MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dan Satrio PANGARSO WISANGGENI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membentuk tim hukum nasional untuk menangani konten-konten provokasi yang melanggar hukum di media arus utama dan media sosial. Namun, dalam penindakan, pemerintah akan menghormati aturan dan mekanisme yang berlaku serta tidak mengintervensi pers.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan, rencana pemerintah menutup media yang menyebarkan konten melanggar hukum hanya berlaku untuk media sosial. Sementara pengawasan konten media cetak dan daring menjadi tanggung jawab Dewan Pers, sedangkan media elektronik memiliki Komisi Penyiaran Indonesia.
”Kebijakan takedown hanya berlaku untuk media sosial karena hadirnya akun-akun yang tak jelas membuat masyarakat khawatir dan takut sehingga (kebijakan) ini jangan disamaratakan,” ujar Wiranto, Selasa (7/5/2019), di Jakarta.
Pernyataan itu disampaikan Wiranto untuk memperjelas konteks pernyataannya. Sehari sebelumnya, ia menyampaikan, media yang nyata-nyata membantu pelanggaran hukum bisa ditutup. Hal ini menimbulkan reaksi publik.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Abdul Manan meminta Wiranto mengklarifikasi pernyataan soal penutupan media. ”Kalau ada media yang dianggap terlibat, silakan diproses, tapi melalui proses hukum, bukan membredel,” kata Abdul.
Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat Ilham Bintang mengingatkan agar media arus utama tetap melaksanakan peran sesuai dengan UU Pers, yaitu menjalankan kontrol sosial secara baik dan benar dengan mengutamakan kepentingan bangsa.
Secara terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menegaskan, penindakan hukum terhadap situs dan akun media sosial sudah berjalan. Penindakan diberlakukan terhadap situs atau akun yang melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Adapun media yang menghasilkan karya jurnalistik mengacu pada UU Pers. Berbeda dengan UU lain, UU Pers tidak mempunyai regulasi turunan berupa peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri.
”Ini menunjukkan pemerintah tidak melakukan intervensi kepada dunia pers. Apabila terjadi masalah hukum, prosesnya mengacu pada nota kesepahaman Dewan Pers dan Kepolisian Negara RI,” tuturnya.