Pengelola Bandara Menolak Tudingan Imigrasi soal Harun Masiku
Yang disebut pihak Imigrasi sebagai salah satu dugaan penyebab keterlambatan informasi buron KPK, Harun Masiku, dibantah pihak Bandara Soekarno-Hatta. Tak ada masalah dengan operasionalisasi pihak Imigrasi di Terminal 2.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelola Bandara Soekarno-Hatta menolak disalahkan atas keterlambatan informasi pihak Imigrasi terkait pelintasan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi, Harun Masiku. Tak ada persoalan dalam perubahan fungsi Terminal 2 menjadi terminal khusus penerbangan berbiaya rendah seperti disebutkan oleh pihak Imigrasi sebagai salah satu potensi penyebab keterlambatan informasi.
Senior Manager of Branch Communication and Legal Bandara Internasional Soekarno-Hatta Febri Toga Simatupang, saat dihubungi Kompas dari Jakarta, Jumat (24/1/2020), mengatakan, saat perubahan fungsi Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta menjadi terminal khusus penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier terminal (LCCT), sudah ada komunikasi antara pihak Bandara dan Imigrasi.
Dalam komunikasi itu, salah satunya membahas penyediaan meja (counter) untuk perangkat dan pegawai Imigrasi. Hasilnya disepakati, pihak Bandara akan menyediakan sejumlah counter sesuai kebutuhan pihak Imigrasi dan menyediakan fasilitas pendukungnya, seperti listrik. Adapun perangkat di dalamnya merupakan tanggung jawab pihak Imigrasi.
”Pembuatan counter LCCT itu sudah dibuat berdasarkan kesepakatan antara Imigrasi Soekarno-Hatta dan pengelola bandara. Terkait pendukungnya, kami pasti menyediakan. Misalnya kabel listrik, kami menyediakan dan memfasilitasi,” katanya.
Sejak kesepakatan dibuat setahun lalu atau persisnya awal 2019, Febri melanjutkan, tidak ada keluhan muncul dari pihak Imigrasi, khususnya terkait jumlah counter ataupun fasilitas pendukungnya. ”Counter sudah ada dan beroperasi sudah hampir setahun,” ujarnya.
LCCT beroperasi di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta sejak 2019. Terminal itu melayani sejumlah maskapai, seperti Batik Air, Cebu Pacific, Lion Air International, Malindo Air, dan AirAsia.
Pernyataan pihak Bandara itu berbeda dengan pihak Imigrasi saat jumpa pers, Kamis (23/1/2020). Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyampaikan, salah satu yang diduga sebagai penyebab keterlambatan informasi terkait pelintasan Harun Masiku karena perubahan fungsi Terminal 2 menjadi LCCT.
Perubahan fungsi itu, disebutkan Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang, mengharuskan pengelola menambah sejumlah counter dan perangkat. Akan tetapi, belum semua kebutuhan itu terpenuhi.
”Untuk pelaksanaan fungsi custom immigration quarantine seyogianya kami di-support karena aparat pemerintah itu, kan, terbatas anggarannya. Setelah berkoordinasi, kami yang harus menyediakan perangkat. Dengan keterbatasan perangkat yang ada ini, kami berusaha memenuhi kebutuhan,” kata Arvin.
Karena keterbatasan anggaran itu, menurut dia, perangkat yang digunakan di counter tak semuanya baru. Ada sebagian perangkat lama.
Harun Masiku, tersangka penyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, yang jadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disebutkan pihak Imigrasi telah terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020. Informasi ini pertama kali disampaikan pada 13 Januari 2020.
Selanjutnya, pada 16 Januari 2020, Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan, Harun masih berada di luar negeri. Begitu pula Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie saat ditanya wartawan pada 18 Januari 2020 dan Ketua KPK Firli Bahuri pada 20 Januari 2020.
Namun, kemarin, informasi itu berubah. Jajaran Ditjen Imigrasi menyatakan, Harun sudah kembali ke Tanah Air sejak 7 Januari 2020 menggunakan maskapai Batik Air. Ada keterlambatan informasi yang diterima Imigrasi sehingga pelintasan terbaru Harun itu terlambat diketahui.
Harun ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus proses pergantian antarwaktu anggota DPR. Harun diduga memberikan sejumlah uang kepada Wahyu agar dia bisa menjadi anggota DPR menggantikan anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia. Wahyu diamankan dalam operasi tangkap tangan oleh KPK pada Rabu, 8 Januari.
Selain Wahyu, dua orang lainnya yang diamankan oleh KPK ditetapkan menjadi tersangka. Adapun Harun lepas dari operasi tangkap tangan oleh KPK.
Pendiri Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, ada kejanggalan dalam penyampaian informasi pelintasan Harun. Menurut dia, alasan keterlambatan yang dikemukakan oleh Ditjen Imigrasi tidak logis.
Sebab, pada 13 Januari 2020 mereka sudah memberikan pengumuman terkait pelintasan Harun ke Singapura pada 6 Januari 2020. Hal serupa dikemukakan Yasonna Laoly. Artinya, pelintasan Harun kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 seharusnya sudah diketahui.
Untuk itu, Ray meminta Presiden Joko Widodo tidak lepas tangan dalam masalah ini. ”Saya minta Presiden membuat tim untuk memeriksa apa benar ada keterlambatan informasi. Selain itu, Yasonna sudah layak untuk dicopot, termasuk Dirjen Imigrasi,” katanya.