Hasil evaluasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Pemilihan Kepala Daerah 2018, tak semua dana kampanye calon masuk dan keluar dari rekening khusus dana kampanye.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan rekening khusus dana kampanye calon kepala/wakil kepala daerah di pemilihan kepala daerah hanya formalitas untuk memenuhi syarat undang-undang. Calon diduga menggunakan rekening lain atau memilih transaksi tunai agar tak terpantau oleh penyelenggara pemilu.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan hal itu saat mengevaluasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Dari hasil evaluasi, tak semua uang yang masuk ataupun keluar untuk kepentingan pilkada calon melalui rekening khusus dana kampanye yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Deputi Pemberantasan PPATK Firman Shantyabudi, di Jakarta, Jumat (13/12/2019), menduga ada rekening lain di luar yang didaftarkan ke KPU untuk dana kampanye.
Dugaan lain, dana kampanye lebih banyak ditransaksikan secara tunai. Sinyalemen ini kuat karena tingginya besaran transaksi keuangan tunai di setiap pilkada, bahkan terus meningkat. Meski demikian, PPATK belum bisa menjelaskan lebih detail terkait peningkatan tersebut.
Selain itu, ada pula upaya dari calon untuk mengelabui penyelenggara pemilu. ”Ada calon yang saat diminta nomor rekening bank justru memberikan nomor kartu kredit,” lanjutnya.
Akibatnya, pemasukan dan pengeluaran kampanye calon tak terpantau.
Padahal, Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mewajibkan setiap calon memiliki rekening khusus dana kampanye. Hal ini diatur pula dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pilkada yang merupakan aturan turunan dari UU No 10/2016. Kemudian, setiap pemasukan, baik dana calon maupun sumbangan, juga pengeluaran untuk kampanye harus melalui rekening itu.
Selanjutnya, rekening akan diaudit oleh akuntan publik yang ditunjuk KPU. Audit salah satunya untuk melihat apakah besaran sumbangan sesuai dengan yang diatur di UU Pilkada. Sebab, ada batasan sumbangan dana kampanye dari perseorangan ataupun swasta.
Selain akuntan publik, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga dapat mengakses informasi data terkait laporan dana kampanye.
Firman mendorong pengaturan terkait rekening khusus dana kampanye diperketat untuk menjaga penyelenggaraan pilkada bersih dan berintegritas.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, seluruh data dan temuan PPATK akan diserahkan kepada KPU dan Bawaslu. Harapannya, temuan PPATK bisa digunakan untuk memperbaiki penyelenggaraan pilkada, khususnya hal-hal yang terkait dana kampanye calon.
Tak berhenti di situ, PPATK bakal melanjutkan penelitian dana kampanye pilkada. ”Tidak tertutup kemungkinan pula kami menelusuri transaksi keuangan mencurigakan terkait pelaksanaan pilkada,” ujarnya.
Pelaporan
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, tak menampik keberadaan rekening khusus dana kampanye sering kali hanya formalitas untuk memenuhi syarat undang-undang. Di luar rekening tersebut, calon memiliki rekening lain.
Yang berbahaya dari praktik itu, rekening ”liar” tersebut digunakan untuk menampung uang hasil kejahatan yang kemudian dipakai kampanye. Hal ini yang perlu diantisipasi. Salah satunya, proses pelaporan dana kampanye harus diperketat.
”Selama ini, kan, pelaporan dana kampanye lebih banyak ke formal, bahwa ada ketahuan berapa yang masuk, siapa yang memberi, dan berapa pengeluarannya. Tetapi, kan, kita tidak tahu apakah itu yang riil atau tidak,” ucapnya.
Dalam Peraturan KPU Dana Kampanye, menurut dia, KPU perlu menambah indikator keabsahan pelaporan dana kampanye. Selain secara formal seperti bukti kuitansi, perlu pula ada indikator penilaian secara riil. Salah satunya, dengan menerima masukan dari hasil pengawasan.
”Jadi, misalnya, calon melaporkan dana kampanye Rp 200 juta, tetapi Bawaslu menemukan biaya kampanyenya bisa sampai Rp 500 juta. Mau atau tidak KPU untuk menerima itu?” ujarnya.
Sejumlah komisioner KPU yang coba dihubungi Kompas belum menjawab pertanyaan terkait masukan PPATK dan Bawaslu. Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, hanya menjawab bahwa aturan mengenai dana kampanye sudah diatur di PKPU Dana Kampanye Peserta Pilkada. Dia menolak menjawab masukan PPATK dan Bawaslu agar pengaturan dana kampanye dibuat lebih ketat.