Perspektif Geopolitik dan Geostratejik Jadi Pertimbangan
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perubahan sejumlah nomenklatur dalam Kabinet Indonesia Maju mesti diteropong dari sudut pandang geopOlitik dan geostratejik. Perubahan itu dinilai menujukkan kelihaian Presiden Joko Widodo dalam menempatkan kapital-kapital yang dimilikinya.
Pengajar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Puspitasari, Rabu (23/10/2019) di Jakarta menyoroti perubahan nomenklatur Kementerian Koordinasi Maritim dan Investasi. Sebelumnya, nomenklatur lama adalah Kementerian Koordinator Kemaritiman.
“Kita mesti melihat kepentingan geopolitik. Kita tahu ada konteks OBOR (one belt one road) yang dilakukan China, yang menggunakan kemaritiman sebagai pintu masuk. Investasi adalah alat yang dipakai,” kata Puspitasari.
Menurut Puspitasari, proyek OBOR menjadi kekuatan ekonomi global. Basisnya adalah pembangunan infrastruktur jalan raya, kereta, dan jalur laut. Pembangunan mega infrastruktur tersebut, imbuhnya, membutuhkan investasi dalam jumlah besar.
Ia menyebutkan mengenai konsep poros maritim yang cenderung belum dimaksimalkan. Kompleksitas yang ada membuat perhatian pada kepentingan geopolitik tidak bisa diabaikan.
Ihwal konsep poros maritim yang belum sepenuhnya dimaksimalkan ini juga tersirat dalam buku berjudul "Maritime Security and Indonesia: Cooperation, Interests and Strategies" yang ditulis Senia Febrica (2017). Dalam buku tersebut dituliskan bahwa sekalipun masa pemerintahan Jokowi, pada periode pertama, ada penekanan pada pentingnya kerjasama keamanan maritim, sejumlah isu tidak jadi perhatian utama.
Sejumlah itu misalnya aksi terorisme di laut serta perampokan bersenjata terhadap kapal-kapal. Menurut Febrica, konsep poros maritim di masa itu lebih berupa progam-program kebijakan untuk menanggulangi praktik penangkapan ilegal di lingkup nasional.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Susi Pudjiastusi di periode lalu, menjadi pelopor untuk memerangi praktik penangkapan ikan secara ilegal. Hal ini, seperti dikutip dari buku tersebut, termasuk pula kebijakan meledakkan dan menenggelamkan kapal-kapal yang dipergunakan untuk melakukan aktivitas terlarang itu.
Adapun terkait dengan susunan kabinet, Puspitasari mengatakan hal itu menunjukkan pula kekuatan kapital budaya yang dimiliki Jokowi dalam proses negosiasi dengan partai-partai politik.
Ia menyebutkan bahwa formasi menteri menunjukkan visi dan orientasi penegakan hukum secara tegas. Terdapat potensi penegakan hukum sebagai kata kunci untuk melegitimasi tindakan penyapuan terhadap segala bentuk suara-suara yang berbeda.
Kekhawatiran
Secara terpisah, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Marthin Hadiwinata mengatakan, perubahan nomenklatur pada Kemenko Kemaritiman menjadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi akan menjadikan sejumlah kementerian dan lembaga lain berada di bawah koordinasi kementerian tersebut. Misalnya BKPM, Kementerian Perdagangan, dan sebagainya.
Lebih jauh Marthin juga menyebutkan bahwa perubahan nomenklatur itu cenderung hanya menjadikan laut sebagai tempat untuk dieksploitasi menyusul ditambahkannya kata "investasi." Ia menilai, hal ini merupakan pergeseran sangat jauh dari cita-cita sebelumnya terkait konsep poros maritim.
Adapun terkait dengan perubahan posisi Menteri KKP, Marthin menyebutkan pihaknya khawatir dengan bakal diperbolehkannya lagi alat tangkap trawl untuk beroperasi. Jika demikian, ada kemungkinan upaya perbaikan ekosistem laut dan peningkatan stok ikan selama ini akan cenderung terganggu.