Birokrasi Penggeledahan yang Panjang Menghambat KPK
Penggeledahan KPK terkait suap pergantian antarwaktu DPR RI ada jeda lebih lama dari kelaziman. Hal ini salah satunya disebabkan oleh birokrasi yang makin panjang.
Oleh
Riana A Ibrahim dan M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Birokrasi penggeledahan di Komisi Pemberantasan Korupsi yang makin panjang dinilai masyarakat sipil menjadi salah satu faktor penghambat yang menyebabkan proses penggeledahan terkait kasus dugaan suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, relatif lebih lambat dari kelaziman. Padahal, faktor waktu penggeledahan sangat menentukan guna menghindari adanya upaya penghilangan barang bukti.
Pada pengalaman penangkapan terdahulu oleh KPK, penggeledahan lazimnya dilakukan tidak lama setelah penangkapan atau penetapan tersangka. Namun, dalam dugaan suap terhadap Wahyu, ada jeda waktu cukup lama. Wahyu ditangkap pada Rabu (8/1/2020), sedangkan penetapan tersangka dilakukan pada Kamis (9/1/2020). Namun, Dewan Pengawas KPK baru menerima surat pengajuan izin penggeledahan pada Jumat sore, dan izin diberikan pada Jumat malam (Kompas, 12/1/2020).
Terkait hal itu, Oce Madril, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Minggu (12/1), menyampaikan, mekanisme izin membuat proses penanganan perkara berjalan tak secepat biasanya dan menyulitkan penegakan hukum. UU No 19/2019 tentang KPK menyebabkan birokrasi pemberantasan korupsi semakin panjang dan tidak efektif. Izin harus diproses dulu pada tataran pimpinan KPK. Kemudian, izin diajukan pimpinan ke Dewas KPK. Selanjutnya, Dewas melakukan gelar perkara untuk menyetujui atau tidak izin yang diajukan.
”Situasi semacam ini terjadi karena adanya mekanisme baru berupa izin yang berdasarkan pada undang-undang baru KPK sehingga menyulitkan penegakan hukum,” kata Oce.
Padahal, persoalan waktu, menurut Kurnia Ramadhana, peneliti Indonesia Corruption Watch, sangat krusial. Jeda waktu yang cukup lama dikhawatirkan digunakan pelaku korupsi menyembunyikan, bahkan menghilangkan bukti.
Pencarian orang
Dalam kasus dugaan suap terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI terpilih dari PDI-P, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Wahyu; bekas caleg DPR RI Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I dari PDI-P, Harun; staf Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri; dan bekas anggota Badan Pengawas Pemilu, Agustiani Tio. Tiga tersangka sudah ditahan, sedangkan Harun masih dicari keberadaannya hingga Minggu. Harun merupakan sosok yang diajukan PDI-P untuk mengisi kursi DPR RI lewat mekanisme PAW. Harun disangkakan KPK sebagai pemberi suap.
Terkait pencarian Harun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Argo Yuwono, di Jakarta, memastikan, Polri siap membantu KPK. ”Kalau KPK sudah menetapkan yang bersangkutan sebagai DPO (daftar pencarian orang), tim Polri akan turun untuk membantu proses pencarian yang menjadi bagian penyidikan kasus yang ditangani KPK,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan, KPK meminta Harun segera menyerahkan diri. ”KPK juga berharap kepada pihak yang mengetahui dan pernah berinteraksi dengan Harun untuk segera memberikan informasi kepada kami,” kata Ali.
Tak hanya itu, KPK juga meminta pihak lain yang terkait dan mengetahui kasus dugaan suap itu untuk bersikap kooperatif ketika tim penyidik membutuhkan keterangan mereka.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto menyampaikan kesiapan jika KPK akan memeriksanya terkait dugaan suap terhadap Wahyu. ”Tanggung jawab sebagai warga negara itu harus menjunjung hukum tanpa kecuali,” katanya.
Sebelumnya, Hasto dikaitkan dengan dugaan suap ini. Namun, Hasto membantah terlibat dalam dugaan suap itu. Kemarin, Hasto mengatakan, PDI-P justru menjadi korban dari pihak-pihak yang mengomersialkan PAW. ”Persoalan PAW yang kemudian ada pihak-pihak yang melakukan negosiasi itu di luar tanggung jawab PDI-P,” kata Hasto.
Sementara itu, terkait PAW terhadap Wahyu yang sudah mengundurkan diri, anggota KPU Viryan Azis menyampaikan, KPU akan menyampaikan surat terkait hal itu kepada Presiden Jokowi, Senin (13/1). Menurut Viryan, salah satu ketentuan PAW adalah bila anggota KPU mengundurkan diri. Karena Wahyu sudah mundur, Presiden melantik penggantinya.
”Memang (kinerja) terus berjalan. Tapi alangkah baiknya pemerintah, dalam hal ini Presiden, bisa mempercepat proses PAW,” ujar Viryan. (I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA/ INGKI RINALDI)