Jumlah rekomendasi sanksi yang diberikan KY ke MA pada 2019 meningkat tajam. Sekalipun demikian, penanganan sejumlah hal terkait laporan yang berujung usulan sanksi tersebut masih berlangsung secara biasa-biasa.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah rekomendasi sanksi yang diberikan Komisi Yudisial ke Mahkamah Agung pada 2019 meningkat tajam. Sekalipun demikian, penanganan sejumlah hal terkait laporan yang berujung usulan sanksi tersebut masih berlangsung secara biasa-biasa sehingga diperlukan terobosan untuk meretasnya.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus dan komisioner KY, Sukma Violetta, menyampaikan data mengenai usulan sanksi bagi hakim itu pada Kamis (26/12/2019) di Gedung KY, Jakarta. Selain data tersebut, Jaja dan Sukma juga menyampaikan sejumlah keterangan mengenai penanganan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Pada 2019, KY menerima 1.544 laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan 1.722 laporan, dapat disebutkan terjadi penurunan terkait laporan tersebut.
Dari laporan yang masuk, tahun ini KY menyatakan 224 laporan memenuhi persyaratan. Adapun pada 2018, sebanyak 412 laporan dinilai memenuhi syarat.
”Karena tidak semua laporan itu dilengkapi syaratnya oleh pelapor,” kata Sukma.
Kelengkapan itu termasuk pemenuhan syarat administrasi, seperti kejelasan identitas dan kejelasan laporan serta alat bukti. Selain itu, ada pula laporan yang bukan menjadi kewenangan KY sehingga diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Sebagian laporan juga diketahui merupakan permohonan untuk melakukan pemantauan persidangan.
Rekomendasi sanksi meningkat
Berdasarkan pemeriksaan dalam sidang panel hingga pleno, pada 2019 KY memutuskan memberikan usulan sanksi bagi 130 hakim. Rekomendasi sanksi ini meningkat jika dibanding 2018 dengan hanya 63 usulan sanksi.
Secara rinci, pada 2019 ada 91 hakim dijatuhi sanksi ringan, 31 hakim diberi sanksi sedang, dan 8 hakim diputus dengan sanksi berat. Pada 2018, rinciannya adalah 40 hakim diberikan sanksi ringan, 12 hakim dengan sanksi sedang, dan 11 hakim disanksi berat.
Dari 130 rekomendasi sanksi itu, 10 di antaranya diterima oleh MA. Enam usulan sanksi belum beroleh jawaban MA, 62 sanksi tidak dapat ditindaklanjuti MA, dan 50 sanksi dalam proses minutasi.
Menanggapi hal tersebut, Jaja mengatakan bahwa sekalipun terdapat 62 usulan sanksi tidak dapat ditindaklanjuti MA, KY tetap mengirimkan usulan tersebut. Hal ini diharapkan menjadi bahan catatan bagi MA.
”Tetap (KY) kirimkan (kepada MA), (karena) penting untuk penilaian (hakim),” ujar Jaja.
Terkait dengan kenaikan usulan sanksi, Jaja mengatakan hal itu disebabkan laporan dan bukti yang disampaikan pelapor kepada KY lebih berkualitas. Hal ini cenderung mempermudah dalam melakukan pembuktian.
Butuh terobosan
Direktur Eksekutif Indonesian Legal Roundtable (ILR) Firmansyah Arifin mengatakan, jika dilihat dari jumlah laporan yang masuk pada 2018-2019, menunjukkan masih tingginya keluhan masyarakat. Ini terutama terkait perilaku hakim dan putusan hakim.
Sekalipun keluhan tersebut belum tentu berujung pada sanksi, Firmansyah mengatakan bahwa hal tersebut menandakan harapan tinggi masyarakat pada KY. Terutama harapan KY untuk bisa memerbaiki sejumlah kondisi sebagaimana dilaporkan atau dikeluhkan itu.
”Namun, hingga kini (KY) masih business as usual (menangani secara biasa-biasa saja). Belum terlihat langkah-langkah terobosan yang dilakukan oleh KY,” kata Firmansyah.
Terutama yang terkait dengan persoalan rekomendasi sanksi yang tidak dijalankan oleh MA. Selain itu, imbuh Firmansyah, terkait dengan tumpang tindihnya pengawasan KY dengan MA dan isu pelibatan publik dalam mengontrol jalannya rekomendasi yang disampaikan KY.
Karena itulah, kata Firmansyah, KY perlu melakukan publikasi dan advokasi terhadap rekomendasi sanksi yang telah disampaikan. Kemudian, mengajukan sengketa kewenangan ke MK dan mengusulkan revisi UU KY.
Terkait dengan usulan revisi UU KY, Firmansyah mengatakan, yang perlu difokuskan adalah hal-hal yang terkait dengan posisi KY sebagai lembaga pengawas etika hakim dan ruang lingkup pengawasan. Selain itu, terkait juga dengan tugas dan kewenangan KY.
Terutama kewenangan yang terkait dengan penafsiran teknis yudisial. Di dalamnya termasuk meminta bantuan penyadapan dan melakukan advokasi hakim.