PDI-P belum menentukan pilihan calon yang akan diusung pada Pilkada Solo 2020. Analisis terhadap sejumlah pertimbangan masih dilakukan, salah satunya hasil survei dari 14 lembaga yang direkrut PDI-P.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat keterpilihan Gibran Rakabuming Raka sembilan bulan jelang Pemilihan Kepala Daerah Solo 2020 masih jauh tertinggal dari petahana Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo. Masyarakat cenderung lebih memilih bakal calon yang terbukti telah berpengalaman dan memiliki kompetensi dalam memimpin daerah.
Sejumlah pertimbangan akan dianalisis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk memilih satu di antara kedua tokoh yang melamar untuk maju dalam Pilkada 2020. Survei Median yang diselenggarakan pada 3-9 Desember 2019 terhadap 800 responden dengan margin of error sebesar 3,5 persen di Kota Solo, Jawa Tengah, menemukan, ada 18 tokoh potensial untuk maju dalam Pilkada Solo 2020.
Akan tetapi, hanya lima orang yang paling dikenal masyarakat. Hal itu tampak dari tingkat pengenalan yang mencapai lebih dari 40 persen.
Mereka adalah Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo; pengusaha dan putra kandung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka; anggota DPRD Kota Solo, Teguh Prakosa; anggota DPRD Kota Solo, Dinar Ratna Indrasari; dan putra Sukmawati Soekarnoputri, Paundra Sukmaputra.
”Dari lima tokoh itu, sebenarnya persaingan hanya terjadi pada dua tokoh, yaitu Purnomo dan Gibran,” kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun, di Jakarta, Senin (16/12/2019).
Rico menjelaskan, hal itu bisa dilihat dari tingkat pengenalan masyarakat terhadap Purnomo yang mencapai 94,5 persen. Sementara Gibran dikenal sebanyak 82,3 persen masyarakat.
Sekalipun demikian, jarak elektabilitas keduanya masih terentang jauh. Dari hasil pertanyaan terbuka, tingkat keterpilihan Purnomo sebesar 40,9 persen, sedangkan Gibran 19,1 persen. Kemudian, dari hasil pertanyaan terbuka, elektabilitas Purnomo mencapai 45 persen, hampir dua kali lipat dari elektabilitas Gibran 24,5 persen.
Motif emosional
Temuan lainnya dari survei Median adalah adanya perbedaan mencolok dalam aspek pemilih dan motif pemilihan kedua calon. Dilihat dari segi usia, sebagian besar pemilih Gibran adalah anak muda yang berumur 17-39 tahun. Sementara mayoritas pemilih Purnomo berusia 40 tahun ke atas.
Motif pemilihan kedua calon juga amat berbeda. ”Purnomo lebih dipilih karena alasan rasional, sedangkan pemilih Gibran mengedepankan unsur emosional,” ujarnya.
Purnomo dipilih karena alasan berpengalaman (42,5 persen), merakyat (8,3 persen), dan belum ada calon lain (6,1 persen). Adapun para pemilih Gibran mempertimbangkan unsur usia muda (27,8 persen), anak dari Jokowi (18,5 persen), serta sosok pengusaha kreatif (13 persen).
Melihat motif tersebut, lanjut Rico, keduanya harus mengadopsi kelebihan satu sama lain untuk bisa memastikan peningkatan elektabilitas. Namun, upaya lebih keras perlu dilakukan Gibran karena yang harus dia kejar adalah persepsi terkait rekam jejak dan kompetensi dalam memimpin daerah. Tantangan bagi Gibran juga semakin berat karena elektabilitasnya turut dipengaruhi kinerja Jokowi.
”Masih ada waktu sembilan bulan sebelum Pilkada 2020. Gibran harus bisa melakukan langkah-langkah di luar pencitraan. Ia harus berfokus untuk menunjukkan kompetensi. Publik harus diyakinkan dengan cara adu gagasan, adu visi dan misi,” tutur Rico.
Restu partai
Baik Gibran maupun Purnomo tengah menunggu restu dari partai yang sama, yaitu PDI-P. Purnomo, yang menjabat Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo, telah mengantongi restu DPC untuk kembali berkontestasi.
Akan tetapi, Gibran juga mendaftarkan diri untuk menjadi bakal calon wali kota ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Jawa Tengah pada Kamis (12/12/2019). Sebelumnya, ia pun menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di kediamannya, Jakarta, akhir Oktober 2019.
Di Surakarta, pilihan para pemilih PDI-P masih terbelah. Sebanyak 43,7 persen memilih Purnomo, sedangkan 36,7 persen memilih Gibran.
Dihubungi terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Arif Wibowo mengatakan, partai belum menentukan pilihan calon yang akan diusung pada Pilkada Solo 2020. Analisis terhadap sejumlah pertimbangan masih dilakukan, salah satunya hasil survei dari 14 lembaga yang direkrut PDI-P. Adapun hasil survei di luar 14 lembaga itu menjadi masukan bagi partai walaupun belum tentu memengaruhi keputusan internal.
Ia menambahkan, sejumlah standar diterapkan kepada lembaga-lembaga yang direkrut. Di antaranya nilai margin of error maksimal 5 persen dan minimal jumlah responden 400 orang. Survei dilakukan lebih dari sekali.
”Hasil dari sejumlah lembaga survei itu paling lambat akan diberikan kepada kami pada 24 Desember mendatang,” ujarnya.
Selain itu, pilihan juga didasarkan pada hasil konsolidasi internal, dinamika politik, dan isu yang berkembang di daerah. Pasangan calon nantinya juga akan diuji kelayakan dan kepatutan.
”Keputusan (pencalonan) akan kami ambil paling lambat pada April 2020. Supaya ada kesempatan lebih untuk menganalisis dan rekomendasi yang diturunkan itu diambil secara haqqul yaqin,” ucap Arif.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, hingga saat ini kesempatan bagi semua calon masih terbuka. Mereka berkesempatan untuk mengenal dan memahami aspirasi rakyat sebelum berkontestasi pada Pilkada 2020.
PDI-P juga terbuka pada kehadiran generasi muda. Mereka perlu mengenal bahwa politik merupakan praktik untuk membangun masa depan, berkaca dari sejarah pembangunan bangsa pun digerakkan kaum muda. ”Atas dasar hal tersebut, anak-anak muda akan digembleng melalui sistem kaderisasi di partai,” ujar Hasto.
Adapun Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P akan menuntaskan pemetaan politik terkait pilkada pada akhir 2019. Pemetaan itu didasarkan pada hasil survei sejumlah lembaga dan kepentingan strategis partai. ”Tugas DPP memetakan politik dan keputusan akan diambil oleh Ibu Ketua Umum,” ucap Hasto.