Kalangan cendekiawan muslim diharapkan berperan dalam meredakan ketegangan setelah kontestasi pemilihan presiden pada Pemilu 2019. Hal ini dinilai penting karena masih ada sebagian kalangan masyarakat yang terus meributkan penetapan hasil pemilu.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan cendekiawan muslim diharapkan berperan dalam meredakan ketegangan setelah kontestasi pemilihan presiden pada Pemilu 2019. Hal ini dinilai penting karena masih ada sebagian kalangan masyarakat yang terus meributkan penetapan hasil pemilu.
Masyarakat semestinya menghormati keputusan resmi yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lebih lanjut, kini mestinya Indonesia beranjak pada persoalan kebangsaan secara jangka panjang.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, dalam agenda halalbihalal ICMI di Jakarta, Jumat (5/7/2019) malam. Menurut dia, persoalan negara Indonesia kini lebih dari sekadar siapa presiden dan wakil presiden yang menjabat. Masih banyak tantangan kebangsaan yang menanti Indonesia ke depan.
"Setelah ditetapkannya presiden dan wakil presiden terpilih, kita semua mestinya mulai berpikir secara jangka panjang. Tantangan bangsa kita masih banyak. Peran cendekiawan muslim untuk menyadarkan tantangan ini menjadi penting," ucap Jimly dalam agenda halalbihalal.
Jimly mencontohkan, salah satu tantangan bangsa saat ini adalah bagaimana Indonesia mengejar target pembangunan pada 2045. Pada usia 100 tahun merdeka itu, Indonesia perlu mengejar sejumlah target pembangunan serta menghadapi persoalan kepadatan penduduk.
Maka itu, menurut dia, Indonesia saat ini perlu kembali fokus pada perencanaan bangsa ke depan. Hal yang dapat dilakukan pemerintahan saat ini yaitu mematangkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman perencanaan pembangunan.
"Dengan tantangan bangsa yang menunggu ke depan, saya mengimbau agar masyarakat Indonesia tidak lagi memikirkan hal-hal yang sifatnya jangka pendek saja. Pilihan presiden dan wakil presiden itu jangka pendek. Sekarang, siapapun yang terpilih, asal niatnya sama-sama membangun bangsa, ya kita hormati bersama," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Presiden Republik Indonesia yang juga merupakan Ketua Dewan Penasehat ICMI Pusat, Jusuf Kalla, turut menyampaikan pendapatnya. Menurut Kalla, adanya konflik merupakan hal lumrah dalam kehidupan. Hal yang penting adalah bagaimana konflik itu kemudian dapat dikelola.
Jusuf Kalla juga sempat bercerita tentang pertemuannya dengan Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto. Pada pertemuannya dengan Prabowo, sekitar bulan lalu, ia mendapati bahwa Prabowo dalam membangun Indonesia juga memiliki semangat yang sama dengan pemerintahan.
"Saat saya bertemu beliau (Prabowo) bulan lalu, saya sempat tanya apa tujuannya mencalonkan presiden. Lalu ia menjawab, untuk memajukan bangsa ini, baik secara ekonomi maupun sosial. Saat itu saya langsung mengajak beliau berjabat tangan, karena memajukan bangsa ini adalah tujuan kita semua," ujar Kalla.
Rawat keberagaman
Jimly menyatakan, komposisi pada pemerintahan nanti sebaiknya berusaha untuk merawat keberagaman. Hal yang ia maksud ini berkaitan dengan kecenderungan pemerintahan yang monolitik, yang hanya diisi oleh partai koalisi saja.
"Politik menjadi tidak sehat kalau cenderung monolitik. Harus ada pihak oposisi juga yang turut ada di sana sehingga saling mengisi," kata Jimly.