Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengingatkan soal ancaman ideologi sebagai ancaman yang paling berbahaya saat ini terhadap bangsa Indonesia. Untuk mengatasinya, dibutuhkan implementasi Pancasila yang nyata.
Oleh
Edna C Pattisina dan M Ihsan Mahar
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengingatkan soal ancaman ideologis sebagai ancaman yang paling berbahaya saat ini terhadap bangsa Indonesia. Untuk mengatasinya, dibutuhkan implementasi Pancasila yang nyata.
”Ancaman yang paling berbahaya adalah ancaman terhadap cara berpikir bangsa Indonesia, yaitu ingin mengubah ideologi,” kata Ryamizard dalam acara penutupan pendidikan Angkatan 26 SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, Selasa (14/5/2019).
Ryamizard mengatakan, ada pihak-pihak yang secara masif, sistematis, dan terukur yang ingin mengubah ideologi bangsa. ”Terutama paham khilafah yang ingin mengganti ideologi Pancasila,” katanya.
Upaya perubahan cara berpikir ini dilakukan dengan berbagai metode untuk memengaruhi hati dan otak warga Indonesia. Infiltrasi nilai ini dilakukan lewat operasi intelijen, militer, pendidikan, ekonomi, politik, sosial budaya, agama, serta bantuan-bantuan dan kerja sama dengan berbagai bidang dan media.
”Politik adu domba untuk menimbulkan konflik horizontal dan memunculkan keinginan untuk memisahkan diri,” kata Ryamizard.
Menurut dia, akhir dari segala upaya perang ideologis ini adalah untuk menguasai sumber-sumber perekonomian Indonesia. Untuk itu, pihak tertentu ingin menguasai dan mengendalikan sistem tata kelola sistem hukum negara.
Ryamizard mengatakan, ancaman ideologis ini lebih berbahaya daripada ancaman nyata dan ancaman utama yang dihadapi Indonesia saat ini, yaitu terorisme dan radikalisme, separatisme, bencana alam, pelanggaran wilayah, perang siber, dan narkoba.
”Untuk menghadapi perang ideologis ini, satu-satunya cara adalah mengimplementasikan Pancasila,” kata Ryamizard.
Elite bangsa
Ketua Setara Institute Hendardi mengingatkan, untuk menghindari hadirnya aktor-aktor yang ingin mengganti ideologi Pancasila, seluruh elite bangsa harus membersihkan diri dari narasi nondemokratis dan anti-Pancasila pada kontestasi politik elektroral saat ini. Selain itu, lanjutnya, fragmentasi di kalangan elite bangsa juga berpeluang dimanfaatkan kelompok pro-ideologi asing untuk mengonsolidasikan jaringan dan kekuatan mereka.
”Atas dasar itu, penting bagi elite politik dan publik memelihara kondusivitas sosial-politik dengan menahan diri dari melakukan tindakan yang dapat meningkatkan kerawanan keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata Hendardi.