Keberadaan Badan Regulasi Nasional atau sejenisnya, yang merupakan janji politik Presiden Joko Widodo saat kampanye, penting difokuskan keberadaannya.
Oleh
Ingki Rinaldi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan Badan Regulasi Nasional atau sejenisnya yang merupakan janji politik Presiden Joko Widodo saat kampanye penting difokuskan keberadaannya. Hal ini di antaranya untuk memastikan landasan pembuatan omnibus law yang akan mengganti atau menghapus sejumlah undang-undang yang dinilai tumpang tindih.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Antoni Putra, Kamis (14/11/2019), mengatakan, mestinya memang pemerintah fokus terlebih dahulu pada pembentukan badan tersebut alih-alih mewacanakan omnibus law. Menurut Antoni, hal itu disebabkan masalah tumpang tindih regulasi bukan hanya ada di tingkat undang-undang.
Masalah tersebut juga ada di sejumlah tingkat regulasi. Antoni mengatakan, ini termasuk sejumlah peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, dan peraturan daerah.
”Omnibus law baik, tapi menurut saya bukan jawaban atas masalah regulasi. Sebab, masalahnya bukan sekadar regulasi yang banyak, tapi juga ada (persoalan) tumpang tindih dan pembentukan (regulasi) yang tidak terkontrol,” sebut Antoni.
Adapun omnibus law dimaksud terkait dengan dua undang-undang, yaitu UU Cipta Lapangan Kerja serta UU Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Antoni menambahkan bahwa untuk sementara, omnibus law mungkin saja bisa mengatasi tumpang tindih undang-undang yang terlampau banyak. Akan tetapi, omnibus law tidak akan bisa mengontrol keinginan kementerian atau lembaga pemerintah hingga tingkatan pemerintah daerah dalam membentuk regulasi.
”Seharusnya yang perlu dikejar dalam waktu dekat, ya, pembentukan lembaga khusus regulasi. Tujuannya agar ada lembaga yang fokus mengkaji regulasi dan mengendalikan pembentukannya,” kata Antoni.
Omnibus law mungkin saja bisa mengatasi tumpang tindih undang-undang yang terlampau banyak. Akan tetapi, omnibus law tidak akan bisa mengontrol keinginan kementerian atau lembaga pemerintah hingga tingkatan pemerintah daerah dalam membentuk regulasi.
Menurut Antoni, lembaga tersebut kelak idealnya melakukan kajian untuk menemukan UU yang bermasalah. Setelah itu, baru diputuskan untuk direvisi atau dicabut dengan omnibus law ataupun dengan cara yang normal, alih-alih mendadak memutuskan omnibus law terlebih dahulu tanpa kajian yang cukup.
Tahapan omnibus law
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Diani Sadiawati saat dihubungi mengatakan, saat ini pemerintah terus mengawal proses simplifikasi regulasi UMKM. Selain itu, langkah yang dilakukan Bappenas pada Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan omnibus law untuk menciptakan lapangan kerja dan UMKM.
Diani menyebutkan terdapat sejumlah langkah yang akan ditempuh terkait pembentukan omnibus law. Pertama, pemetaan regulasi yang terkait sektor yang akan dilakukan omnibus. Lalu klasifikasi regulasi, identifikasi regulasi yang bermasalah dan menjadi bottleneck atau tumpang tindih.
Berikutnya adalah analisis regulasi yang bermasalah, simplifikasi regulasi yang bermasalah serta dampaknya berdasarkan metode analisis manfaat dan biaya. Langkah selanjutnya adalah melakukan konsolidasi antarsektor dan rekomendasi omnibus.