Presiden Joko Widodo meminta semua pejabat negara berhati-hati membuat pernyataan, apalagi jika terkait masalah hukum.
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Presiden Joko Widodo meminta semua pejabat negara berhati-hati membuat pernyataan, apalagi jika terkait masalah hukum. Seluruh laporan yang diterima seharusnya diperiksa ulang agar informasi yang disampaikan kepada publik benar-benar valid.
”Saya hanya ingin, hanya pesan, titip ke semua menteri, semua pejabat, kalau membuat statement itu hati-hati. Apalagi berkaitan dengan hukum,” kata Presiden Jokowi seusai pencanangan Sensus Penduduk 2020 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Pernyataan itu disampaikan Presiden saat ditanya tentang kesimpangsiuran informasi keberadaan bekas calon anggota legislatif dari PDI-P yang juga tersangka kasus suap terkait upaya pergantian antarwaktu anggota DPR, Harun Masiku.
Pada 16 Januari 2020, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, Harun masih berada di luar negeri sejak 6 Januari. Namun, pada 22 Januari, Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham mengubah informasi dengan menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada Selasa, 7 Januari, atau sehari sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, dalam kasus suap itu.
Kesalahan Yasonna dalam memberikan informasi terkait keberadaan Harun membuat dirinya dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ke KPK. Yasonna dilaporkan karena diduga menghalang-halangi proses penyidikan kasus itu dengan memberikan informasi yang tidak benar.
Tim gabungan
Kehatian-hatian dalam berbicara, tambah Presiden, sangat penting jika menyangkut data, angka, dan informasi. Karena itu, informasi yang diterima perlu dicek ulang sebelum disampaikan kepada publik.
Inspektur Jenderal Kemenkumham Jhoni Ginting mengatakan segera membentuk tim gabungan untuk menelusuri kasus Harun, terutama terkait kesimpangsiuran informasi tentang keberadaannya.
Tim yang terdiri dari Inspektorat Jenderal Kemenkumham, Direktorat Siber Bareskrim Polri, Badan Siber dan Sandi Negara, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Ombudsman RI ini mulai bekerja 27 Januari 2020. (NTA/IAN)