KPK Berkomitmen Bersih-bersih Korupsi Sektor SDA Mulai Tahun Depan
KPK bekerja sama dengan lembaga dan instansi lain yang terkait akan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di sektor sumber daya alam mulai tahun depan.
Oleh
sharon patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan lembaga dan instansi lain yang terkait akan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di sektor sumber daya alam mulai tahun depan. Sebanyak 14 provinsi di Indonesia akan menjadi sasaran program peningkatan penegakan hukum tersebut.
Hal itu mengingat penegakan hukum di sektor sumber daya alam (SDA) masih lemah sehingga menjadi kendala utama pemberantasan korupsi. Dalam periode 2002-2012 saja, ada 70 kasus kejahatan di sektor SDA, tetapi 43 persen terdakwa diputus bebas di pengadilan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Rabu (18/12/2019), mengatakan, selain 43 persen terdakwa diputus bebas, ada 40 persen terdakwa yang mendapat hukuman percobaan. Sementara itu, 2 persen terdakwa bebas dari tuntutan hukum dan 2 persen dari tuntutan hukum ditolak oleh pengadilan.
”Jadi, hanya sekitar 13 persen pelaku (kejahatan di sektor SDA) yang dipenjara. Kita sangat prihatin karena dampaknya bukan hanya penerimaan keuangan negara, tetapi jauh lebih luas, yaitu terkait bencana alam dan kualitas hidup dari masyarakat sekitar hutan,” ujar Agus dalam rapat perdana proyek Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Penegakan Hukum di Sektor Sumber Daya Alam, di Jakarta.
Jadi, hanya sekitar 13 persen pelaku (kejahatan di sektor SDA) yang dipenjara. Kita sangat prihatin karena dampaknya bukan hanya penerimaan keuangan negara, tetapi jauh lebih luas, yaitu terkait bencana alam dan kualitas hidup dari masyarakat sekitar hutan.
Data KPK pada 2013 menunjukkan, suap perizinan di sektor kehutanan sebesar Rp 688 juta hingga Rp 22 miliar per tahun, dengan jumlah kerugian negara yang tercatat sebesar Rp 10,2 miliar. Namun, sesungguhnya biaya sosial korupsi mencapai Rp 923,2 miliar, sementara hukuman finansial hanya Rp 1,7 miliar atau 1,11 persen dari total biaya sosial korupsi.
Oleh karena itu, KPK bekerja sama dengan Kedutaan Besar Norwegia untuk Indonesia menggarap proyek Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Penegakan Hukum di Sektor Sumber Daya Alam. Dalam rapat perdana proyek tersebut, Konselor Kehutanan dan Perubahan Iklim Kedutaan Besar Norwegia Marianne Johansen menyatakan dukungan Norwegia kepada Indonesia.
Hal itu menindaklanjuti kesepakatan Indonesia-Norwegia pada 2010 yang tertuang dalam surat pernyataan kehendak atau letter of intent. Kesepakatan ini dalam rangka mendukung Indonesia mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan serta lahan gambut.
Johansen menyampaikan, pemerintahan yang baik membutuhkan kebijakan yang jelas serta penegakan hukum yang tegas. Proyek kerja sama ini merupakan langkah yang baik untuk mengimplementasikan proyek penyelamatan SDA.
”KPK adalah lembaga yang tepat untuk memimpin proyek ini. Saya percaya, dengan adanya kerja sama yang kuat antarinstansi dan lembaga, masa depan SDA Indonesia akan lebih baik,” lanjutnya.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengemukakan, proyek itu dilandasi keprihatinan KPK karena sektor SDA merupakan sektor penting bagi Indonesia sebagai sumber keuangan negara. Selama empat tahun terakhir, 2016-2019, terdapat potensi pendapatan dan penyelamatan keuangan negara sebesar Rp 16,17 triliun dari sektor SDA.
Syarif menilai, kendala utama dari pemberantasan korupsi di sektor SDA adalah tidak tegasnya para penegak hukum Indonesia. ”Pesan utamanya, kalau para penjahat bisa bekerja sama, kenapa kita, aparat penegak hukum, tidak bisa?” ujarnya.
Kendala utama dari pemberantasan korupsi di sektor SDA adalah tidak tegasnya para penegak hukum Indonesia.
Syarif menyebutkan, proyek Peningkatan Kapasitas dan Koordinasi Penegakan Hukum di Sektor Sumber Daya Alam akan berjalan tiga tahun, dari 2020 hingga 2022. Proyek pun akan dilakukan di 14 provinsi.
Untuk tahun pertama, di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah. Kemudian, Aceh, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Terakhir, Papua Barat, Papua, Maluku, dan Maluku Utara.
Proyek ini, kata Syarif, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas, koordinasi, dan kerja sama aparat penegak hukum dan penyidik pegawai negeri sipil dalam menindak kasus korupsi SDA. Selain itu, tersedianya mekanisme untuk berbagi pengetahuan penanganan kasus korupsi sumber daya alam.
Wakil Ketua KPK terpilih yang kini juga menjabat, Alexander Marwata, berkomitmen melanjutkan proyek ini dalam kepemimpinan KPK 2019-2023. ”Penegakan hukum memang harus kita akui lemah. Maka, mari tiga tahun ke depan kita sama-sama bekerja bersama,” katanya.
Dukungan lembaga lain
Banyak lembaga dan instansi terkait yang turut mendukung proyek ini. Lembaga dan instansi itu adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara RI (Polri), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Ada juga Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Direktur Jenderal Penegak Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosio Ridho Sani menyambut baik proyek itu karena memang diperlukan pengetahuan atas sumber daya alam oleh aparat penegak hukum.
”Menangani kasus sumber daya alam berbeda dengan kasus pidana lain yang dampaknya langsung terlihat. Perlu pengetahuan untuk itu,” ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Mohamad Agung Budijono menyatakan, Polri mendukung penuh proyek tersebut. Polri tengah menunggu tindak lanjut dari proyek, khususnya terkait peningkatan kapasitas bagi aparat penegak hukum melalui kegiatan pelatihan dan penerima manfaat.