Status Bebas Korupsi untuk Instansi yang Tersangkut Kasus Korupsi
Substansi program wilayah bebas dari korupsi serta wilayah birokrasi bersih dan melayani dinilai belum sejalan dengan prinsip-prinsip antikorupsi. Praktik penilaian pun didominasi urusan administrasi.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu/Nina Susilo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerakan bebas korupsi di instansi pemerintah melalui pembangunan zona integritas masih jauh dari harapan. Ketercapaian substansial gerakan itu juga dipertanyakan sebab korupsi justru terjadi di sejumlah instansi yang memperoleh gelar wilayah bebas korupsi.
Berdasarkan catatan Kompas, gerakan bebas korupsi melalui zona integritas menuju wilayah bebas korupsi di lingkungan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah telah dicanangkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) sejak 2012.
Sebagai percontohan, gerakan tersebut saat itu dimulai di Kementerian Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Pemerintah Kota Aceh Tengah, serta Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Gerakan dibumikan untuk mencegah korupsi dan kolusi oleh aparatur sipil negara (Kompas, 17/4/2012).
Tujuh tahun setelah itu, Kementerian PANRB di Jakarta, Selasa (10/12/2019), memberikan penghargaan kepada 16 pemimpin perubahan dari 16 instansi. Sejumlah instansi itu diapresiasi karena mampu membangun zona integritas di instansi masing-masing dengan menyabet gelar wilayah bebas dari korupsi (WBK) serta wilayah birokrasi bersih dan melayani (WBBM).
Penilaian dilakukan selama empat bulan oleh Kementerian PANRB dengan menyertakan hasil penilaian masyarakat serta hasil survei Ombudsman dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Penghargaan diserahkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Penyerahan anugerah sekaligus untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember.
Ke-16 instansi itu antara lain Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Perhubungan.
Instansi lainnya adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pertanahan Nasional, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Kepolisian Negara RI, TNI, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Namun, status WBK yang didapatkan sejumlah instansi tak serta-merta berarti bahwa instansi bebas dari kasus korupsi. Pada Maret 2019, misalnya, KPK menangkap bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy di Surabaya, Jawa Timur. Ia diduga menerima suap dari dua pejabat Kementerian Agama terkait pengisian jabatan di instansi tersebut (Kompas, 16/3/2019).
Lima bulan setelahnya, giliran jaksa pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta ditangkap KPK. Jaksa itu diduga menerima suap terkait proyek yang diawasi Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D). Adapun TP4D merupakan institusi yang dibentuk Jaksa Agung HM Prasetyo pada 2015 atas instruksi Presiden Joko Widodo, untuk mempercepat penyerapan anggaran di daerah.
Tjahjo Kumolo mengakui, meski gerakan antikorupsi telah dibangun di instansi pemerintah, kasus korupsi yang melibatkan pimpinan ataupun kepala daerah memang masih terjadi. Hal itu dianggap sebagai kesalahan individu yang tidak bisa digeneralisasikan pada semua lembaga.
Menurut dia, tujuan zona integritas adalah membangun sistem kelembagaan yang bebas dari korupsi, antara lain dengan menghilangkan praktik pungutan liar dan mempercepat respons terhadap pengaduan masyarakat.
”Ini kita pisahkan, kalau oknum adalah masalah perorangan yang terindikasi korupsi, sedangkan (dengan zona integritas), sistem lembaganya yang ingin kita pacu,” ujar Tjahjo.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengapresiasi program zona integritas menuju WBK dan WBBM sebagai inisiatif untuk memacu lembaga pemerintah memperbaiki tata kelola internal.
Namun, substansi program itu dinilai belum sejalan dengan prinsip-prinsip antikorupsi, salah satunya mengenai transparansi. Keterbukaan masih menjadi persoalan utama pada sebagian lembaga pemerintah.
Praktik penilaian zona integritas pun didominasi urusan administrasi. Berbeda dengan mekanisme yang dibangun dalam program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang dikoordinasikan KPK.
Oleh karena itu, konsep zona integritas ini semestinya diintegrasikan ke dalam Stranas PK. Integrasi itu dapat menghilangkan perbedaan mekanisme, standar, dan substansi antikorupsi yang ingin dicapai.
”Perlu ada peninjauan kembali terhadap konsep zona integritas yang diperkenalkan Kementerian PANRB. Sistem ini semestinya digabungkan dengan tim Stranas PK agar ada rumusan baru mengenai zona integritas. Konsep baru itu yang nantinya mengakomodasi prinsip-prinsip antikorupsi yang lebih substansial,” ujar Oce.
Pekerjaan rumah
Selain instansi yang menerima status WBK dipertanyakan, capaian program zona integritas menuju WBK dan WBBM masih jauh dari harapan.
Setelah tujuh tahun sejak pencanangan, baru ada 779 unit kerja yang berstatus WBK dan 57 unit kerja yang mendapatkan predikat WBBM. Padahal, ada 34 kementerian/lembaga dan 514 pemerintah daerah, dan setiap instansi rata-rata memiliki ratusan unit kerja.
Tjahjo mengakui, capaian itu memang baru sebagian kecil dari total unit kerja yang ada di seluruh instansi, baik kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Unit kerja yang mendapatkan WBK dan WBBM pun masih sebatas percontohan, yang diharapkan dapat memicu perubahan serupa pada unit kerja lainnya.
”Kami menargetkan semua bisa WBK dan WBBM dalam dua tahun ke depan. Saya memberikan penghargaan ini secara langsung untuk merangsang instansi dan unit kerja supaya bersemangat,” katanya.
Wakil Jaksa Agung Arminsyah mengakui, capaian WBK dan WBM di Kejaksaan baru sekitar 10 persen dari total unit kerja. ”Tahun ini kami mendapatkan 52 WBK dan 5 WBBM, tetapi unit kerja bisa sampai 500 lebih,” katanya.
Untuk memperluas WBK dan WBBM, Kejaksaan menduplikasi pola kerja yang sudah diterapkan unit-unit yang berhasil. Setiap pemimpin unit yang sukses juga diganjar promosi kenaikan jabatan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga mengakui, baru tahun ini ada enam unit kerja di lingkup Provinsi Jawa Timur yang berhasil mendapatkan predikat bebas korupsi. Prestasi ini diharapkan bisa memicu unit kerja lainnya untuk menunjukkan komitmen serupa.
Menurut Ma’ruf Amin, pembangunan zona integritas harus diperluas. Hal itu terkait dengan tingginya harapan masyarakat terhadap birokrasi yang transparan, akuntabel, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Salah satu caranya, dengan membangun sistem pelayanan yang cepat, murah, tidak diskriminatif, dan berkualitas.
Selain itu, birokrasi ke depan juga harus semakin inovatif dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Sebab, integritas birokrasi yang semakin baik akan berbanding lurus terhadap kepercayaan publik. Pada tingkatan selanjutnya, reformasi birokrasi pun menjadi penentu keberhasilan agenda pembangunan.