Di tengah ancaman serangan teror dalam proses Pemilu 2019, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI terus mengembangkan hasil penangkapan terduga teroris di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah ancaman serangan teror dalam proses Pemilu 2019, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI terus mengembangkan hasil penangkapan terduga teroris di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keterlibatan sejumlah individu yang pernah ke Suriah menjadi fokus bagi Polri melakukan pendekatan lunak untuk menekan paham radikal.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal menuturkan, tim Densus 88 Antiteror Polri menjadikan keterangan dan barang bukti dari hasil penangkapan sembilan terduga teroris di Jawa Tengah dan Jawa Timur, awal pekan ini, untuk mengembangkan penyelidikan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di sejumlah daerah di Tanah Air. Ia memastikan, penangkapan itu didasari bukti-bukti yang cukup untuk mengantisipasi berbagai aksi teror yang direncanakan kelompok itu.
”Prinsipnya, tim Densus 88 Antiteror terus menjejaki dan mengikuti satu menit pun (terduga teroris). (Informasi) Mereka tidak akan tertinggal karena kelompok ini betul-betul harus dilakukan penjejakan secara detail, konsisten, serta dibutuhkan indikasi dan bukti permulaan yang cukup bagi kami untuk melakukan upaya pencegahan,” ujar Iqbal, Kamis (16/5/2019), di Markas Besar Polri.
Dengan alasan penyelidikan, Iqbal menuturkan, pihaknya tidak bisa mengungkapkan daerah mana saja yang kini menjadi fokus operasi tim Densus 88 Antiteror. Adapun penangkapan jaringan JAD Jateng dan Jatim merupakan pengembangan kasus penangkapan jaringan JAD Bekasi, Jawa Barat, pekan lalu.
Dari sembilan terduga teroris yang ditangkap, delapan teroris diamankan di wilayah Jateng. Mereka adalah AH alias Memet (26), A alias David (24), IH alias Iskandar (27), AU alias Al (25), JM alias Jundi alias Dian (26), AM alias Farel (26), Tatang, dan PT alias Darma (45). Kemudian, satu terduga teroris ialah JD ditangkap di Jawa Timur. JD berperan sebagai koordinator pelatihan paramiliter JAD di Jateng pada 2016-2019.
Dari terduga teroris itu, tujuh teroris pernah pergi ke Suriah, yakni AH alias Memet, A alias David, IH alias Iskandar, AU alias Al, AS alias Tatang, dan PT alias Darma.
”Kami memiliki data itu (kelompok teroris) sehingga kami kumpulkan data yang sudah berangkat ke Suriah atau siapa yang terafiliasi dengan kelompok di Filipina. Upaya itu untuk proses pengejaran dan pemetaan,” ujarnya.
Selain itu, Iqbal memastikan, Polri bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga telah melakukan koordinasi untuk menggiatkan kegiatan pendekatan lunak kepada anggota kelompok teroris dan keluarga terduga teroris. Kebijakan itu untuk mengimbangi proses penegakan hukum. Tujuannya, kata Iqbal, tidak hanya untuk mengantisipasi rencana aksi teror, tetapi juga untuk meredam penyebaran paham radikal.
Iqbal menambahkan, semua anggota JAD menjadikan momentum Pemilu 2019 untuk melakukan aksi teror. Sasaran utama JAD ialah masyarakat yang tidak sealiran dan sepaham keagamaan dengan mereka, termasuk anggota kepolisian dan kantor-kantor kepolisian yang dianggap telah mengganggu kelompok mereka.
Sementara itu, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Nina Susilo, dari Geneva, Swiss, para pemimpin negara dan perusahaan teknologi informasi yang hadir dalam Christchurch Call for Action, Paris, Perancis, sepakat menghilangkan konten terkait terorisme dan kekerasan ekstrem dari platform media sosial mereka.
Dalam acara yang digagas Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern itu hadir sembilan kepala negara dan pemerintahan. Juga hadir para pemimpin perusahaan teknologi informasi, seperti dari Qwant, Youtube, Amazon, Facebook, Twitter, dan Microsoft. Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi salah satu yang hadir dalam acara itu.