JAKARTA, KOMPAS – Adanya peledakan bom bunuh diri di depan Pos Pantau Lalu Lintas Pertigaan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, membuat aparat keamanan terus meningkatkan kesiagaan. TNI juga siap mendukung dan menurunkan personel bila Kepolisian Negara RI memintanya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan pengamanan dan kesiagaan ditingkatkan.
“Dalam menghadapi Lebaran ini, pengamanan sudah cukup bagus. Tapi setelah kejadian (peledakan Senin, 3 Juni malam), kita semakin meningkatkan pengamanan,” tuturnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/6/2019).
Upaya peledakan ini dilakukan oleh RA (22), warga Dusun Kranggan Kulon, Desa Wirogunan, Kecamatan Kartasura. Pelaku diketahui dibaiat melalui media sosial kepada Abu Bakar Al-Baghdadi, pemimpin Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Perkenalannya dengan NIIS juga dilakukan melalui media sosial.
“Memang ini perseorangan, tidak bermain dalam suatu jaringan sehingga cukup sulit terdeteksi,” tambah Moeldoko.
Menurut dia, saat ini polisi masih mendalami motif dan garis perjuangan RA. Sebab, secara ekonomi, pelaku bukan berasal dari lingkungan ekonomi sulit. Kendati RA sehari-hari berjualan gorengan, dia mendapatkan uang untuk membeli peralatan elektronik dan membuat peledak dengan meminta uang dari orang tuanya.
Secara terpisah, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, penyidikan upaya peledakan bom bunuh diri di Kartasura adalah ranah kepolisian. Kendati demikian, TNI siap membantu bila ada permintaan. Apalagi, lanjut Panglima, sebentar lagi TNI akan memiliki Komando Operasi Khusus (Koopsus) untuk membantu menindak kejahatan terorisme.
Koopsus ini akan terdiri atas pasukan elite matra darat, laut, dan udara baik Satuan Penanggulangan Teror-81 TNI AD, Satuan Bravo-90 TNI AU, Detasemen Jalamangkara TNI AL. Kendati satuan khusus ini tidak memiliki personil dalam jumlah besar, Hadi memastikan kapanpun Polri meminta, TNI akan siap mendukung.
“Kami menunggu Perpres (Peraturan Presiden) saja, mudah-mudahan dalam waktu dekat (selesai),” tuturnya.
Moeldoko juga meminta semua pihak untuk tidak memanipulasi dan memolitisasi upaya peledakan bom bunuh diri ini maupun proses hukum yang dilakukan pada beberapa pihak lain. Proses hukum, kata Moeldoko, adalah peristiwa hukum. Karenanya, semestinya polisi dibiarkan memproses semua tanpa intervensi.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menjelaskan, aksi peledakan RA diduga masih amatiran jika dibandingkan dengan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang juga ditangkap di Jateng. Hingga kini, polisi masih mendalami lebih lanjut dari mana RA terpapar paham radikal. RA juga belum memiliki rekam jejak di kalangan kelompok teroris.