Kosongnya posisi juru bicara KPK setelah Febri Diansyah tak lagi menjabat per 26 Desember 2019 dikhawatirkan berdampak pada akses informasi, terutama terkait penanganan perkara yang tengah berjalan.
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kosongnya posisi juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi setelah Febri Diansyah tak lagi menjabat per 26 Desember 2019 dikhawatirkan berdampak pada akses informasi, terutama terkait penanganan perkara yang tengah berjalan. Sejumlah kasus besar masih menanti untuk diikuti dan dituntaskan.
Di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/12/2019), Febri menyampaikan bahwa tugasnya sebagai juru bicara yang diemban sejak 6 Desember 2016 tak lagi berlanjut. Kendati demikian, jabatan sebagai Kepala Biro Hubungan Masyarakat tetap dijalaninya.
”Dengan pernyataan kolektif pimpinan kemarin, perjalanan saya sebagai juru bicara KPK sudah di ujung jalan. Tugas saja sebagai juru bicara KPK selesai,” ujar Febri.
Isu posisi juru bicara KPK ini mengemuka setelah Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan bahwa selama ini jabatan juru bicara KPK kosong. Padahal, selama tiga tahun belakangan, Febri menjalani tugas sebagai juru bicara KPK sekaligus sebagai Kepala Biro Humas KPK sesuai dengan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2015.
Namun, pada 2018, peraturan tersebut diubah menjadi Peraturan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK. ”Dalam aturan baru itu memang kemudian ada pemisahan. Akan tetapi, pimpinan jilid IV saat itu tetap meminta agar tugas dan fungsi jubir tetap saya laksanakan,” ungkap Febri.
Dengan posisinya yang hanya menjabat sebagai Kepala Biro Humas, Febri tak lagi dapat memberikan informasi terkait penanganan perkara, pemeriksaan saksi, hingga program yang sedang dijalankan KPK kepada publik dan media. Langkah ini juga diambil setelah ada perbincangan dengan unsur pimpinan KPK yang baru. Kekosongan posisi ini menambah deret panjang jabatan yang belum terisi.
”Siapa pun yang menjadi juru bicara KPK, siapa pun yang mengisi posisi ini. Saluran komunikasi publik sebagai sarana pertanggungjawaban KPK terhadap masyarakat, kami harapkan tetap menjadi konsep berpikir yang clear,” ujar Febri.
Secara terpisah, Firli menyatakan pengisi jabatan juru bicara KPK tengah dipertimbangkan sesuai dengan pembangunan sumber daya manusia di lembaga antirasuah.
”Memang posisi jubir itu kosong. Jadi nanti dipertimbangkan kriterianya sesuai kebutuhan. Semua orang boleh saja menjadi jubir. Kita terbuka saja sesuai ketentuan,” ujar Firli.
Wawan Suyatmiko dari Transparency International Indonesia (TII) berpendapat, hal ini perlu dijawab oleh pimpinan KPK yang baru agar transparansi yang sudah dibangun tetap dijaga.
”Jangan sampai kekhawatiran publik menjadi kenyataan. Ketertutupan hanya akan menghasilkan potensi penyimpangan baru dan mengurangi dukungan publik ke KPK khususnya dan gerakan antikorupsi pada umumnya,” kata Wawan.