Ombudsman Bakal Sampaikan Kesimpulan Dugaan Malaadministrasi Kepulangan Harun Masiku
Ombudsman RI menduga terjadi malaadministrasi di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terkait keterlambatan informasi kepulangan Harun Masiku, buronan kasus suap terhadap komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia menduga terjadi malaadministrasi di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait keterlambatan informasi kepulangan Harun Masiku, tersangka suap mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. Keterlambatan informasi dikatakan karena komputer imigrasi masih dalam mode latihan sehingga data pelintasan tidak terkirim ke server imigrasi.
Saat ini, Ombudsman masih mendalami keterangan dari Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie. Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menjelaskan, menurut keterangan yang diperoleh dari Ronny, secara mekanisme memang diakui ada keterlambatan mengganti lock dari mode latihan ke mode produksi, pengawas pun tidak sempat melihat. Dengan begitu, data dari komputer tidak otomatis tereplikasi dan terkirim ke server sebagai produksi.
”Kami akan mendalami untuk memastikan bahwa yang disampaikan itu benar atau tidak, apakah ada dugaan malaadministrasi atau tidak, nanti hasilnya akan kami sampaikan. Mudah-mudahan Senin (3/2/2020) depan kami sudah ada kesimpulan,” ujar Ninik saat dihubungi Kompas, Selasa (28/1/2020).
Ninik pun menegaskan, Ombudsman tidak termasuk dalam tim gabungan bentukan Kemenkumham untuk mencari fakta-fakta terkait kembalinya Harun ke Indonesia. ”Kami merupakan pengawas eksternal, tidak tergabung dalam tim tersebut,” ujarnya.
Ronny datang ke Ombudsman pada Senin (27/1/2020) untuk memenuhi undangan terkait meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi saat kepulangan Harun. Kedatangan Ronny untuk mewakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Dugaan tindakan malaadministrasi berawal dari adanya perubahan informasi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kemenkumham terkait kepulangan Harun ke Indonesia. Awalnya dikatakan Harun tercatat ke Singapura pada 6 Januari 2020 dan belum kembali ke Indonesia.
Setidaknya, hingga 17 Januari 2020, Ditjen Imigrasi masih menyatakan Harun berada di luar negeri. Namun, pada Rabu (22/1/2020), Ditjen Imigrasi mengubah informasi dan menyatakan Harun sudah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari 2020, sehari sebelum operasi tangkap tangan KPK.
Meski telah diketahui berada di dalam negeri, Harun belum juga ditangkap oleh KPK. Padahal, Harun telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 Januari 2020.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, KPK tidak mungkin menyembunyikan tersangka yang sudah menjadi buron. KPK pun terus mencari Harun dan bekerja sama dengan Polri.
”Kami cari di sejumlah tempat dan wilayah berdasarkan informasi masyarakat. Tapi, sampai hari ini belum ada hasil yang bisa disampaikan,” kata Ali.
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril menilai, keadaan ini membuktikan KPK patut diragukan dalam keberanian dan komitmennya untuk mengusut kasus. Harun yang belum juga ditangkap memperlihatkan KPK setengah hati dalam mengungkap keberadaan Harun.
”Tentu molornya waktu pencarian bisa membuat berbagai spekulasi, di antaranya yang bersangkutan (Harun) adalah pelaku sekaligus saksi kunci dalam kasus ini. Nuansa politik juga mungkin ada di kasus itu,” ujar Oce.
Sebagai informasi, Harun ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap kepada Wahyu Setiawan dalam kasus proses pergantian antarwaktu anggota DPR. Harun diduga menyuap Wahyu agar bisa menjadi anggota DPR menggantikan anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia.
Selain Wahyu dan Harun, KPK juga telah menetapkan tersangka terhadap Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, dan Saeful yang disebut sebagai anggota staf Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto. Hanya Harun yang hingga saat ini belum ditangkap.