Banyak saham yang dimiliki Jiwasraya dari swasta tidak memiliki keselarasan antara kinerja perusahaan dan kinerja sahamnya. Contohnya, saham PT PP Properti Tbk (PPRO) yang diketahui memiliki kinerja fundamental biasa.
Oleh
Erika Kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tersangka kasus Jiwasraya ditetapkan Kejaksaan Agung kemarin. Selain pejabat Jiwasraya, Kejaksaan Agung juga menetapkan tersangka pada beberapa pihak swasta. Hal ini memunculkan keyakinan adanya kesalahan praktik investasi yang patut menjadi pembelajaran.
Kejaksaan Agung, Selasa (14/1/2020), menahan lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim serta mantan Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo.
Lalu, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, serta Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan, saat dihubungi Kompas, Rabu (15/1/2020), mengatakan, secara umum, lima orang tersebut memiliki keterkaitan. Jiwasraya diketahui sebagai pemilik dana dan pihak swasta sebagai pengutang lewat mekanisme utang investasi.
Jiwasraya diketahui memiliki saham di PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) dengan Heru Hidayat sebagai komisarisnya. Menurut Alfred, kerja sama seperti itu umum dalam korporasi. Namun, ia menduga ada kepentingan di antara para tersangka sehingga masalah Jiwasraya terjadi.
Alfred mencatat, banyak saham yang dimiliki Jiwasraya dari swasta tidak memiliki keselarasan antara kinerja perusahaan dan kinerja sahamnya. Contohnya, saham PT PP Properti Tbk (PPRO) yang diketahui memiliki kinerja fundamental biasa saja, tetapi sahamnya sempat bervaluasi tinggi.
Beberapa saham milik Jiwasraya lainnya juga tercatat memiliki volatilitas atau fluktuasi harga tinggi. Misalnya, saham dari emiten PT SMR Utama Tbk (SMRU) yang nilainya jatuh dari 650 per lembar pada 28 Desember 2018 menjadi 50 per lembar pada 30 Desember 2019.
”Harus ada alasan kenapa perusahaan berani memasukkan saham seperti itu ke pilihan investasinya. Ini agak kurang rasional, mengingat kita punya lebih dari 600 emiten dan banyak saham yang dalam 10-15 tahun terakhir berkinerja bagus,” ujarnya.
Melihat kasus ini, Alfred menilai ada kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk menguntungkan kepentingannya masing-masing. Sementara langkah tersebut berisiko tinggi dan terbukti berdampak pada keuangan perusahaan dan masyarakat yang menggunakan produk Jiwasraya.
Kompas mencatat, pada akhir 2018, Jiwasraya merugi hingga Rp 15,83 triliun. Bisnis perusahaan ini sulit menopang kerugian karena premi yang dikumpulkan Jiwasraya tergerus pembayaran bunga atas polis yang jatuh tempo sampai hampir Rp 13 triliun.
”Praktik perdagangan semu atau mekanisme salah investasi ini yang kemudian harus dievaluasi. Ini harus jadi pembelajaran bagi semua, baik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang punya otoritas pengawasan lembaga asuransi, pihak bursa, maupun masyarakat,” pungkasnya.
Awal Januari 2020, Presiden Joko Widodo sempat meminta OJK dan Bursa Efek Indonesia menindak manipulator yang kerap menggoreng harga saham. Ia mengaku mendapat informasi terkait dengan adanya manipulator yang menggoreng harga saham sehingga harga tidak sesuai dengan kondisi riil (Kompas.com, 2/1/2020).
Kaitan Asabri
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga, saat dihubungi media, kemarin, menyampaikan bahwa Kementerian BUMN akan menyelesaikan bagiannya dalam menuntaskan kasus Jiwasraya.
Arya menyebut Benny Tjokrosaputro selaku pemilik PT Hanson International Tbk dan Heru Hidayat selaku Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk tidak hanya memiliki keterkaitan pada masalah Jiwasraya, tetapi juga PT Asabri (Persero).
Keduanya disebut memiliki utang investasi di perusahaan asuransi yang mengelola dana proteksi pegawai negeri sipil dari TNI, Polri, dan Kementerian Pertahanan itu. ”Kita harapkan kedua orang ini bisa penuhi, mempertanggungjawabkan utangnya supaya bisa bantu Asabri dalam pembenahan,” ujarnya (Kompas.com, 13/1/2020).
Asabri diketahui menaruh investasi pada lebih dari 10 perusahaan, di antaranya SMRU dan TRAM yang sahamnya juga dipegang Jiwasraya. Rata-rata nilai saham tersebut turun 62 persen dalam setahun terakhir.
Terkait kondisi ini, Senin lalu, Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja mewakili manajemen Asabri menyampaikan keterangan tertulis yang menyampaikan, Asabri memiliki mitigasi untuk memperbaiki penurunan nilai investasi. Perusahaan pelat merah itu juga akan mengedepankan kepentingan perusahaan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
”Asabri selalu mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik dan patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan kegiatan usahanya,” tulisnya.
Kegiatan operasional Asabri, terutama proses penerimaan premi, proses pelayanan, dan proses pembayaran klaim, pun dipastikan berjalan dengan normal dan baik.
”Asabri dapat memenuhi semua pengajuan klaim tepat pada waktunya,” katanya dalam rilis tersebut.