Pengelolaan manajemen SDM di KPK perlu mendapat perhatian menyusul penarikan sejumlah jaksa dan penyidik KPK oleh Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara RI, selain masih adanya sejumlah jabatan penting yang kosong.
Oleh
Riana Afifah/ Al Fajri/ Sharon Patricia/ Muhammad Ikhsan Mahar
·3 menit baca
Penarikan jaksa dan penyidik kepolisian dari KPK, serta masih kosongnya sejumlah jabatan strategis di KPK, perlu mendapat perhatian. Dewan Pengawas KPK diminta ikut mengawasi.
JAKARTA, KOMPAS - Pengelolaan manajemen sumber daya manusia (SDM) di Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mendapat perhatian menyusul penarikan sejumlah jaksa dan penyidik KPK oleh Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara RI, selain masih adanya kekosongan sejumlah jabatan strategis di KPK. Oleh karena itu, Dewan Pengawas KPK diminta ikut mengawasi pengelolaan manajemen SDM KPK agar tak mengusik kinerja lembaga yang menjalankan tugas pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko di Jakarta, Jumat (31/1/2020). ”Bayangkan kalau penyidik atau jaksa yang tengah menangani kasus tertentu dan dianggap sensitif, sewaktu-waktu ditarik. (Hal) itu akan sangat mengganggu proses penegakan hukum di KPK. Apalagi kalau dia punya kinerja yang bagus lalu dipindahkan tiba-tiba. (Karena itu) Pengawasan perlu diefektifkan lewat Dewan Pengawas KPK,” ujar Dadang.
”Bayangkan kalau penyidik atau jaksa yang tengah menangani kasus tertentu dan dianggap sensitif, sewaktu-waktu ditarik. (Hal) itu akan sangat mengganggu proses penegakan hukum di KPK. Apalagi kalau dia punya kinerja yang bagus lalu dipindahkan tiba-tiba. (Karena itu) Pengawasan perlu diefektifkan lewat Dewan Pengawas KPK”
Aspek SDM, diakui Dadang, menjadi poin yang cukup rendah saat penilaian dilakukan oleh TII terhadap kinerja KPK. Penyebabnya adalah tingginya frekuensi penyidik dan penuntut KPK yang keluar-masuk sehingga dikhawatirkan berdampak pada kinerja KPK.
Kemarin, di Gedung KPK Jakarta, dua jaksa KPK yang masih bertugas dua tahun lagi, dan seorang penyidik Polri yang habis masa tugasnya langsung di KPK, ditarik kembali ke Kejagung dan Polri. Dua jaksa yang ditarik kembali ke Kejagung adalah Yadyn Palebangan, jaksa penuntut KPK yang Senin siang baru membacakan dakwaan untuk Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Edy Sofyan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Jaksa lainnya yang ditarik adalah Sugeng, yang masih bertugas di Pemeriksaan Internal KPK. Adapun dari penyidik Polri yang ditarik adalah Komisaris Hendra. Seorang lainnya, Komisaris Rosa Purbo Bekti, masih tetap dipertahankan karena masih harus bertugas di KPK.
Sebelumnya, sejumlah jabatan di KPK, selain tercatat masih kosong dan belum terisi, ada juga yang dijalankan oleh pelaksana tugas. Jabatan itu di antaranya Kepala Biro Hukum, Direktur Penyelidikan, Deputi Penindakan, Direktur Pengaduan Masyarakat, Direktur Pengolahan Informasi dan Data, juga Deputi Informasi dan Data KPK (Kompas, 26/12/2019).
Menanggapi permintaan itu, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean justru menyerahkan penataan manajemen SDM kepada pimpinan KPK. Namun, Dewan Pengawas KPK tidak akan memberi toleransi jika dalam prosesnya terungkap tidak taat asas dan menyalahgunakan wewenang yang berpotensi mengganggu kinerja KPK. ”Kalau mengganggu kinerja dan melanggar (aturan), ya, tentu kami akan tindak lanjuti. Yang pasti kami awasi,” kata Tumpak.
Adapun Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, penarikan kedua jaksa dari KPK tak ada maksud apa-apa, selain untuk memenuhi kebutuhan organisasi di Kejagung. ”Kami, kan, sedang melakukan penyidikan Jiwasraya. Kalau (untuk) Jiwasraya, berarti mereka akan ditempatkan di Pidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus),” kata Burhanuddin.
”Kami, kan, sedang melakukan penyidikan Jiwasraya. Kalau (untuk) Jiwasraya, berarti mereka akan ditempatkan di Pidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus)”
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah menambahkan, tim penyidik dugaan korupsi Jiwasraya berjumlah 40 orang. Selama penyidikan, ada beberapa jaksa yang pindah.
Untuk itu, Direktorat Penyidikan Kejagung merekrut sejumlah jaksa dari kejaksaan tinggi di sejumlah wilayah untuk bergabung dalam satuan tugas penanganan kasus Jiwasraya. ”Yadyn dan Sugeng mungkin masuk, tetapi kami belum lihat surat perintahnya,” ujar Febrie.
Harun masih tak diketahui
Terkait pencarian tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu calon anggota legislatif PDI-P di Komisi Pemilihan Umum, Harun Masiku, yang hingga kini masih belum menyerahkan diri ke KPK, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis meminta seluruh pihak tak meragukan keseriusannya membantu KPK menangkap Harun.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adisaputra juga mengatakan, Polri tetap menjadikan Harun sebagai fokus utama kasusnya. Oleh karena itu, Polri berharap semua pihak tidak menyebarkan spekulasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya terkait keberadaan Harun. Polisi sendiri hingga kini masih belum dapat memastikan keberadaan Harun.