JAKARTA, KOMPAS – Partai-partai politik pendukung pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berencana segera membahas nasib kelanjutan Koalisi Indonesia Adil Makmur dalam rangka menyikapi pengumuman hasil resmi Pemilihan Umum 2019. Koalisi akan menentukan langkah antara menerima hasil pemilu atau mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi.
Pertemuan antara partai-partai pendukung Prabowo-Sandiaga itu juga akan membahas kelanjutan komposisi Koalisi Indonesia Adil Makmur setelah pengumuman hasil pemilu pada 22 Mei 2019. Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini, sejumlah partai pendukung Prabowo-Sandiaga seperti Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional, menjalin komunikasi yang cair dengan Joko Widodo dan koalisi pendukungnya.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional, yang juga Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Eddy Soeparno di Jakarta, Minggu (12/5/2019) mengatakan, pertemuan tersebut kemungkinan besar akan dilakukan dalam waktu dekat, sebelum pengumuman hasil pemilu pada 22 Mei nanti. Pertemuan dilakukan untuk mengantisipasi dinamika politik pasca pengumuman hasil pemilu.
Ia menegaskan, saat ini koalisi masih solid dan utuh dalam mengawal proses rekapitulasi hasil pemilu dan mengumpulkan berbagai bukti dugaan kecurangan dalam pemilu. Terkait langkah koalisi ke depan pasca pengumuman hasil pemilu, perlu dibicarakan lebih lanjut bersama semua partai pendukung.
“Sebelum 22 Mei, kami akan membuat perencanaan terkait langkah ke depan. Apakah mau mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi atau tidak,” kata Eddy.
Sesuai ketentuan UU Pemilu, pendaftaran perselisihan hasil pemilu di MK bias dilakukan paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu. Dalam Pasal 475 Ayat 3 UU Pemilu disebutkan, MK punya waktu paling lama 14 hari sejak permohonan diterima, untuk memutus perselisihan itu.
Berdasarkan hasil Situng KPU 12 Mei pukul 19.30, Jokowi-Ma\'ruf Amin mendapat 56,28 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga 43,72 persen. Persentase itu didapat dari data yang masuk dari 636.440 TPS atau mencapai 78,2 persen dari total 813.350 TPS. Adapun rekapitulasi suara manual berjenjang yang menjadi ini masih berlangsung.
Sejalan dengan itu, ujar Eddy, para partai pendukung juga akan membahas mengenai nasib kelanjutan koalisi ke depan. Saat ini, ada empat partai yang mendukung Prabowo-Sandiaga yaitu Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, PAN, dan Demokrat. Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini, komunikasi antara Partai Demokrat dengan Jokowi dan partai-partai pendukung koalisi semakin cair. Itu diawali dengan pertemuan antara Komandan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan Jokowi di Istana Merdeka atas undangan Jokowi.
Selain Demokrat, komunikasi juga dilakukan oleh PAN. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dalam kapasitas sebagai Ketua MPR, akhir-akhir ini telah beberapa kali bertemu dengan Jokowi.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, Koalisi Indonesia Adil Makmur dibentuk khusus untuk pemenangan Prabowo-Sandiaga di Pemilu 2019. Namun, selepas pemilu berakhir dan pemenang ditentukan, koalisi bersifat fleksibel dan cair sesuai dinamika dan kebutuhan politik tiap partai.
"Yang namanya koalisi pemenangan di pemilu itu akan punya kontinuitas ketika capres yang diusungnya itu menang. Karena koalisi saat ini bukan koalisi parlemen, tentu setelah 22 Mei ini kami bebas mau menentukan ke mana," ujarnya.
Senada, Eddy mengatakan, untuk saat ini, koalisi masih solid menunggu hingga hasil rekapitulasi tuntas dan hasil pemilu diumumkan KPU. Namun, selepas itu, perlu ada pembicaraan lebih lanjut di internal koalisi untuk menyepakati nasib koalisi dan langkah politik partai-partai pendukung Prabowo ke depan.
Bukan hanya hasil pilpres
Menurutnya, keputusan koalisi pendukung Prabowo mengajukan sengketa atau tidak, serta nasib kelanjutan koalisi ke depan, tidak hanya bergantung pada hasil final pilpres nanti, tetapi juga ditentukan oleh hasil pemilihan legislatif. Khususnya, perolehan kursi partai-partai anggota koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat. Itu karena capaian kursi final tiap partai akan menentukan peta kekuatan fraksi di parlemen selama lima tahun ke depan.
"Ada banyak catatan yang harus kami perhatikan. Kami harus duduk bersama dulu sebagai koalisi sebelum membahas langkah ke depan," ujarnya.
Adapun komunikasi yang dibangun oleh Demokrat dan PAN dengan Jokowi dan koalisi pendukungnya saat ini juga berkaitan dengan pemetaan kekuatan politik di parlemen serta pembagian jabata di DPR dan MPR periode 2019-2024. Dengan suara mayoritas, koalisi pendukung Jokowi-Amin menguasai proses penentuan dan pengambilan keputusan kursi pimpinan di parlemen.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin Abdul Kadir Karding mengatakan, dalam komunikasi yang berkembang, muncul permintaan dari PAN agar tetap mendapat jatah kursi pimpinan MPR. "Ini nanti tergantung kebijakan politik Pak Jokowi dan partai-partai koalisi seperti apa," ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, peraturan mekanisme penentuan kursi pimpinan MPR berbeda dari DPR. Di DPR, lima kursi pimpinan akan diampu secara proporsional oleh partai-partai yang memperoleh suara terbanyak di pileg. Berdasarkan hasil hitung Situng KPU, kelima partai itu berarti PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, dan PKB.
Sementara, di MPR, pimpinan dipilih anggota MPR dalam sidang paripurna melalui sistem paket. Setiap fraksi dan kelompok anggota (DPD) berhak mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR untuk dipilih bersama melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara/voting.
Juru Bicara TKN Jokowi-Amin Ace Hasan Syadzily mengatakan, komunikasi lintas koalisi saat ini juga dijalin untuk membahas jabatan alat kelengkapan DPR (komisi dan badan). Seperti pimpinan MPR, kursi pimpinan AKD juga dipilih berdasarkan sistem paket, bukan secara proporsional.