Draf RUU Cipta Lapangan Kerja Dikirim ke DPR Pekan Depan
Pemerintah mengklaim telah mengakomodasi kepentingan buruh dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Eksekutif yakin draf itu segera bisa dibahas setelah diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pekan depan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana mengirim draf Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja pada Senin (3/2/2020) ke Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah mengklaim, pembahasan RUU tersebut telah disertai naskah akademik dan mendengar masukan dari kelompok buruh.
Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD ketika berkunjung ke Menara Kompas, Jakarta, Kamis (30/1/2020) sore. Ada dua draf RUU omnibus law atau sapu jagat yang pembahasannya tengah dilakukan pemerintah, yaitu RUU tentang Perpajakan dan RUU Cipta Lapangan Kerja.
Mahfud mengatakan, hingga hari ini draf RUU Cipta Lapangan Kerja belum masuk ke DPR dan baru ditandatangani dua hari lalu. Menurut Mahfud, pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja telah disertai dengan naskah akademik dan mendengar masukan dari kelompok buruh. ”Senin depan, RUU Cipta Lapangan Kerja akan dikirim ke DPR,” kata Mahfud.
Begitu sudah diparaf dan dikirim ke DPR, RUU akan dibahas dalam Sidang Paripurna dan dibuka ke publik. RUU Cipta Lapangan Kerja mengakomodasi 83 UU yang terdiri atas 2.517 pasal terkait perizinan dan investasi. Dari 2.517 pasal itu, 174 pasal yang saling terkait akan diambil menjadi satu di RUU Cipta Lapangan Kerja.
Mahfud menuturkan, yang berpotensi menjadi masalah nanti adalah terkait substansi RUU Cipta Lapangan Kerja dan bukan tentang teknis perundang-undangannya. Ia menyebut, banyak orang salah paham setelah membaca penggalan draf RUU Cipta Lapangan Kerja yang telah beredar luas di masyarakat.
Setidaknya terdapat tiga isu utama yang dipermasalahkan kelompok buruh terkait RUU Cipta Lapangan Kerja, yaitu rencana peraturan sistem pengupahan berdasarkan jam kerja, persyaratan perekrutan tenaga kerja asing (TKA), serta peraturan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pesangon. Ketiga draf ini diduga kuat akan menimbulkan dampak negatif terhadap tingkat kesejahteraan buruh saat ini apabila draf RUU itu disahkan menjadi UU.
”Setelah kami serahkan ke DPR, nanti kalau yang mau protes poin-poinnya, bertarungnya ke sana begitu diserahkan nanti. Ada namanya daftar inventarisasi masalah (DIM),” ujarnya.
Secara terpisah, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Bidang Pengkajian dan Penelitian, Choirul Anam, mengatakan, Komnas HAM turut memperhatikan penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja. Namun, yang menjadi perhatian dari Komnas HAM adalah substansi dari RUU tersebut.
Choirul Anam menyayangkan pembahasan draf RUU Cipta Lapangan Kerja tidak dilakukan secara terbuka, bahkan terkesan dikerjakan dengan tergesa-gesa. ”Apa yang mau dikejar. Kalau memang demi kepentingan bangsa dan negara, dibuka saja,” katanya.
Ia juga tak sepakat dengan niat pemerintah yang menganjurkan agar pihak-pihak yang hendak memprotes poin-poin di RUU itu agar menyampaikannya saat di DPR. Menurut Choirul, langkah itu menandakan penyusunan yang tidak transparan dan akuntabel. ”Kalau sejak awal terbuka dan partisipatif, kami yakin nanti di DPR akan bagus,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menampik tudingan bahwa penyusunan draf RUU Cipta Lapangan Kerja tak melibatkan partisipasi masyarakat. Menurut dia, beberapa serikat pekerja dan serikat buruh sudah dilibatkan di setiap kementerian terkait. Namun, mereka belum dilibatkan dalam pembahasan secara utuh karena menunggu pembahasan di internal pemerintah selesai.
Choirul menyatakan, Komnas HAM bakal mengawal pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja ke depan. Komnas HAM berencana menyelenggarakan diskusi mingguan terkait omnibus law.