 persen.”Seharusnya mulai dipikirkan evaluasi regulasi ke depan mengenai ketegasan sanksi bagi pelanggaran karena rendahnya kuantitas kepatuhan pelaporan LHKPN. Selama ini ada semacam immunitas dan tidak ada kekuatiran ASN/PN terhadap ketidakpatuhan pelaporannya,” ujar Indriyanto.
Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan juga berpendapat, reformasi birokrasi dan upaya memperbaiki kredibilitas penegak hukum berpotensi terganggu apabila hal mendasar seperti pelaporan LHKPN yang diatur Undang-undang saja tidak dipatuhi oleh penegak hukum. “Pada akhirnya, masyarakat harus berperan lebih aktif dengan memberi sanksi sosial. Saat ini, ada sikap permisif dan ini dapat menggagalkan upaya meningkatkan kredibilitas penegak hukum,” kata Agustinus.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.