Di tengah upaya mencegah penyebaran konten negatif di media sosial dan aplikasi pesan instan, Polri memastikan menjamin kebebasan setiap individu untuk beraktivitas di dunia maya. P
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah upaya mencegah penyebaran konten negatif di media sosial dan aplikasi pesan instan, Kepolisian Negara RI memastikan menjamin kebebasan setiap individu untuk beraktivitas di dunia maya. Pengawasan terhadap akun media sosial hanya dilakukan apabila terindikasi menyebarkan kabar bohong yang meresahkan masyarakat.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktorat Tidak Pidana Siber Bareskrim menangkap dua pelaku penyebar kabar bohong yang menyebarkan konten negatif melalui grup Whatsapp (WA), pekan lalu. Mereka Adalah YY (29) dan YM (32).
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menjelaskan, penanganan dua kasus itu didasari hasil tangkapan layar (screenshot) percakapan di sebuah grup WA. Alhasil, barang bukti yang didapatkan penyidik bukan berasal dari pengawasan terhadap grup WA.
”Di media sosial terdapat konten yang terbuka dan tertutup. Konten di Whatsapp termasuk konten tertutup, tetapi ketika di-capture dan disebarkan ke media sosial lain, konten itu menjadi terbuka dan dapat menjadi bukti elektronik. Namun, penyelidikan dilakukan apabila bukti elektronik itu memenuhi unsur pelanggaran hukum,” kata Asep, Selasa (18/6/2019), di Jakarta.
Lebih lanjut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo memastikan, Polri bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan patroli siber yang bertujuan mengantisipasi penyebaran hoaks di media sosial. Penelusuran terhadap grup Whatsapp dilakukan, ujarnya, apabila seorang tersangka kasus hoaks terbukti menyebarkan konten negatif melalui aplikasi pesan instan itu.
Dedi mencontohkan, dari kedua tersangka tersebut, penyidik menyita telepon genggam yang digunakan untuk menyebar hoaks. Dari telepon genggam itu diketahui bahwa grup WA dijadikan media untuk menyebar konten negatif.
Ia menuturkan, pemantauan terhadap grup WA yang digunakan untuk menyebar hoaks bertujuan mengetahui individu yang terlibat secara langsung dan aktif menyebarkan berita bohong atau ujaran kebencian. Oleh karena itu, ia menekankan, tidak ada pemantauan terhadap grup-grup WA yang tidak terbukti terlibat dalam tindakan melanggar hukum.
”Kita menghargai privasi setiap individu sehingga tidak ada pemeriksaan terhadap grup Whatsapp, kecuali yang terbukti melanggar hukum,” ujar Dedi.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengingatkan, langkah komprehensif dibutuhkan untuk mengantisipasi dampak hoaks yang sudah semakin masif terasa di Indonesia. Menurut dia, masalah penyebaran hoaks di Indonesia tidak hanya bisa diakhiri dengan penguatan literasi yang masih lemah bagi sebagian masyarakat Indonesia.
”Masalah hoaks di Indonesia lebih rumit dibandingkan negara lain karena disebabkan literasi bermasalah dan kehadiran fanatisme yang berlebihan. Atas dasar itu, kita membutuhkan solusi lebih komprehensif yang membutuhkan peran semua pihak untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Septiaji.