Sejak ditetapkan tersangka dugaan suap komisioner KPU tiga pekan lalu, Harun Masiku masih belum tertangkap. Pertanyaan pun muncul, mulai di mana, mengapa belum tertangkap hingga bagaimana nanti akhir pelariannya.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
Tiga pekan sudah Harun Masiku mewarnai ruang publik. Muncul banyak pertanyaan; di mana Harun berada? Mengapa dia belum tertangkap? Bagaimana akhir dari pelarian Harun ini?
Beberapa wartawan yang bertugas meliput di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berusaha menanyakan keberadaan Harun, tersangka kasus dugaan penyuapan terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan. ”Isu ini masih menarik, soalnya kasusnya masih berjalan di tempat,” ucap salah seorang wartawan media daring yang pada Jumat (31/1/2020) mencoba menanyakan perkembangan isu itu kepada Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Harun Masiku, tersangka kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) DPR terpilih 2019-2024, masih menjadi teka-teki bagi publik. Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari Harun belum kunjung ditemukan. KPK sudah menampilkan foto dan data Harun, yang masuk daftar pencarian orang ke laman daring KPK.
Dari empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, hanya Harun yang belum masuk ruang tahanan KPK. Tiga tersangka lainnya ialah Wahyu Setiawan yang disangkakan sebagai pihak penerima suap, bersama-sama dengan bekas caleg PDI-P yang juga bekas anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina, serta Saeful, staf Sekretariat Jenderal PDI-P yang disangkakan sebagai pemberi suap, bersama Harun.
"Harun merupakan potongan “puzzle” yang hilang. Jika tidak ditemukan, tentu tidak bisa memberikan gambaran utuh dalam proses peradilan"
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari beranggapan, Harun merupakan potongan “puzzle” yang hilang. Jika tidak ditemukan, tentu tidak bisa memberikan gambaran utuh dalam proses peradilan.
“Harun diperlukan untuk menyempurnakan detail kasus, terkait siapa saja yang terlibat, di PDI-P, yang dia gunakan untuk meyakinkan Wahyu Setiawan dan bagaimana proses itu terjadi. Jika ditemukan, tentu Harun akan membuat terang kasus ini dan menjadi jelas siapa saja yang terlibat,” kata Feri.
Terkait hal itu, beberapa waktu sebelumnya tim hukum PDI-P menegaskan bahwa PDI-P sebagai institusi tidak terlibat kasus dugaan suap itu.
Aneka kejutan
Ada beberapa informasi simpang-siur soal keberadaan Harun yang disampaikan pejabat terkait, sehingga memancing polemik. Salah satunya soal beradaan Harun di luar negeri atau di dalam negeri. Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM menyampaikan bahwa Harun bertolak ke Singapura 6 Januari 2020, dan belum kembali ke Tanah Air.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan, pada 16 Januari bahwa Harun, belum berada di Indonesia. Hingga 19 Januari, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM juga menyatakan Harun tidak berada di Indonesia. Direktur Jenderal Imigrasi yang saat itu dijabat Ronny F Sompie mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan negara yang menjadi dugaan lokasi keberadaan Harun dan terus memantau keberadaan Harun.
Namun, istri Harun, Hildawati Jamrin, justru mengatakan Harun sudah berada di Jakarta sejak 7 Januari. Meski tak bertemu langsung, Hildawati mengaku Harun mengabarinya sudah di Jakarta sekitar pukul 24.00 (Kompas.com, 21/1/2020).
Pada 22 Januari, Ditjen Imigrasi mengubah informasi dengan membenarkan bahwa Harun sudah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari. Kesalahan informasi dikatakan karena komputer imigrasi masih dalam mode latihan sehingga data pelintasan tidak terkirim ke server imigrasi.
Artinya, meski data kepulangan Harun terekam dalam komputer, tetapi tidak terkirim ke server pusat. Ronny mengakui, ada keterlambatan mengganti lock dari mode latihan ke mode produksi.
Atas kejadian ini, Ronny difungsionalkan menjadi analis imigrasi oleh Yasonna. Tak hanya Ronny, Yasonna juga memberhentikan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian Alif Suaidi yang dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan sistem informasi imigrasi.
"Yasonna juga memberhentikan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian Alif Suaidi yang dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan sistem informasi imigrasi"
Di Kompleks Parlemen, Yasonna menegaskan kepada wartawan bahwa dia tidak suka jika ada tudingan bahwa ia sengaja melindungi Harun.
Yasonna juga menjamin bahwa Ronny telah melakukan kesalahan sehingga ada kejanggalan informasi. ”Kalau ia (Ronny) tidak salah, saya yang akan mundur dari jabatan menteri. Karena saya yakin, dia yang salah,” kata Yassona (Kompas.id, 30/1).
Kejutan terbaru terkait Harun disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri. KPK mengakui Harun berada di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta, saat tim KPK melakukan serangkaian penangkapan, pada 8-9 Januari.
”Memang (Harun) ada di sekitar Kebayoran Lama, tempat tinggal juga di Kebayoran Lama, PTIK juga di Kebayoran Lama. Teman-teman (penyelidik KPK) kemudian ke sana melakukan serangkaian kegiatan, bagian dari penangkapan delapan orang. Namun, tak berhasil menangkap saat itu karena kehilangan yang bersangkutan (Harun),” katanya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, saat dicecar pertanyaan oleh anggota Komisi III DPR soal informasi Harun sempat ada di PTIK, menjawab tidak tahu hal itu.
Di tengah berbagai "kejutan" terkait Harun, muncul pertanyaan; bagaimana akhir pelarian bekas caleg ini? Ali Fikri menegaskan, KPK tetap optimis dapat menangkap Harun. Namun, memang tidak ada target waktu kapan harus ditangkap.
“Kami tetap optimis (Harun) ketangkap. Kami belum memikirkan apabila nantinya tidak tertangkap, meski memang ada kemungkinan persidangan in absentia. Namun yang jelas perkara terhadap tersangka lain tidak akan terpengaruh,” kata Ali.