Kejaksaan Agung Bantah Insiden Pemukulan terhadap Kivlan Zen
Kejaksaan Agung membantah ada dokter yang memukul Kivlan Zen ketika diperiksa kesehatannya di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung membantah ada dokter yang memukul Kivlan Zen ketika diperiksa kesehatannya di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta. Namun, kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, meyakini telah terjadi pemukulan terhadap kliennya dan pihaknya siap mengonfrontasi keterangan ini.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jumat (31/1/2020), di Jakarta, mengklarifikasi berita yang beredar di media terkait dugaan pemukulan terhadap mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat itu. Jumpa pers juga dihadiri Direktur Utama Rumah Sakit Umum Adhyaksa, Dyah Eko Judihartanti, institusi yang memeriksa kesehatan Kivlan.
Menurut Dyah, rumah sakit menerima permintaan pemeriksaan terhadap tersangka dugaan tindak pidana makar dan kepemilikan senjata api ilegal itu dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Peristiwa itu terjadi pada 2 September 2019.
Rumah sakit mengirim tim kesehatan ke Rutan Guntur, tempat Kivlan ditahan saat itu. ”Setelah diperiksa, ternyata hasilnya tidak ada kegawatdaruratan yang mengharuskan tersangka dirujuk ke rumah sakit,” katanya.
Dyah melanjutkan, ketegangan terjadi saat dokter Yohan Wenas, salah satu dokter yang memeriksa Kivlan, menerangkan hasil pemeriksaan. Kivlan merebut surat hasil pemeriksaan dari tangan Yohan yang merebutnya kembali.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Heri Setiyono menambahkan, saat Yohan merebut surat pemeriksaan itu, Kivlan langsung berteriak bahwa dirinya dipukul. Padahal, Yohan tidak memukulnya.
Menurut Heri, klarifikasi ini penting agar tak beredar informasi yang menyesatkan publik. ”Karena sudah ada semacam gerakan dan juga semacam ajakan-ajakan untuk memengaruhi masyarakat terhadap berita itu (pemukulan terhadap Kivlan),” katanya.
Heri mengaku heran karena informasi yang tiba-tiba viral itu. Sebab, peristiwanya terjadi September 2019. Sekiranya memang terjadi pemukulan, harusnya yang bersangkutan atau kuasa hukum segera melapor ke polisi.
Tonin Tachta menyangkal keterangan Kejaksaan Agung. Dia menyaksikan langsung bahwa Kivlan memang dipukul saat perebutan surat pemeriksaan itu. Rahang kiri Kivlan terkena tinju Yohan. ”Sampai terduduk kawan (Kivlan) itu,” katanya.
Menurut pengakuan Tonin, dia sudah melaporkan pemukulan ini kepada pejabat berwenang di Rutan Guntur, tetapi tidak ditindaklanjuti pejabat tersebut.
Dia memilih tidak melaporkan ke polisi lantaran pesimistis laporannya bakal diproses. Di samping itu, Kivlan, menurut dia, merupakan pribadi pemaaf.
Atas perbedaan informasi ini, Tonin bersedia untuk bertemu langsung dengan Kejaksaan Agung. ”Saya siap dikonfrontasi. Silakan tentukan tempat dan tanggalnya,” katanya.
Sebelumnya, Kivlan dilaporkan terkait dua hal, yakni tindak pidana makar dan kepemilikan senjata api ilegal. Kedua kasus yang melibatkan Kivlan berangkat dari kerusuhan di sejumlah daerah di Jakarta pada 21-22 Mei 2019.
Kivlan diduga melanggar Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah Ordonantie Tijdelijke Byzondere Straftbepalingen. Ayat tersebut berbunyi, siapa pun menguasai senjata api, amunisi, atau bahan peledak secara ilegal dihukum dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara maksimal 20 tahun.
Sementara Kivlan pun sudah mengajukan praperadilan atas kasusnya. Akan tetapi, dalam sidang putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019), hakim Achmad Guntur menyatakan, penetapan Kivlan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya sudah sesuai dengan ketentuan atau prosedur.