Parameter perilaku radikal hingga transparansi penanganannya harus dikedepankan dari penerapan Surat Keputusan Bersama 11 Menteri dan Kepala Lembaga Negara tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Implementasi dari Surat Keputusan Bersama 11 Menteri dan Kepala Lembaga Negara tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara perlu dilakukan dengan sangat hati-hati. Parameter yang jelas terhadap perilaku yang diduga radikal hingga transparansi penanganannya menjadi hal yang harus dikedepankan dari penerapan SKB ini.
Dalam SKB yang ditandatangani pada pertengahan November 2019 ini, ada lima menteri yang ikut yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Komunikasi dan Informatika. Kemudian, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara.
SKB tentang Penanganan Radikalisme dalam rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN ini berisi sejumlah hal. Diantaranya, membentuk tim satuan tugas untuk menangani potensi radikalisme pada ASN dengan indikasi intoleran, antiideologi Pancasila, dan anti NKRI, serta membuka akun pelaporan bernama aduanasn.id.
Ada 10 jenis pelanggaran yang dimasukkan dalam SKB itu dan bisa dilaporkan melalui portal yakni, penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah. Ada juga penyampaian pendapat berupa ujaran kebencian melalui media sosial terhadap suku, agama,ras, dan antaragama.
Selanjutnya, penyebarluasan pendapat berupa ujaran kebencian melalui fitur share, repost, retweet, hingga broadcast message. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju dengan memberikan likes, love, atau komentar di media sosial juga masuk jenis pelanggaran.
Kemudian, ada juga pemberitaan yang menyesatkan dan penyebarannya, penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada kebencian pada Pancasila, NKRI, dan Pemerintah, ikut organisasi atau kegiatan yang tidak sejalan dengan NKRI, penggunaan atribut yang bertetntangan dengan NKRI dan Pancasila, hingga pelecehan terhadap simbol negara.
“Masalah radikalisme negatif merupakan masalah yang sangat serius karena mengancam ideologi bangsa dan NKRI. SKB ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam merespon kondisi yang cenderung terus berkembang saat ini,” kata Menpan-RB Tjahjo Kumolo di Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Aduan ASN terkait radikalisme dibuat secara khusus.
Mengenai portal aduan ASN, Tjahjo menambahkan masyarakat dapat melaporkan melalui portal itu jika menemukan potensi pelanggaran terhadap ASN.
“Aduan ASN terkait radikalisme dibuat secara khusus. Jadi, ini terpisah dari aduan lain, seperti pelangagran disiplin ASN maupun aduan reguler lainya sehingga dalam merespon dan pengolahan pengaduannya bisa lebih cepat,” tutur Tjahjo.
Ia pun meyakini hal ini tepat dilakukan karena ada BNPT dan BIN yang turut serta di dalamnya untuk menjaga indikator potensi radikal tersebut. Tindak lanjut pengaduan masyarakat melalui portal yang dikelola Kemenkominfo ini akan diverifikasi terlebih dahulu. Jika memenuhi syarat pelanggaran, ada rekomendasi penanganan yang ditembuskan pada Kemenpan-RB, Kemendagri, BKN, dan KASN.
Menanggapi hal ini, peneliti kajian strategis intelijen dari Universitas Indonesia Ridwan Habib meminta pengelolaan portal khusus ini dilakukan secara hati-hati dan profesional. Parameter pelanggaran hingga aduannya harus jelas dan penanganannya dilakukan secara transparan karena berpotensi fitnah dan kriminalisasi yang dapat menjatuhkan karir ASN terkait, bahkan dapat memicu masalah baru.
Sedangkan dalam SKB itu, jenis pelanggaran yang disebutkan hanya secara umum saja. Penjelasan lebih rinci terkait kriteria pelanggaran diperlukan.
“Sejauh apa intoleran dimaknai, atau sejauh mana radikal negatif. Harus sangt hati-hati. Ini bisa rawan disalahgunakan yang berdampak pada fitnah dan jika dikelola salah bisa juga mematikan karir. Bahkan berpotensi besar menyerang kredibilitas seseorang hanya karena penampilan atau SARA,” ujar Ridwan.
Pendiri Lokataru Foundation Haris Azhar juga berpendapat senada. Keberadaan SKB dan portal aduan ini rentan fitnah. Menurut Haris, para pimpinan kementerian dan lembaga negara ini menunjukkan kualitas dan kerjanya untuk memastikan kesejahteraan dan keadilan bersama dengan para ASN.
“Jadikan ASN sebagai mitra sehingga ada rasa memiliki pada institusi dan lembaga. Bukan dengan menakuti seperti ini,” kata Haris.