Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menuturkan kisahnya yang pernah ingin menjadi peneliti pertanian, tapi terganjal faktor politik. Rabu (8/1/2019), Megawati akan menerima gelar doktor kehormatan yang kesembilan.
Oleh
Rini Kustiasih
·5 menit baca
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dijadwalkan menerima anugerah doktor honoris causa dari Soka University, pada Rabu (8/1/2020) di Tokyo, Jepang. Di sela-sela aktivitasnya di Tokyo, Megawati sempat mengisahkan perjalanan hidupnya di bidang pendidikan. Ia juga menyampaikan pesan penting untuk anak-anak muda.
Penghargaan ini akan menjadi Dr HC kesembilan bagi Ketua Umun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut. Sebelum itu, Megawati mendapat gelar doktor kehormatan dari sejumlah universitas di dalam dan luar negeri, di antaranya dari Universitas Waseda, Tokyo, dan Moscow State Institute of International Relations, Rusia.
Pencapaian tersebut sesuatu yang tidak pernah diduga Megawati sebelumnya. Pada masa mudanya, Megawati tidak bisa melanjutkan dan menamatkan studinya di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Faktor politik saat itu membuat Mega muda tak bisa meneruskan studi. Ayahnya, Presiden ke-1 RI Soekarno, memberi nasihat yang terus diingatnya.
”Jadi, ketika saya tidak dibolehkan kuliah karena keadaan politik, ayah saya hanya mengatakan begini; ’Sudah cari ilmu pengetahuan di mana saja’. Jadi, maksudnya saya otodidak. Dari situ saya senang baca, bertanya, saya senang diskusi dan hal itu yang mungkin membuat akhirnya ada nilai sehingga orang berikan honoris causa kepada saya,” tutur Megawati seusai menghadiri jamuan makan siang dengan pimpinan Soka Gakkai International (SGI) di Hotel Prince Park Tower, Tokyo, Senin (6/1/2020).
Megawati antara lain didampingi Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, serta mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro. Beberapa sahabat Megawati juga turut mendampingi.
Dari pengalaman hidupnya itu, menurut Megawati, gelar pendidikan bukan segalanya. Itu sesuatu yang penting, tetapi ada hal lain yang lebih penting dari itu, yakni tekad dan semangat berjuang serta keyakinan pada arah dan tujuan hidup yang ingin diraih. Pencarian ilmu pengetahuan dapat dilakukan di mana saja, tetapi semangat juang adalah mentalitas yang menjadi dasar dari segala keberhasilan.
”Karena bagi saya itu yang juga harus diketahui. Sering kali anak muda mengejar gelar, padahal itu hanya sebuah tanda, bahwa dia sudah selesai sekolah di sebuah tempat. Padahal yang kita ingin lakukan ialah mencari ilmu pengetahuan,” ujar Megawati.
Peneliti politik
Megawati juga menceritakan pengalaman pribadinya yang ingin menjadi peneliti sewaktu muda. Karena itu, ia memilih masuk ke Fakultas Pertanian untuk mendalami kajian pertanian. Namun, cita-citanya terganjal faktor politik. Ketika keadaan membaik, ia masuk lagi ke Universitas Indonesia mengambil jurusan psikologi. Namun, keinginannya menuntaskan studi itu tak tercapai.
”Tapi rupanya, ya, lain lagi. Saya peneliti politiklah sekarang,” ujar Megawati.
Putri proklamator kemerdekaan Indonesia ini juga menitipkan pesan agar generasi muda tidak mudah putus asa. Anak muda, katanya, perlu punya daya juang yang gigih karena keberhasilan pasti akan ada sepanjang masih ada harapan.
”Anak muda harus punya arah maunya ke mana. Uji coba boleh, tetapi arah itu jangan lepas. Jangan bergeser dan jangan lepas,” kata Mega.
Dalam jamuan makan yang antara lain dihadiri Wakil Presiden Soka Gakkai International (SGI) Hiromasa Ikeda, Megawati memberikan cendera mata berupa ukiran Bali, Dewi Saraswari. Ikeda terkesan dengan pemberian itu, sampai dia berjongkok dan melihat patung ukiran Bali berwarna putih pualam itu dari dekat. Ia menyentuh ukiran itu lalu bertanya dalam bahasa Jepang.
Megawati menjelaskan ukiran karya perupa Bali itu. ”Dewi Saraswati perempuan yang senang dengan kebijakan, kecerdasan ilmu pengetahuannya saya kira sangat cocok untuk contoh bagi Universitas Soka,” ujarnya.
Hiromasa balik berkomentar bahwa Megawati-lah yang seperti Dewi Saraswati. Megawati tersenyum mendengar komentar itu.
Ditanyai mengenai hal itu, Megawati menjawab dengan berkelakar. ”Yang saya tahu kalau anak-anak PDI Perjuangan bilang ketumnya cerewet, karena cuma satu perempuan. Yang lain ketumnya, kan, laki-laki.”
Bidang kemanusiaan
Mengenai kemanusiaan, bidang yang membuat Megawati diberi penghargaan oleh Soka University, menurut Megawati, memiliki aspek yang sangat luas. Tidak terbatas pada isu perlindungan hak asasi manusia, tetapi juga hal-hal lain yang terkait kehidupan manusia secara umum, seperti kebersihan lingkungan, budaya, dan mentalitas manusia.
Ia mencontohkan kemajuan Jepang dan kedisiplinan bangsa itu dalam hal kebersihan, lingkungan, dan pendidikan kebencanaan.
”Sekarang kita pergi ke tempat umum untuk mencari tempat sampah itu sudah praktis tidak ada. Karena mereka itu (orang Jepang) kesadarannya untuk buang sampahnya itu rupanya dibawa sendiri. Mereka bawa tas untuk dibawa di rumah dan di situ dikumpulkan. Hal ini yang saya kagumi, dan sekiranya bisa dicontoh,” ujarnya.
Begitu halnya soal kebencanaan, banyak nyawa manusia bisa diselamatkan dari bencana apabila sistem peringatan dini di Indonesia dijalankan dengan baik. Jepang, misalnya, telah membekali anak-anak sejak dini untuk mitigasi bencana ataupun untuk merespons bencana, seperti gempa bumi.
”Anak-anak di sini diajari sedari kecil untuk mengikuti petunjuk dalam merespons gempa. Kapan mereka harus lari keluar gedung, harus menunggu alarm terlebih dahulu, karena ada sistem peringatan dini yang dibangun,” kata Megawati.
Dalam isu perdamaian dan kemanusiaan, menurut Megawati, konstitusi telah mengatur itu semua. Hal itu pun sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi prinsip SGI. Presiden SGI Daisaku Ikeda adalah pengagum Soekarno, dan nilai-nilai yang dianut mereka sama.
Rokhmin mengatakan, Megawati melihat aspek kemanusiaan secara holistik. ”Lingkungan dan kebersihan, serta budaya, adalah juga bagian penting dari kemanusiaan yang tidak boleh dilupakan,” katanya.