Putusan MK yang menyamakan nomenklatur atau kelembagaan Badan Pengawas Pemilu di kabupaten/kota sebagaimana diatur UU Pilkada dengan pengaturan UU Pemilu timbulkan kebingungan. Perlu aturan penegasan perkuat Bawaslu.
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyamakan nomenklatur atau kelembagaan Badan Pengawas Pemilu di kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam UU Pilkada dengan pengaturan dalam UU Pemilu berpotensi menimbulkan kebingungan bagi sebagian pihak. Hal ini menyusul tugas dan fungsi Badan Pengawas Pengawas Pemilu pada Pilkada serentak 2020 yang masih merujuk pada UU Pilkada.
Putusan tersebut memastikan frasa ”Panwas kabupaten/kota” dalam UU Pilkada inkonstitusional, Bawaslu tingkat provinsi yang tidak dapat membentuk Panwas karena sudah dibentuk Bawaslu. Jumlah keanggotaan Bawaslu kabupaten/kota yang mesti disesuaikan dengan UU Pemilu.
Sementara, kewenangan Bawaslu dalam Pilkada 2020 tetap sesuai dengan UU Pilkada dengan rekomendasi alih-alih kewenangan Bawaslu dalam Pemilu 2019 yang sudah bersifat final dan mengikat.
”Kebingungan akan muncul di tingkatan penyelenggara, khususnya di jajaran Bawaslu daerah. Hal itu karena butuh penegasan lebih lanjut dari Bawaslu melalui peraturan terkait.”
Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Kamis (30/1/2020), di Jakarta, mengatakan, kebingungan akan muncul di tingkatan penyelenggara, khususnya di jajaran Bawaslu daerah. Hal itu karena butuh penegasan lebih lanjut dari Bawaslu melalui peraturan terkait. ”Ini memang perlu ditegaskan kembali (dalam peraturan) sehingga tidak ada kebingungan di (pihak) penyelenggara,” sebut Ferry.
Penguatan Bawaslu dengan demikian mesti dilakukan pada sisi tindakan preventif. Terutama dalam kaitannya dengan konteks pengawasan menyusul proses ajudikasi berada pada lembaga lain.
Kodifikasi UU
Lebih jauh Ferry menuturkan bahwa putusan MK itu mesti menjadi pembuka untuk rencana kodifikasi undang-undang terkait kepemiluan. Kodifikasi tersebut kelak diharapkan mengatur pemilu yang bukan hanya terdiri atas pilpres dan pileg, tetapi juga termasuk pilkada.
Ia mengatakan bahwa ketiganya termasuk dalam konteks pemilu sehingga harus memiliki kesamaan termasuk pada tugas pokok dan fungsinya. Di dalamnya termasuk juga tugas pokok dan fungsi KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu berikut mekanisme dan proses yang dijalankan dalam lembaga-lembaga tersebut.
Ketua Bawaslu Abhan pada hari yang sama mengatakan bahwa setelah putusan MK, kewenangan dan penyelesaian persoalan-persoalan di dalam pilkada masih tetap mengacu pada UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Dengan demikian, hukum acara penyelesaian laporan tetap mengacu pada UU Pilkada dengan hasil berupa rekomendasi.
Demikian pula dengan istilah terstruktur, sistematis, dan masif hanya berlaku pada praktik politik uang yang dilakukan pasangan calon. Istilah terstruktur, sistematis, dan masif tidak termasuk pelibatan aparatur sipil negara sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Selain itu, tambah Abhan, waktu untuk menjalankan kewenangan Bawaslu menindaklanjuti pelaporan masyarakat sesuai dengan UU Pilkada hanya lima hari. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi Bawaslu untuk menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran administrasi ataupun pidana dalam waktu singkat.
Ia juga menambahkan bahwa dengan demikian Bawaslu akan melakukan upaya pencegahan secara maksimal. Akan tetapi, fungsi penegakan hukum tetap dilakukan jika memang diharuskan. Sinergi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam konteks Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) bakal dikerjakan untuk menangani perkara dugaan pelanggaran pidana.
”Tapi kalau (kasus dugaan pelanggaran) administrasi itu mutlak di kewenangan kami. Kami akan mengoptimalkan di pilkada,” kata Abhan.
Hal ini termasuk kesiapan selama 24 jam untuk menyelesaikan laporan-laporan dari masyarakat. Ini terkait dengan kewenangan waktu yang pendek untuk menyelesaikannya.
”Bawaslu juga akan menginformasikan dan menyosialisasikan tentang kewenangan Bawaslu kabupaten/kota dalam Pilkada 2020 setelah putusan MK dibacakan.”
Abhan menambahkan, Bawaslu juga akan menginformasikan dan menyosialisasikan tentang kewenangan Bawaslu kabupaten/kota dalam Pilkada 2020 setelah putusan MK dibacakan. Menurut dia, hal itu akan dilakukan secara hierarkis dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Alwan Ola Riantoby menambahkan bahwa putusan MK telah memberikan ketegasan atas perdebatan hukum mengenai posisi Bawaslu. Ia menilai dampaknya positif dalam melaksanakan tugas pengawasan dalam Pilkada serentak 2020.