Sebanyak 700 suku hidup di negeri ini, dengan menggunakan 1.100 bahasa. Fakta ini menunjukkan Indonesia beragam. Keberagaman itulah yang menjadi modal sekaligus yang bisa mengantarkan Indonesia meraih kemajuan.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberagaman adalah fakta sekaligus modal bangsa Indonesia untuk mencapai mimpi menjadi negara maju. Sejarah telah menunjukkan bahwa kontribusi positif dari berbagai unsur keberagaman mampu mengantar Indonesia pada masa-masa jaya.
Demikian, antara lain, pesan yang bisa diangkat dari Perayaan Imlek Nasional 2020 di Kota Tangerang, Banten, Kamis (30/01/2020). Pesan tersebut tak hanya terajut dalam pidato Presiden Joko Widodo dalam Perayaan Imlek Nasional 2020 di Kota Tangerang, Banten, Kamis (20/01/2020), tetapi juga terajut pada gambar yang disiapkan panitia yang ditayangkan pada dua layar raksasa di kedua sisi panggung berikut narasinya, serta drama dan musik yang dipentaskan. Adapun tema acara adalah ”Bersatu untuk Indonesia Maju”.
Hadir dalam acara itu, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisono; istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid; Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti, pimpinan DPR dan MPR, sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur Banten Wahidin Salim, beberapa duta besar, serta Majelis Adat Kerajaan-Kerajaan Nusantara.
Hadir pula ribuan warga keturunan Tionghoa dan masyarakat dari berbagai komunitas bukan keturunan Tionghoa. Mereka umumnya mengenakan pakaian berwarna merah.
Presiden pun mengenakan kemeja tradisional Tionghoa berwarna merah. Demikian pula Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Sementara Ketua Panitia Perayaan Imlek Nasional 2020 Gandi Sulistiyanto mengenakan pakaian adat Jawa.
Presiden berpidato selama sekitar 25 menit. Dalam kesempatan itu, Presiden, antara lain, menyinggung sumbangsih atlet olahraga keturunan Tionghoa di berbagai cabang olahraga yang telah mengharumkan nama Indonesia. Hal ini ditegaskan dengan materi paparan Presiden yang menayangkan sejumlah foto para atlet keturunan Tionghoa tersebut di dua layar raksasa.
Presiden juga sempat mengundang Susi Susanti, mantan pebulu tangkis, naik ke atas panggung. Dalam kesempatan itu, Presiden meminta Susi berbagi pengalaman tentang proses menjadi juara sekaligus momentum saat membawa Indonesia juara di nomor bulu tangkis pada Olimpiade Barcelona, 1992.
”Kita ini memang beragam. Bayangkan 714 suku dengan lebih dari 1.100 bahasa daerah. Nggak ada negara yang seberagam Indonesia. Enggak ada. Ini yang patut kita syukuri. Bahwa meskipun kita beraneka ragam, tetapi kita tetap satu sebagai saudara sebangsa dan setanah air yang hidup di Negara Kesaturan Republik Indonesia,” kata Presiden.
Tak lupa Presiden mengucapkan selamat Imlek 2020. ”Selamat memasuki tahun tikus logam di 2020. Sio saya kerbau. Katanya tahun ini saya harus kerja keras. Padahal saya, lima tahun kemarin, juga sudah super kerja keras. Semoga kesehatan, rezeki, keberhasilan selalu dilimpahkan kepada kita semua yang hadir di sini, dan juga seluruh rakyat Indonesia,” kata Presiden.
Presiden juga mengingatkan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk terus bekerja keras dan bekerja cepat. Sebab, kondisi ekonomi dunia sekarang ini sedang melambat dan penuh ketidakpastian.
Dalam laporannya, Gandi menyatakan, perayaan Imlek tidak sekadar tradisi eksklusif masyarakat Tionghoa Indonesia. Namun, tradisi itu sudah menjadi perayaan kebudayaan yang dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia.
”Imlek tidak berdiri sendiri. Imlek bukan hanya milik suku Tionghoa Indonesia semata, tetapi milik semua komponen bangsa. Ini menjadi perlambang kebinekaan kita, terbebas dari sekat-sekat etnis, agama, profesi, serta keyakinan, selaras dengan tema nasional 2020, bersatu untuk Indonesia maju,” kata Gandi.
Kontribusi
Ia juga mengatakan, perayaan Imlek nasional ini juga menjadi penanda terima kasih etnis Tionghoa Indonesia kepada Pemerintah Indonesia yang memberikan kesempatan kepada etnis Tionghoa untuk berdiri sejajar bersama-sama dengan etnis lainnya. ”Sehingga kontribusi kami di bumi pertiwi Indonesia tidak hanya identik dengan aktivitas bisnis semata, tetapi juga melalui bentuk profesi lain, mulai dari pemuka agama, politikus, aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, ilmuwan, aktivis sosial, seniman dan budayawan, jurnalis, olahragawan, dan banyak lagi profesi-profesi lainnya,” kata Gandi.
Sementara itu, Susi Susanti saat berbagi pengalaman di hadapan Presiden, menyatakan, untuk menjadi juara tidak bisa instan. Tidak mudah. Butuh kerja keras secara kontinu. ”Yang pasti, untuk menjadi seorang juara tidak mudah. Saya berlatih bukan satu atau dua jam, melainkan sampai 8-9 jam per hari,” kata Susi.
Semua kerja keras itu, Susi melanjutkan, akhirnya terbayar dengan satu keberhasilan.
”Tentu pada saat ’Indonesia Raya’ berkumandang dan Merah-Putih berkibar di Olimpiade, ada satu keharuan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang luar biasa sekali,” kata Susi.
”Sebagai anak bangsa, saya bisa memberikan sesuatu yang terbaik. Dan untuk pertama kalinya (dalam sejarah), ’Indonesia Raya’ (berkumandang di Olimpiade), menjadi momen luar biasa sekali. Betul-betul tidak bisa dilukiskan,” kata Susi.
Dalam acara itu, panitia juga menampilkan drama musikal berjudul ”Anak Rusun”. Pemerannya adalah sejumlah anak yang tinggal di sejumlah rumah susun di Jakarta dan Tangerang. Selanjutnya ada gerak dan lagu hasil kolaborasi para santriwati dari Pondok Pesantren Nurul Iman, Parung, Bogor, dengan para relawan Yayasan Budha Suci Indonesia.