JAKARTA, KOMPAS – Kepolisian Negara RI memastikan penindakan hukum akan diberlakukan kepada seluruh pihak yang melanggar aturan. Polri tengah melakukan investigasi untuk memastikan adanya keterlibatan oknum Polri dalam tewasnya delapan perusuh pada 21 Mei. Di sisi lain, penindakan hukum juga akan diberlakukan kepada para penyebar hoaks atau berita bohong yang meresahkan masyarakat.
Tim investigasi internal Polri akan memulai penyelidikan pada aksi massa 21 Mei lalu. Tugas tim itu akan dimulai pasa Senin (27/5/2019) ini yang ditandai dengan dikeluarkannya surat perintah penugasan yang dikeluarkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian.
Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Moechgiyarto mengatakan, tim internal itu dibentuk untuk menginvestigasi peristiwa kerusuhan 21 Mei yang menyebabkan delapan perusuh meninggal dunia. Untuk memastikan penyelidikan berlangsung profesional dan transparan, Polri akan melibatkan sejumlah pihak internal.
“Tentunya, kita akan melakukan investigasi internal dan melakukan koordinasi dengan lembaga eksternal, di antaranya, Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional, dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum),” ujar Moechgiyarto yang dihubungi Minggu (26/5/2019), di Jakarta.
Sementara itu, Polri juga tidak akan menolerir para penyebar berita bohong. Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan politisi Partai Amanat Nasional, Mustofa Nahrawardaya, sebagai tersangka kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Atas dasar itu, tim penyidik kepolisian menangkap Mustofa, Minggu (26/5/2019) dini hari, untuk menjalani pemeriksaan.
Mustofa, yang juga anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, membuat cuitan di akun Twitter miliknya, @AkunTofa dan @TofaLemonTofa, 24 Mei lalu, terkait dugaan adanya sejumlah oknum kepolisian yang melakukan penganiayaan terhadap peserta unjuk rasa, 22 Mei di sekitar wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Mustofa menyebut, akibat pemukulan itu, korban pemukulan yang bernama Harun, meninggal dunia.
Setelah tim peyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melakukan penulusuran jejak digital terungkap bahwa korban pemukulan bernama Ardiansyah alias Andri Bibir. Andri pun merupakan satu dari 443 tersangka perusuh pada aksi massa 21-22 Mei di sekitar gedung Bawaslu, Jakarta. Kini, Andri masih menjalani pemeriksaan di Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Mustofa diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta menyebarkan berita bohong.
Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisaris Besar Rickynaldo Chairul menuturkan, penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menilai cuitan Mustofa telah menyebabkan kerasahan di masyarakat serta membuat keonaran yang dapat memprovokasi publik. Mustofa diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta menyebarkan berita bohong.
“Cuitannya telah menyebabkan keonaran, sehingga kita perlu mengklarifikasi keterangan dari yang bersangkutan,” ujar Ricky, Minggu, di Jakarta.
Penangkapan terhadap Mustofa didasari surat perintah penangkapan nomor SP.Kap/61/V/2019/Dittipidsiber. Mustofa ditangkap di kediamannya di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, sekitar pukul 03.00. Ricky mengungkapkan, sebelum menjalani pemeriksaan tim penyidik mempersilahkan Mustofa untuk melaksanakan sahur dan salat subuh di kantor Direktorat Tipid Siber Bareskrim, Jakarta. Mustofa juga diperbolehkan untuk tidur sebelum memulai pemeriksaan pada Minggu pagi.
Ricky mengatakan, Mustofa terancam Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Mustofa terancam hukuman pidana penjara paling lama enam tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Bantuan hukum
Dihubungi terpisah, Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, menilai, penangkapan terhadap Mustofa menunjukkan penegakan hukum terindikasi tajam ke pendukung Prabowo-Sandi, tetapi terindikasi tumpul ke para pendukung Presiden Joko Widodo. Ia pun mempertanyakan tindakan aparat keamanan yang cenderung lebih cepat dilakukan kepada pendukung Prabowo-Sandi, dibandingkan pendukung Jokowi.
Meski begitu, lanjut Andre, tim Direktorat Hukum dan Advokasi BPN Prabowo-Sandi akan memberikan bantuan hukum selama Mustofa menjalani proses hukum.
“Kita tegaskan bahwa BPN telah menyiapkan pendampingan kepada Mas Tofa,” kata Andre.