Kampus dan Masyarakat Sipil Kunci Masa Depan Antikorupsi
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia kini bergantung pada masyarakat sipil dan jejaring kampus yang berfungsi sebagai penyeimbang dalam situasi politik terkini. Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjadi garda depan pemberantas korupsi perlu pengawasan ketat mengingat adanya pergantian pimpinan dan berlakunya UU Nomor 19 Tahun 2019.
“Peran masyarakat sipil sangat dibutuhkan untuk ikut mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan, termasuk KPK juga nantinya. Perlu konsolidasi dari kalangan kampus, NGO, hingga media yang independen,” ujar Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko dalam Seminar Nasional bertema \'Penindakan dan Pencegahan Korupsi, serta Tantangan Pemberantasan Korupsi ke depan\' yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute di Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi pun, lanjut dia, tak konsisten. Wacana penjatuhan hukuman mati terhadap pelaku korupsi seolah hanya sebagai pencitraan untuk menarik kembali kepercayaan publik tentang upaya pemberantasan korupsi di pemerintahannya. Mengingat sebelumnya, muncul grasi terhadap koruptor dan revisi UU KPK.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra yang juga turut hadir berpendapat, kondisi tak menguntungkan bagi pemberantasan korupsi dapat terus berlanjut.
“Bukan tidak mungkin nanti tidak hanya KPK yang menelan kepahitan, tapi lembaga lain di luar pemerintah seperti ICW (Indonesia Corruption Wacth), Paramadina Public Policy Institute, LSM, dan lainnya akan terdampak,” kata Azra.
Hal ini tak dapat dilepaskan dari politik transaksional yang tengah dilakukan antara eksekutif dan legislatif. “Ini terkait sistem politik demokrasi yang semakin transaksional yang ikut menggiring terjadinya korupsi meluas dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Sebetulnya itu bisa dicegah, kalau kepemimpinan puncak ikut mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.” ujar Azra.
Direktur Pelayanan Masyarakat KPK Giri Suprapdiono menyampaikan, dampak dari berlakunya UU KPK kini cukup dirasakan KPK. Operasi tangkap tangan tetap dapat dilakukan tapi membutuhkan banyak pertimbangan hukum yang harus diperhatikan berdasarkan regulasi baru.
Sehingga, pengungkapan kasus korupsi melalui case building pun menjadi pilihan, meski sebenarnya tak mudah. “Pencegahan juga tak akan efektif jika penindakan tak berjalan,” kata Giri.