Optimisme Bangsa Terus Perkuat Daya Tahan Indonesia
Oleh
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Menjelang Pemilu 2019, bermunculan narasi yang pesimistis tentang Indonesia. Oleh sebab itu, masyarakat diajak bersikap optimistis untuk terus memperkuat daya tahan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dalam diskusi bertajuk ”Peran Mahasiswa dalam Menangkal Bahaya Narkoba di Kalangan Generasi Milenial” di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Kamis (28/3/2019). Wiranto didampingi Rektor UIN Syarif Hidayatullah Amany Burhanuddin Lubis dan sejumlah pejabat Badan Narkotika Nasional.
Pada kesempatan ini, Wiranto menceritakan pertemuannya dengan temannya, seorang warga AS yang 15 tahun menetap di Indonesia. Setelah mengajar di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, teman Wiranto yang berprofesi sebagai dosen itu kembali ke AS. Di sana, dosen itu diminta mahasiswanya menjelaskan tentang Indonesia.
”Pertanyaan yang sebetulnya sederhana, tapi dosen itu butuh waktu cukup lama untuk menjawabnya,” kata Wiranto.
Dosen itu menyatakan keprihatinannya melihat Indonesia sebagai negara besar, tetapi belum mampu mengeksplorasi kekuatan itu ke tingkat dunia. ”Indonesia sedang tidak tahu dirinya siapa,” kata Wiranto mengenang ucapan sang dosen.
Wiranto menjelaskan, Indonesia merupakan suatu negara yang mempunyai semangat persatuan yang luar biasa. Ini bisa dilihat dari kilas balik sejarah.
Setelah merdeka dari belenggu penjajahan Belanda dan Jepang, Indonesia mengalami beberapa kali pergolakan. Wiranto mencontohkan pemberontakan Partai Komunis Indonesia tahun 1948 dan tahun 1965. Di samping itu, ada juga Reformasi 1998 yang ditandai dengan berakhirnya pemerintahan Orde Baru.
”Kita berhasil melalui semua itu dengan tetap menjadi bangsa Indonesia,” kata Wiranto.
Sayangnya, lanjut Wiranto, menjelang Pemilu 2019, banyak pendapat miring tentang Indonesia. Negeri berpenduduk 264 juta jiwa ini dinilai terbelakang dan tertinggal dari negara lain. Fitnah dan saling ejek bermunculan. Di arus bawah, terjadi pengelompokan masyarakat.
”Padahal, pemilu hanya memilih pemimpin. Tidak perlu kita saling menggempur. Pilihan boleh beda, tapi kebersamaan jangan sampai ternoda,” katanya.
Di sisi lain, dunia internasional menilai Indonesia terus menuju ke arah yang benar. Wiranto menguraikan, lembaga internasional menyatakan Indonesia sebagai negara paling aman ke-9 di dunia. Indonesia menjadi negara paling diminati untuk investasi nomor dua setelah Filipina.
”Indonesia juga diproyeksikan sebagai negara terbesar ke-4 dunia bidang ekonomi pada tahun 2045,” katanya.
Bahaya narkoba
Wiranto mengatakan, proyeksi Indonesia sebagai negara terbesar ke-4 bisa terwujud jika generasi muda bisa dididik dengan benar. Salah satu tantangan Indonesia adalah menghindarkan generasi muda agar tidak terjebak dalam bahaya narkoba.
”Berdasarkan laporan yang saya terima, setiap hari 30 generasi muda kita tewas oleh narkoba,” jelasnya.
Dia melanjutkan, banyak narkoba jenis baru berdatangan dari luar negeri. Kebanyakan diselundupkan dari daerah terluar Indonesia. Di Provinsi Kalimantan Utara, misalnya, terdapat 1.400 ”jalan tikus” untuk menyelundupkan narkoba.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pemerintah fokus membangun infrastruktur dari wilayah pinggiran. Ini sekaligus menjadi pagar agar penyelundupan barang haram itu bisa berkurang, bahkan hilang sama sekali.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Amany Burhanuddin Lubis menambahkan, kampus dengan mahasiswa mencapai 30.000 orang ini bervisi 100 persen bebas narkoba. Menurut dia, narkoba adalah masalah nasional yang harus dituntaskan. Di dunia pendidikan, narkoba akan mengganggu kinerja kampus dan proses belajar-mengajar.
Ketua Satuan Tugas Gerakan Anti Narkoba UIN Syarif Hidayatullah Fazlurrahman Amari menyatakan, seminar nasional ini dihadiri oleh 100 perwakilan mahasiswa yang berasal dari 50 kampus di Indonesia. (INSAN ALFAJRI)