JAKARTA, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat akan memprioritaskan pembahasan omnibus law untuk merampingkan regulasi serta sejumlah rancangan undang-undang yang mangkrak dan ditunda di periode 2014-2019 lalu. Masing-masing komisi di DPR pun diminta mendaftarkan dua RUU untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional tahunan.
Dalam rangka menampung daftar rancangan legislasi yang akan dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional, Badan Legislasi DPR pun akan mengadakan rapat dengar pendapat bersama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Menteri Hukum dan Keamanan, serta Menteri Koordinator Perekonomian, untuk membahas omnibus law itu.
"Mungkin dari pemerintah saat ini juga masih menyusun omnibus law itu, karena sampai sekarang belum ada. Dalam waktu dekat kami akan berkoordinasi dulu, dalam rangka penyusunan Prolegnas, itu yang mendesak buat kami saat ini," kata Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Konsep omnibus law sering digunakan di negara yang menganut sistem common law seperti di Amerika Serikat saat membuat regulasi. Konsep ini diterapkan dengan membuat undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.
Selain membahas omnibus law, Supratman mengatakan, DPR juga akan memprioritaskan pembahasan RUU-RUU yang mangkrak dan ditunda di periode 2014-2019 sebelumnya. Sejauh ini, ada 23 RUU yang tersisa dari Prolegnas 2019 lalu yang sudah mencapai pembahasan tingkat pertama.
Supratman mengatakan, dari 23 RUU itu, akan dipilah ulang RUU yang pembahasannya akan dilanjutkan oleh periode ini. "Nanti tergantung kesepatakan antara pemerintah dan DPR. Tidak semua yang (ditunda) akan di-carry over. Pertama, dilihat dulu perkembangan pembahasannya. Kedua, melihat urgensi RUU yang bersangkutan," ujarnya.
Dalam waktu dekat, setiap komisi diminta menyusun daftar RUU yang akan dimasukkan dalam Prolegnas. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menyarankan, setiap komisi di DPR minimal menyelesaikan dua RUU di Prolegnas per tahun. Target legislasi ke depan idealnya tidak mengutamakan kuantitas semata, melainkan kualitas.
"Dua atau tiga RUU per komisi itu sudah ideal. Pembahasannya bisa dalam dan komprehensif, mengundang kalangan intelektual, masyarakat, dan lain-lain untuk masukan," katanya.
Terkait itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menargetkan omnibus law ketenagakerjaan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) masuk dalam Prolegnas 2020. Untuk itu, Yasonna pun meminta naskah akademik dari omnibus law itu dapat rampung di akhir 2019 sebelum diusulkan masuk dalam Prolegnas 2020.
"Naskah ini harus dibahas mendalam supaya bisa masuk Prolegnas 2020.Kalau tidak, secara formal prosedur akan sulit masuk," kata Yasonna.
Omnibus law yang dimaksud pemerintah rencananya akan fokus pada peraturan-peraturan yang menghambat investasi dan penambahan lapangan pekerjaan. Undang-undang hasi omnibus law itu diharapkan bisa memangkas beberapa pasal ketenagakerjaan dan UMKM dalam satu produk hukum berupa peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana.