Komisi III DPR Cecar Kapolri soal Kabar Harun Masiku Sembunyi di PTIK
Saat rapat dengan Kapolri Idham Azis, anggota Komisi III DPR mempertanyakan kabar bahwa tersangka suap Harun Masiku ke PTIK saat OTT KPK, awal Januari lalu. Kabar penyidik KPK disekap di PTIK juga dipertanyakan.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota Komisi III DPR mencecar Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis terkait kabar tersangka dugaan suap dalam kasus pergantian anggota DPR dari PDI-P, Harun Masiku, yang bersembunyi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, saat operasi tangkap tangan oleh KPK pada 8-9 Januari 2020. Namun, Idham mengaku tidak mengetahui kabar tersebut.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, merupakan salah satu anggota yang mempertanyakan itu saat rapat kerja Komisi III DPR dengan Kapolri, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/1/2020).
”Setelah dilacak, ada dugaan kuat bahwa Harun ke PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) ketika itu. Sebab, katanya, Kepala STIK Lemdikpol yang juga merupakan mantan Direktur Penyidikan KPK kenal baik dengan Harun,” ucapnya.
Selain itu, dia melanjutkan, ada pula dugaan tim penyidik KPK disekap saat ingin melakukan pemeriksaan di PTIK. Oleh karena itu, ia meminta kejelasan Kapolri terkait informasi tersebut.
Senada dengan Benny, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Sarifuddin Sudding, juga meminta kejelasan terkait tim penyidik KPK yang diinterogasi saat ingin menangkap Harun.
Ia pun menduga adanya oknum yang berusaha menghalang-halangi upaya penindakan oleh KPK.
”Muncul beberapa pemberitaan, seakan-akan ada kesan bahwa institusi kepolisian berusaha menghalang-halangi proses atau langkah-langkah hukum yang dilakukan aparat penegak hukum di sana,” ucapnya.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut, Idham mengaku tidak tahu.
Yang diketahuinya, pada hari yang sama dengan operasi tangkap tangan KPK, ada kegiatan pengamanan yang dilakukan di PTIK. Pengamanan terkait rencana kunjungan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
”Ketika hari kejadian, sebenarnya ada agenda Wakil Presiden Ma’ruf Amin pagi harinya. Hal ini sudah menjadi agenda rutin Wapres sebagai sarana silaturahmi. Kebetulan agendanya dilaksanakan di PTIK pada saat itu,” tuturnya.
Oleh karena agenda Wapres tersebut, setiap orang yang datang ke PTIK diperiksa oleh petugas provos di PTIK. Namun, dia membantah ketika pemeriksaan dilangsungkan ada tim penindakan dari KPK yang disekap oleh petugas PTIK.
”Saya tidak mau berandai-andai kalau yang bersangkutan (Harun) berada di PTIK. Selain itu, tidak ada proses penyekapan ketika itu,” ucapnya.
Terkait Harun Masiku yang hingga kini belum bisa ditangkap, Idham mengatakan, Polri masih berupaya mencarinya.
”Rekan-rekan dari KPK sudah mengajukan surat resmi meminta bantuan kepada Polri untuk mencari tersangka HM. Hal ini sudah pernah kami lakukan sebelumnya pada kasus korupsi KTP elektronik untuk mencari Miryam S Haryani. Kami mohon doa restu karena tim masih bekerja di lapangan,” ucapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK telah bekerja sama dengan Polri dan menetapkan Harun dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia pun menjelaskan, KPK telah mencari Harun di sejumlah wilayah, seperti Sulawesi dan Sumatera, tetapi belum membuahkan hasil.
”Kami juga sudah menyebar foto Harun di situs web resmi KPK. Dalam situs tersebut juga kami sebarkan status Harun sebagai DPO,” lanjutnya.
Harun Masiku diduga memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Uang suap itu untuk memuluskan permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR dari PDI-P, Riezky Aprilia, dengan dirinya.
Harun kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama tiga orang lainnya. Ketiga orang itu adalah Wahyu Setiawan, orang kepercayaan Wahyu, yaitu Agustiani Tio Fridelina, dan Saeful, staf dari Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
Saat operasi tangkap tangan KPK pada 8-9 Januari 2020, hanya Wahyu, Tio, dan Saeful yang ditangkap. Adapun Harun lepas dari jerat petugas KPK.
Pada 13 Januari 2020, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mengumumkan, calon anggota legislatif PDI-P di Pemilu 2019 tersebut berangkat dari Jakarta menuju Singapura pada 6 Januari 2020 dan belum kembali ke Indonesia. Namun, pada 22 Januari 2020, Imigrasi mengubah informasi perlintasan Harun itu. Imigrasi menyebut Harun sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020. Imigrasi berdalih, informasi perlintasan itu terlambat diketahui karena ada kesalahan sistem.