Larangan bagi eks koruptor untuk mencalonkan diri dalam Pilkada serentak 2020 berpulang pada kebijakan partai.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Larangan bagi eks koruptor untuk mencalonkan diri dalam Pilkada serentak 2020 berpulang pada kebijakan dewan pimpinan pusat masing-masing partai politik. Hal ini sudah terbukti dari hasil Pemilu 2019 saat tidak seorang pun dari 575 anggota DPR yang merupakan bekas narapidana bekas kasus korupsi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Senin (25/11/2019) dalam diskusi publik yang diselenggarakan Ikatan Jurnalis UIN Jakarta menyampaikan hal tersebut. Apalagi, imbuh Titi, pencalonan seseorang dalam Pilkada serentak 2020 tidak akan bisa tanpa rekomendasi dari partai politik.
“Ruang intervensi untuk berikan (calon) terbaik ada di DPP (Dewan Pimpinan Pusat partai politik),” sebut Titi.
Hal ini guna menanggapi polemik yang cenderung masih berkembang menyusul dibolehkannya eks koruptor maju ke dalam pencalonan pilkada. Ini sebagaimana diatur dalam Putusan MK nomor 42/PUU-XIII/2015. Selain itu putusan Mahkamah Agung yang membatalkan pasal pelarangan mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai caleg dalam PKPU Nomor 20/2018.
Peneliti senior Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia) Lucius Karus menyebutkan bahwa duduk perkara larangan tersebut mestinya sudah jelas. Ia menegaskan, hanya mereka yang cara berpikirnya salah menganggap eks koruptor sebagai kriteria pemimpin ideal.
Suparji Ahmad, yang merupakan pengamat hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia mengatakan bahwa larangan pencalonan bagi eks koruptor dalam Pilkada 2020 cenderung ahistoris. Pasalnya hal serupa sudah pernah dibatalkan MA.
“Kenapa (harus) membuang energi. Kenapa tidak melakukan pendidikan (di) partai politik, masyarakat, dan sebagainya,” kata Suparji.
Ia menambahkan, bahwa yang saat ini mendesak justru praktik oligarki politik di lingkup kekuasaan. Sejumlah agenda seperti rencana perpanjangan masa jabatan presiden, menurutnya lebih mendesak dibahas sebagai ancaman.
KPU Finalisasi
Komisioner KPU, Evi Novida Ginting mengatakan, saat ini PKPU Pencalonan terkait Pilkada serentak 2020 telah selesai diharmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Evi menyebutkan, saat ini tengah dilakukan finalisasi di internal KPU.
Ia mengatakan, KPU tengah mempertimbangkan berbagai masukan dari proses harmonisasi yang dilakukan. Akan tetapi Evi belum menyebut dengan pasti apakah pasal larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan dalam Pilkada serentak 2020 telah disetujui.
“Nanti kita lihat,” kata Evi. Ia juga memastikan dalam rancangan PKPU Pencalonan dimaksud, KPU mencantumkan larangan eks koruptor untuk mencalonkan diri.
Ia hanya menyebutkan bahwa ada pembahasan dan sejumlah masukan kepada KPU terkait dengan pasal larangan tersebut. Finalisasi yang tengah dilakukan secara internal itu, imbuh Evi, kelak akan diplenokan sebelum akhirnya diserahkan untuk diundangkan.
“Tunggu saja putusannya. Pertimbanganya masukan tadi dari berbagai pihak waktu harmonisasi (dengan) Kumham (Kementerian Hukum dan HAM), Bawaslu, DKPP, Kemendagri. Termasuk waktu kita (KPU) konsultasi,” sebut Evi.