Bambang tidak menjelaskan secara rinci jaminan apa yang dijanjikan oleh Airlangga agar semua pihak bisa terakomodasi. Ia pun yakin, kesepakatan bisa terpenuhi karena Airlangga berkomitmen menjaga munas tetap sejuk.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mundurnya Bambang Soesatyo sebagai bakal calon ketua umum Partai Golkar perlu disikapi secara komprehensif oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Ada syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua pihak agar tidak terjadi perpecahan dalam tubuh partai setelah Munas X Partai Golkar.
Bambang mengatakan, ia bersama Airlangga telah sepakat untuk melakukan rekonsiliasi secara komprehensif. Ada beberapa nama yang diajukan Bambang untuk masuk dalam struktur kepengurusan DPP Partai Golkar, seperti Nusron Wahid, Ridwan Hisjam, Ahmadi Noor Supit, dan Darul Siska. Kelima nama tersebut merupakan pendukung Bambang ketika proses pencalonan ketua umum.
”Kalau dari pihak Airlangga ada beberapa nama, yaitu Agus Gumiwang, Azis Syamsuddin, dan Melchias Marcus Mekeng. Saya menunjuk lima nama tersebut dengan harapan kita semua bisa saling mengakomodasi, komunikasi, dan saling pengertian,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Bambang tidak menjelaskan secara rinci jaminan apa yang dijanjikan oleh Airlangga agar semua pihak bisa terakomodasi. Ia pun yakin, kesepakatan ini bisa terpenuhi karena Airlangga telah berkomitmen untuk menjaga munas tetap sejuk dalam pidatonya saat pembukaan Munas X Golkar, Selasa (3/12/2019), di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta.
”Dalam politik itu semua cair dan sangat tergantung niat baik masing-masing untuk membesarkan Golkar dan menjaga keutuhan,” ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebelum Bambang Soesatyo memutuskan mundur sebagai bakal calon ketua umum Golkar, dia sempat bertemu Airlangga serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Kantor Kemenko Kemaritiman, Selasa siang. Bambang pun memutuskan batal maju dalam bursa calon ketua umum Golkar pada pertemuan tersebut.
Sementara itu, Airlangga meminta agar proses rekonsiliasi jangan dipermasalahkan karena sebagian besar pendukung Bambang telah menjadi pengurus DPP periode kali ini. Ia pun masih enggan membahas mekanisme rekonsiliasi lebih lanjut.
”Para pendukung Bambang sebenarnya juga merupakan pengurus DPP Golkar. Mereka jadi pengurus karena mendapat persetujuan dan tanda tangan saya ketika dua tahun lalu, termasuk Bambang yang juga menjadi pengurus DPP. Saya rasa itu tidak menjadi isu lagi karena mereka adalah pengurus Golkar yang saya rekrut dengan cara demokratis,” katanya, Rabu.
Sebelumnya, Airlangga turut mengapresiasi mundurnya Bambang sebagai bakal calon ketua umum. Menurut dia, Bambang telah setia menjaga komitmennya agar Golkar tidak terpecah selama munas.
”Beliau menyampaikan dengan tegas untuk setia pada komitmen bersama dengan mengedepankan persatuan dan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi. Kami telah bertemu dan dia menarik diri dari bursa pencalonan ketua umum,” kata Airlangga dalam pidatonya saat pembukaan Munas X Partai Golkar.
Tetap dirangkul
Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menyarankan agar sebaiknya para pendukung Bambang bisa dirangkul masuk dalam struktur kepengurusan DPP. Namun, tetap perlu ada obyektivitas dalam memasukkan kader dalam struktur kepengurusan.
”Harus ada ukuran obyektivitas apakah yang bersangkutan tepat atau tidak. Dalam konteks Golkar, ada standardisasinya, seperti prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela. Hal ini harus jadi tolok ukur untuk menetapkan seseorang masuk dalam kepengurusan atau tidak,” ujarnya.
Secara terpisah, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan, Partai Golkar mengelola konflik internal secara tepat agar tidak terjadi perpecahan internal. Perpecahan ini berpotensi menggerus suara Golkar dalam Pemilu 2024.
”Ada banyak faksi dalam Partai Golkar yang perlu diakomodasi oleh ketua umum nantinya. Jika tidak terakomodasi, hal ini berpotensi menimbulkan konflik setelah munas berakhir,” katanya.
Menurut Arya, potensi konflik terbesar salah satunya berdampak pada perpecahan. Sejumlah elite keluar, kemudian membangun partai politiknya sendiri.
”Sejumlah partai yang merupakan pecahan Golkar adalah Nasdem, Gerindra, Hanura, dan Partai Berkarya. Para elite tersebut membawa gerbong dari Golkar sehingga suara pendukungnya pun terpecah ke sejumlah partai,” ujarnya.