Presiden Jokowi mengajak seluruh pihak untuk mencari solusi permanen dalam menangani persoalan bencana. Hal ini penting agar bencana tidak terjadi berulang-ulang.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Bencana serupa terjadi berulang dengan intensitas dan kekerapan semakin tinggi. Untuk itu, penanganan bencana tidak bisa hanya diatasi dengan pembangunan fisik sarana prasarana, tetapi menerapkan solusi yang lebih permanen.
Bencana banjir, banjir bandang, dan longsor disebut sebagai bencana yang berulang dan tak bisa diselesaikan hanya dengan pembangunan penahan longsor, dam, dan bangunan-bangunan serupa. Saat musim kemarau, kekeringan panjang serta kebakaran hutan dan lahan kerap terjadi. Ancaman bencana ini rutin berulang. Karena itu, solusi yang lebih mengutamakan perbaikan ekosistem lebih penting.
Selain itu, bencana seperti tsunami yang bisa sewaktu-waktu terjadi semestinya bisa diperkecil dampaknya. Penanaman mangrove dan pepohonan, seperti cemara laut, pule, dan beringin, diharapkan mampu mengurangi kerusakan yang terjadi ketika tsunami melanda tiba-tiba.
”Diperlukan solusi-solusi permanen atau mendekati permanen dalam menanggulangi bencana. Jangan setiap tahun kita mengurusi pengungsi meskipun ini diperlukan, tapi yang tadi saya sampaikan lebih penting dan permanen. Masih banyak bencana yang bisa dicegah, minimal dikurangi,” ujar Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2020 di Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/2/2020).
Diperlukan solusi-solusi permanen atau mendekati permanen dalam menanggulangi bencana. Jangan setiap tahun kita mengurusi pengungsi meskipun ini diperlukan, tapi yang tadi saya sampaikan lebih penting dan permanen. Masih banyak bencana yang bisa dicegah, minimal dikurangi.
Hadir dalam acara ini antara lain Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Riset dan Teknologi Bambang PS Brodjonegoro, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Idham Aziz, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Tak kurang dari 10.000 sukarelawan dan peserta rakornas lain juga memenuhi ruangan acara.
Dalam pidatonya, Kepala BNPB Doni Monardo menambahkan, sejauh ini ada tiga kluster bencana. Pertama, bencana yang terjadi di musim hujan, seperti banjir, banjir bandang, angin puting beliung, serta abrasi air laut dan sungai. Kedua, bencana di musim panas, seperti kekeringan, kesulitan air, serta kebakaran hutan dan lahan yang diikuti kabut asap. Terakhir, bencana yang sewaktu-waktu muncul tanpa diketahui, seperti erupsi gunung berapi dan gempa yang diikuti tsunami. Gempa dan tsunami mungkin sulit dicegah, tetapi bisa dimitigasi.
Mitigasi
Presiden Jokowi selain menyampaikan terima kasih kepada para sukarelawan penanggulangan bencana dan penjaga alam yang hadir, juga mengingatkan supaya semua instansi pemerintah baik pusat maupun daerah bersinergi dalam mencegah, memitigasi, dan meningkatkan kesiapsiagaan pada bencana. Pengendalian tata ruang berbasis bencana menjadi keharusan. Sekretaris-sekretaris daerah diharapkan menangani hal ini bersama dinas-dinas terkait.
Para bupati, wali kota, dan gubernur juga diminta segera menyusun rencana kontingensi, termasuk menyiapkan kesiagaan sarana prasarana. Dengan demikian, ketika bencana benar terjadi, semua pihak siap menanganinya secara tuntas. Kepemimpinan dan pemberdayaan sumber daya manusia dalam penanggulangan bencana dan tata anggaran juga perlu ditingkatkan sesuai prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
”Penanggulangan bencana juga harus dilakukan dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan peneliti, juga dunia usaha dan masyarakat, serta didukung media massa untuk pemberitaan kepada publik,” kata Presiden, menambahkan.
Adapun Panglima TNI dan Kepala Polri diminta Presiden untuk terus mendukung penanggulangan bencana, termasuk penegakan hukum secara nasional dan regional. Sinergi TNI dan Polri dengan pemerintah daerah dan BNPB juga menjadi kunci penanganan bencana.
Semua kesiagaan dan kesiapan dengan rencana kontingensi ini juga mencakup bencana yang tidak disebabkan gangguan alam, seperti penyebaran virus korona baru. Skenario langkah-langkah darurat untuk menangani kemungkinan ini tetap harus disiapkan. Sejalan dengan upaya pemulangan WNI dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, yang sangat cepat, Presiden kembali menyampaikan apresiasinya kepada semua tim dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, BNPB, TNI, dan Polri.
Penanganan bencana memerlukan sinergitas lintas kementerian, lembaga, ataupun instansi pemerintah lain, serta kesadaran masyarakat.
Doni menambahkan, penanganan bencana memerlukan sinergitas lintas kementerian, lembaga, ataupun instansi pemerintah lain, serta kesadaran masyarakat. Sebab, bencana kerap terjadi karena perilaku manusia. Urun rembuk untuk bersama menangani bencana menjadi penting. Karena itu, tema rakornas BNPB kali ini adalah penanggulangan bencana, urusan bersama.
Diskusi dalam enam panel dengan 120 pakar dari berbagai disiplin ilmu serta praktisi kebencanaan juga dilangsungkan sepanjang rakornas ini. Keenam panel ini berkaitan dengan manajemen kebencanaan; ancaman bencana vulkanologi dan geologi; ancaman bencana hidrometeorologi seperti kekeringan, karhutla, dan perubahan iklim; ancaman hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, longsor, puting beliung, abrasi pantai; ancaman non-alam akibat limbah, gagal teknologi, dan enpidemi penyakit; serta sosialisasi keluarga tangguh bencana dan edukasi kebencanaan.