Beberapa pemerintah daerah memangkas anggaran pelaksanaan pilkada 2020. Beberapa pemda melakukan hal tersebut secara sepihak, tanpa berkomunikasi lebih dulu dengan KPU.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Beberapa pemerintah daerah memangkas anggaran pilkada secara sepihak. Besaran anggaran yang semula disepakati antara Komisi Pemilihan Umum daerah dengan pemda di dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah dikurangi.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, Rabu (22/1/2020) di Jakarta mengatakan, ada sebagian pemda yang mengajukan revisi besaran anggaran pilkada, tetapi ada pulang yang langsung menetapkan perubahan NPHD.
“Langsung dipangkas begitu ya, ini yang sedang dalam proses pembicaraan juga oleh KPU dan pemerintah daerah,” sebut Arief dalam acara bertajuk “Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan 2020” yang diselenggaran KPU.
Ia menjelaskan, hingga kini, belum seluruh dana yang disepakati di NPHD ditransfer.Adapun usulan anggaran total pilkada 2020 yang disampaikan ialah Rp 11,95 triliun dengan jumlah akhir usulan yang ditandatangani dalam NPHD Rp 9,93 triliun. Akan tetapi berdasarkan data KPU hingga 10 Januari 2020, transfer hibah Pilkada 2020 yang diterima baru Rp 444 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kementerian Dalam Negeri Budi Santosa menginformasikan sebagian pemda yang melanggar komitmen itu ke Kemendagri. Kemendagri akan memanggil kepala daerah terkait untuk dicarikan solusi.
Namun, Budi menegaskan, pada prinsipnya Mendagri berkomitmen untuk menyukseskan Pilkada serentak 2020. Kemendagri juga telah membuat surat edaran kepada 270 pemda yang akan menggelar pilkada tahun ini.
Inti surat edaran itu ialah tentang penegasan dukungan pada pelaksanaan pilkada 2020 dengan sembilan hal yang diatur khusus. Sebagian di antaranya mengatur tentang agar kepala daerah jangan menggeser staf atau aparatur sipil negara yang membantu KPU dan Bawaslu, pengisian kekosongan pejabat daerah, dan prosedur persetujuan pembahasan rancangan peraturan daerah untuk memastikan pemerintahan daerah tetap berjalan sekalipun dijalankan pejabat sementara .
Dalam acara yang sama, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan bahwa Bawaslu juga mengalami pengurangan anggaran dari NPHD yang disepakati. Jumlahnya ada enam titik, masing-masing dua kabupaten di Bengkulu, dua kabupaten di Sumatera Selatan, satu daerah di Jawa Tengah, dan satu daerah di Kalimantan Barat.
Afif menambahkan, berdasarkan kesepakatan dengan Kemendagri, masing-masing daerah itu akan dipanggil dan lantas akan didukung pihak provinsi. Ia menegaskan bahwa koordinasi sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi situasi-situasi sebagaimana dialami itu.
Berdasarkan catatan Kompas, isu NPHD sempat menyedot perhatian publik yang relatif besar. Tercatat ada dua kali tenggat waktu penyelesaian penandatanganan NPHD dilampaui.
Awalnya penandatanganan NPHD ditargetkan usai pada 1 Oktober 2019. Lalu tenggat itu diperpanjang hingga 14 Oktober 2019 mengingat masih ada kesepakatan yang belum terjadi di sebagian daerah. Namun demikian, hingga pertengahan November 2019, masih ada sebagian NPHD untuk Bawaslu yang masih tersisa.