Sebanyak 451 RUU Diusulkan, Hanya 150 yang Bakal Dibahas
Berkaca pada rendahnya kinerja legislasi 2014-2019, jumlah RUU yang masuk Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 bakal dibatasi sebanyak 150 RUU. Jumlah ini jauh turun dibanding Prolegnas 2015-2019 sebanyak 189 RUU.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Legislasi DPR menerima usulan 451 rancangan undang-undang dari alat-alat kelengkapan DPR, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah. Namun, hanya 150 di antaranya yang akan masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Jangka Menengah, 2020-2024. Pembatasan berkaca pada kinerja legislasi pemerintah dan DPR 2019-2024.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas seusai rapat kerja penyusunan Prolegnas dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Jakarta, Rabu (4/12/2019), mengatakan, dari jumlah 189 rancangan undang-undang (RUU) di Prolegnas 2015-2019, pemerintah dan DPR kala itu hanya bisa menyelesaikan 90 RUU.
”Ini menjadi tanggung jawab bersama antara DPR, pemerintah, dan DPD. Pada periode ini, target yang ditetapkan tidak terlalu banyak dan disesuaikan dengan kemampuan yang ada,” katanya.
Oleh karena itu, rapat menyepakati hanya 150 RUU yang masuk Prolegnas 2020-2024. Jumlah itu berdasarkan pada kemampuan setiap alat kelengkapan DPR, yaitu 11 komisi, baleg, dan panitia khusus, dalam menyelesaikan RUU.
Rinciannya, setiap komisi dan baleg mendapatkan jatah untuk mengajukan dua RUU per tahun. Adapun pansus berhak mengajukan tiga RUU.
”Dari gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam lima tahun ada 135 RUU yang bisa diselesaikan. Dan untuk tetap membuka ruang usulan dari DPR, pemerintah, dan DPD yang belum ada di Prolegnas, kami tetapkan target Prolegnas kami adalah 150 RUU,” kata Supratman.
Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan, rendahnya kinerja legislasi lima tahun ke belakang juga menjadi tanggung jawab pemerintah.
”Perlu ada penguatan sinergi antarlembaga untuk meminimalkan ego sektoral dalam pembahasan RUU. Ke depan, paradigma pembahasan RUU juga perlu diubah, bukan mengutamakan kuantitas, melainkan kualitas,” katanya.
Pemerintah juga berkomitmen menyederhanakan prosedur pembuatan perundang-undangan. Salah satunya dengan menggunakan pendekatan omnibus law, yaitu menyinkronkan substansi sejumlah regulasi yang tumpang tindih menjadi satu.
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang dari DPD Alirman Sori mengatakan, berdasarkan evaluasi Prolegnas periode lalu, perencanaan legislasi memang harus dipikirkan kembali. Hal itu diperlukan agar kualitas dan kuantitas legislasi bisa berbobot, reformasi regulasi bisa tercapai, dan terhindar dari disharmonisasi.
Ratusan usulan
Supratman mengatakan, sejauh ini sudah ada 451 usulan RUU, baik berasal dari DPR, pemerintah, maupun DPD. Sejumlah usulan itu akan diverifikasi kembali karena masih banyak yang memiliki kesamaan judul dan substansi. Hasil penyisiran itu yang kemudian akan dinilai kelayakannya untuk masuk dalam prolegnas tahunan 2020 dan jangka menengah 2020-2024.
Ada tiga pertimbangan dalam memasukkan RUU ke dalam Prolegnas 2020. Pertama, RUU yang pada periode lalu sudah masuk ke tahap pembahasan tingkat satu atau RUU carry over. Kedua, sudah dilengkapi dengan draf dan naskah akademik. Ketiga, memenuhi urgensi tertentu seperti terkait konflik atau bencana alam.
Untuk masuk ke Prolegnas 2020, DPR mengajukan 15 RUU, di antaranya RUU tentang Pemilu, RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan RUU tentang Pemasyarakatan. Adapun DPD mengajukan 10 RUU, antara lain RUU tentang Daerah Kepulauan, RUU tentang Bahasa Daerah, dan RUU tentang Pengembangan Daya Saing Daerah.
Sementara itu, pemerintah mengajukan 15 RUU untuk masuk Prolegnas 2020. Dua di antaranya adalah omnibus law, yaitu RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Selain itu, pemerintah juga memprioritaskan RUU tentang Ibu Kota Negara. Yasonna mengatakan, ketiganya masuk dalam kategori superprioritas.