Peningkatan taraf hidup manusia menjadi prioritas pengembangan kawasan di perbatasan Tanah Air sehingga perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan akan mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Oleh
Ikhsan Mahar
·4 menit baca
RAJA AMPAT, KOMPAS — Pemerintah akan terus membenahi kawasan perbatasan, terutama di wilayah yang terisolasi dan sulit diakses dengan alat transportasi umum. Peningkatan taraf hidup manusia menjadi prioritas sehingga perbaikan sarana pendidikan, kesehatan, hingga menggali potensi daerah menjadi program utama pemerintah untuk menghadirkan kesetaraan bagi masyarakat di beranda negeri.
Salah satu kawasan perbatasan yang menjadi perhatian ialah Pulau Rutum, Distrik Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Adapun pulau itu merupakan pulau yang memiliki sistem pemerintahan terluar di Papua Barat. Pulau Rutum berbatasan laut dengan wilayah negara Kepulauan Palau.
Meski demikian, untuk menuju Pulau Rutum tidak ada kapal umum yang berlabuh dari Kota Sorong maupun Kota Waisai (ibu kota Kabupaten Raja Ampat). Apabila warga Pulau Rutum ingin menuju Sorong atau Waisai, mereka harus menggunakan kapal kayu yang menempuh waktu sekitar 14 jam perjalanan.
Pelaksana Tugas Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan Suhajar Diantoro menuturkan, pemerintah pusat memiliki program utama untuk menjamin situasi batas negara tetap aman dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tetapi, membuka keterpencilan di wilayah laut, seperti di Pulau Rutum, lebih sulit dibandingkan di kawasan perbatasan darat.
”Meski begitu, secara bertahap kami akan memperbaiki ketertinggalan di wilayah perbatasan, mulai dari pendidikan, kemudian potensi kesehatan. Dan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kami juga akan mengkaji potensi daerah, terutama yang menjanjikan di Pulau Rutum adalah potensi wisata,” ujar Suhajar di Pulau Rutum, Sabtu (8/12/2019).
Dalam kesempatan kunjungan ke Pulau Rutum itu hadir pula Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, Panglima Kodam XVIII/Kasuari Mayor Jenderal (TNI) Joppye Onesimus Wayangkau, Kepala Polda Papua Barat Brigadir Jenderal (Pol) Herry Rudolf Nahak, Kepala Staf Komando Armada III TNI AL Laksamana Pertama Maman Firmansyah, serta Bupati Raja Ampat Abd Faris Umlati.
Untuk membiayai pembangunan di perbatasan, menurut Suhajar, pemerintah pusat memiliki dana dari kementerian/lembaga terkait yang akan mendukung anggaran pembangunan perbatasan milik pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Selain kebutuhan masyarakat, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RI juga secara bertahap akan meningkatkan sistem pertahanan.
Dominggus menuturkan, Pemerintah Papua Barat akan berupaya mengolaborasikan program pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan.
Dominggus mengakui, wilayah perbatasan cenderung belum tersentuh berbagai sektor pembangunan, tetapi ia berjanji perbaikan pelayanan pemerintah secara bertahap akan ditingkatkan.
”Kami ingin bekerja sama dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menghadirkan program yang tepat agar mampu menghadirkan pemerataan dan keadilan pembangunan bagi masyarakat perbatasan. Sebab, mereka adalah cerminan terdepan Indonesia dan Papua Barat,” ucap Dominggus.
Salah seorang warga Pulau Rutum, Sau (30), mengungkapkan, sarana pendidikan dan kesehatan menjadi persoalan di Pulau Rutum. Di pulau itu, sekolah hanya terdapat satu sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama.
”Kalau mau melanjutkan ke SMA, kita harus ke Waisai atau Sorong,” kata Sau, yang mengenyam pendidikan SMA di Sorong.
Sementara itu, untuk sarana kesehatan, di Pulau Rutum belum ada puskesmas. Untuk mendapat bantuan tenaga medis, mereka harus menuju ke Pulau Reni yang berjarak sekitar 30 menit perjalanan dengan kapal kayu.
Keamanan
Dari sisi keamanan, Maman mengungkapkan, pihaknya memiliki keterbatasan fasilitas untuk mengamankan daerah laut. Keterbatasan itu terkait keperluan untuk mengawasi ancaman keamanan di wilayah perairan yang sangat luas.
Maman mencontohkan, beberapa waktu lalu, diduga ada pesawat nirawak yang masuk kawasan perbatasan Papua Barat. Namun, karena pasukan Pos TNI Angkatan Laut di Pulau Fani hanya mampu mengawasi dengan mata, pihaknya tidak bisa mengonfirmasi keberadaan pesawat nirawak yang melintasi kawasan Papua Barat.
”Kita memang memiliki keterbatasan fasilitas, tetapi secara bertahap kami akan tingkatkan kebutuhan personel pengamanan perbatasan,” kata Joppye.
Untuk menandakan kedaulatan wilayah Indonesia di perbatasan, pemerintah Papua Barat dan Kementerian Dalam Negeri membangun prasasti Bhinneka Tunggal Ika di Pulau Fani. Pembangunan prasasti itu ditandai dengan peletakan batu pertama pada Sabtu kemarin. Pulau Fani adalah pulau tak berpenghuni yang menjadi pulau paling luar yang terdapat pos pengamanan TNI AL.