Badan Pengawas Pemilu mendorong KPU menerbitkan peraturan detail menyusul putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat jeda waktu lima tahun bagi mantan narapidana korupsi yang hendak mencalonkan diri.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu mendorong Komisi Pemilihan Umum menerbitkan peraturan detail menyusul putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat jeda waktu lima tahun bagi mantan narapidana korupsi yang hendak mencalonkan diri dalam pilkada. Koordinasi dengan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung bakal dilakukan untuk memastikan informasi dan data faktual mengenai status hukum calon bersangkutan.
Ketua Bawaslu Abhan, Jumat (13/12/2019), aturan detail itu misalnya dibutuhkan ketika seseorang yang menjalani hukuman selama lima tahun dan lantas bebas bersyarat setelah menjalani hukuman selama empat tahun. Kurangnya masa hukuman di kurungan selama satu tahun itu mesti didetailkan, apakah termasuk ke dalam definisi telah menyelesaikan masa hukuman ataukah tidak.
Nah, apakah ini (hukuman bebas bersyarat), termasuk (mulai dihitungnya masa jeda saat keluar penjara)? Itu harus diatur, kalau tidak (diatur), potensi masalah juga.
”Nah, apakah ini (hukuman bebas bersyarat), termasuk (mulai dihitungnya masa jeda saat keluar penjara)? Itu harus diatur, kalau tidak (diatur), potensi masalah juga,” kata Abhan.
Abhan mengatakan, Bawaslu akan berkoordinasi dan menjalin kerja sama dengan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung untuk memastikan status hukum calon kepala daerah yang akan mengikuti pilkada. Hal ini dilakukan guna memastikan kapan seseorang menjalani masa hukuman dalam penjara, selama berapa lama, dan kapan yang bersangkutan bebas.
”Bisa juga (dengan menandatangani) MOU (nota kesepahaman). (Bawaslu) akan koordinasi untuk memastikan data itu valid,” kata Abhan.
Ia juga mengimbau agar partai-partai politik bisa mengusung calon-calon yang dinilai baik untuk kontestasi pilkada. Proses terkait kepastian untuk mencalonkan orang-orang yang bebas dari tindak pidana korupsi akan sangat tergantung dari partai politik.
Selain itu, Abhan juga menggarisbawahi pentingnya pengumuman mengenai latar belakang calon kepala daerah yang sebelumnya tersangkut kasus kriminal. Menurut Abhan, harus ada pengaturan yang tegas mengenai media massa yang bisa memuat tentang pengumuman tersebut.
Misalnya saja jika pengumuman dilakukan di media cetak, Abhan mengatakan agar diatur pengumuman itu dapat diterbitkan di media cetak yang terbit secara reguler alih-alih di media yang terbit secara temporer dan lantas menghilang. Abhan menambahkan, hal ini sekaligus juga agar bisa dilakukan di tingkatan daerah dengan sejumlah media kredibel yang ditunjuk untuk hal tersebut.
Revisi PKPU
Wahyu Setiawan, anggota KPU, pada hari yang sama mengatakan, pihaknya akan sesegera mungkin melakukan revisi terhadap Peraturan KPU Nomor 18/2019 tentang pencalonan dalam Pilkada menyusul putusan MK tersebut. Ia mengatakan hal itu terkait pula dengan pencalonan untuk calon perseorangan yang sudah mulai berlangsung. ”Sehingga yang tentu dalam satu pekan ke depan, maksimal, bisa kita rampungkan,” kata Wahyu.
Terkait dengan jeda lima tahun bagi eks napi koruptor untuk mencalonkan diri, Wahyu menyebutkan hal itu dihitung dari saat selesainya yang bersangkutan melaksanakan hukuman.
Mengenai masukan untuk mendetailkan sejumlah syarat dalam PKPU Pencalonan, Wahyu mengatakan, KPU memperhatikan dan menghormati pandangan-pandangan tersebut. Terkait dengan jeda lima tahun bagi eks napi koruptor untuk mencalonkan diri, Wahyu menyebutkan, hal itu dihitung dari saat selesainya yang bersangkutan melaksanakan hukuman. “Jadi lima tahun itu terhitung sejak itu,” ujar Wahyu.
Sebelumnya pada Rabu lalu, Evi Novida Ginting, anggota KPU, mengatakan, putusan itu diharapkan bisa memberikan batasan kepada mantan narapidana korupsi. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa apapun putusan MK, KPU akan menindaklanjutinya dan tidak bisa memberikan komentar terkait putusan.
Adapun yang berhubungan dengan putusan terkait keharusan bagi calon kepala daerah untuk mengumumkan latar belakang dirinya sebagai mantan narapidana, Evi menyebutkan, KPU sudah mengaturnya dalam PKPU terkait. Pada aturan yang tercantum dalam Pasal 103A PKPU Nomor 18 Tahun 2019 itu disebutkan bahwa KPU provinsi dan kabupaten/kota wajib mengumumkan dalam laman dan akun media sosial terkait calon kepala daerah yang berstatus terpidana atau mantan narapidana.
Evi menambahkan bahwa pengumuman itu ditujukan untuk bisa diakses oleh pemilih. Ia menambahkan bahwa hal tersebut yang akan dipersiapkan KPU untuk Pilkada Serentak 2020.
Editor:
suhartono
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.