Nota Kesepahaman KPK-Kejagung, Waspadai Degradasi Fungsi Pengawasan KPK
KPK dan Kejaksaan Agung menyusun nota kesepahaman terkait pemberantasan korupsi. Pengamat mengingatkan agar jangan sampai nota kesepahaman itu mendegradasi kewenangan KPK terhadap lembaga penegak hukum lain.
Oleh
insan alfajri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung menyusun nota kesepahaman terkait pemberantasan korupsi. Selain berbagi informasi terkait penanganan perkara, kedua lembaga itu akan saling membantu menyelesaikan kasus korupsi.
Pengamat mengingatkan agar jangan sampai nota kesepahaman itu mendegradasi kewenangan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Hal ini terutama untuk mengawasi lembaga penegak hukum lain, termasuk Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ketua KPK Firli Bahuri saat berkunjung ke Kejagung, Rabu (8/1/2020), menjelaskan, nota kesepahaman itu merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama antara Kejagung dan KPK terkait Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dibuat tahun 2005.
”Nota kesepahaman itu niatnya cuma satu, yaitu penegakan hukum harus berjalan antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian RI sebagai pilar. Tentu ini harus kita bangun terus,” kata Firli.
Nota kesepahaman itu niatnya cuma satu, yaitu penegakan hukum harus berjalan antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian RI sebagai pilar.
KPK dan Kejagung, lanjut Firli, menyepakati beberapa hal terkait nota kesepahaman. KPK dan Kejagung akan berbagi informasi tentang penanganan perkara dalam bentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Elektronik (E-SPDP).
Dua lembaga ini juga akan saling membantu perkara yang sedang ditangani. KPK akan memasok informasi untuk menyelesaikan kasus korupsi yang ditangani Kejagung, begitu juga sebaliknya.
Selain itu, kerja sama di bidang sumber daya manusia (SDM) juga dilakukan. ”Kami paham bahwa jaksa itu satu. Maka, KPK membutuhkan dukungan Kejagung untuk menambah SDM-nya ke KPK sehingga antrean perkara bisa dipercepat dan penuntasan perkara korupsi di dalam dakwaan, tuntutan, dan pemeriksaan peradilan bisa lebih lancar,” ujarnya.
Kedua lembaga penegak hukum ini juga akan bekerja sama di bidang pendidikan dan pelatihan. Tujuannya, untuk meningkatkan kapasitas pegawai di institusi masing-masing.
ST Burhanuddin menyambut baik kedatangan KPK ke Kejagung. Ini bagian dari menjalin komunikasi dan sinergi antar-penegak hukum.
”Tentunya sesama penegak hukum langkahnya harus sama. Itu yang tadi kami bicarakan,” ucapnya.
Degradasi peran KPK
Dihubungi terpisah, pengamat hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengemukakan, nota kesepahaman itu berpotensi mendegradasi peran KPK untuk mengawasi lembaga penegak hukum lain (fungsi supervisi). Nota kesepahaman itu jangan sampai mengalahkan fungsi KPK yang sudah diatur undang-undang (UU).
”UU menempatkan KPK justru sebagai pengawas dan pengontrol kerja pemberantasan korupsi oleh penegak hukum lain. Bahkan KPK bisa mengambil alih kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum lain jika dalam penanganannya ada unsur korupsinya,” katanya.
Nota kesepahaman itu berpotensi mendegradasi peran KPK untuk mengawasi lembaga penegak hukum lain (fungsi supervisi).
UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, salah satu tugas KPK adalah menyupervisi instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor).
Bahkan, UU itu mengatur bahwa KPK bisa mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku tipikor yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Adapun dasar dari pengambilalihan kasus oleh KPK antara lain laporan masyarakat mengenai tipikor tidak ditindaklanjuti, penyelesaian perkara tak selesai atau tertunda tanpa alasan, dan penanganan tipikor ditujukan justru untuk melindungi pelaku sesungguhnya.