Komunikasi yang baik antara pimpinan dan Dewan Pengawas KPK akan berdampak pada kinerja pemberantasan korupsi dalam empat tahun mendatang.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Langkah penegakan hukum tindak pidana korupsi yang menjadi tugas Komisi Pemberantasan Korupsi akan sangat dipengaruhi pola komunikasi antara Dewan Pengawas KPK dengan pimpinan KPK periode 2019-2023. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo diharapkan menunjukkan komitmen nyata dalam penentuan arah politik hukum yang berpihak pada penindakan korupsi.
Meskipun sudah dilantik, Jumat pekan lalu, pimpinan dan Dewan Pengawas KPK masih perlu menunggu peraturan presiden untuk menentukan mekanisme kerja. Hal itu tercantum dalam Pasal 10 Ayat (2) dan Pasal 37C Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam Pasal 10 Ayat (2), misalnya, presiden diwajibkan mengeluarkan Peraturan Presiden mengenai pelaksanaan tugas supervisi KPK terhadap instansi lain dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor). Sementara itu, pada pasal 37C Ayat (2), peraturan presiden diperlukan untuk mengatur organ pelaksana pengawas terhadap komisi antikorupsi itu.
Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, menilai, pimpinan KPK periode 2019-2023 memiliki tugas tidak mudah untuk memenuhi harapan publik terkait pemberantasan korupsi. Sebab, mereka harus memiliki hubungan baik dengan Dewan Pengawas KPK yang memiliki kewenangan untuk mengawasi kinerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
“Berdasarkan UU 19/2019, pemberantasan korupsi seperti sebuah mobil yang memiliki dua pengemudi. Satu, pimpinan KPK yang berwenang menginjak gas untuk melanjutkan upaya penindakan hukum, tetapi di sisi lain, ada Dewan Pengawas yang berperan sebagai penginjak rem untuk memastikan pimpinan KPK tidak terlalu ngebut. Oleh karena itu, komunikasi antara pimpinan dan Dewan Pengawas menjadi kunci untuk mencari titik temu arah pemberantasan korupsi di masa mendatang,” kata Akhiar, Minggu (22/12/2019).
Akhiar mencontohkan, untuk menyadap, pimpinan KPK perlu mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas yang membutuhkan waktu 1x24 jam. Merujuk ketentuan di Pasal 12B UU 19/2019, menurut Akhiar, komunikasi itu diperlukan untuk memastikan kewenangan penyadapan itu tetap efektif dilakukan KPK dalam proses penyidikan sekaligus sebagai alat bukti persidangan.
Terganggu
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai, kehadiran Dewas KPK akan mempersulit penegakan hukum KPK. Tindakan proyustisia yang dilakukan KPK di masa mendatang rentan dipermasalahkan melalui praperadilan atau eksepsi di persidangan, mengingat izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan diberikan oleh Dewas yang notabene bukan bagian dari penegak hukum.
“Pemerintah seakan menghadirkan orang-orang baik di dalam Dewan Pengawas KPK untuk menciptakan iklim yang sehat di masyarakat. Tetapi, di dalam UU 19/2019, sistem lembaga Dewan Pengawas itu bermasalah, sehingga penegakan hukum KPK dipastikan akan terganggu,” katanya.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana pada Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, berharap Dewan Pengawas KPK jilid pertama mampu menunjukkan kinerja yang independen dan mampu menghindari berbagai intervensi yang dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Sebab, lanjut Agustinus, kewenangan besar yang dimiliki Dewan Pengawas tidak hanya dapat memengaruhi arah penegakan hukum yang dilakukan KPK tetapi juga memengaruhi kelembagaan KPK.
“Semoga Dewan Pengawas KPK kerja dengan profesional untuk mencegah sejumlah kekhawatiran tentang adanya penyalahgunaan kewenangan KPK,” ucap Agustinus.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak H Panggabean menekankan, secara umum KPK harus melakukan penegakan pemberantasan korupsi. Atas dasar itu, Tumpak memastikan, Dewan Pengawas KPK akan memperhatikan dengan seksama permintaan izin penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan. Apabila sesuai prosedur, maka hal itu dilakukan KPK.
Lebih lanjut, Tumpak menyatakan, pihaknya berkomitmen untuk memberikan fundamen kuat untuk pimpinan KPK agar bisa melaksanakan tugas dan kewenangan dengan baik dan menjamin kepastian hukum (Kompas, 21/12/2019).
Matang
Terkait kewenangan presiden untuk menyusun peraturan presiden terkait mekanisme kerja pimpinan KPK dan Dewam Pengawas KPK, Akhiar berharap, dasar hukum itu dibicarakan secara matang dan tidak terburu-buru. Peraturan presiden itu akan menentukan arah kebijakan pemberantasan korupsi setidaknya dalam empat tahun mendatang.
Kemudian, Agustinus menambahkan, di dalam UU 19/2019, KPK ditempatkan sebagai bagian lembaga eksekutif. Alhasil, tambahnya, Presiden Jokowi melalui Dewan Pengawas KPK dapat menentukan independensi dan konsistensi KPK dalam ikhtiar memberantas rasuah di Indonesia.