Mayoritas Fraksi Belum Mendukung Pembentukan Pansus Jiwasraya
Langkah Fraksi Demokrat dan PKS yang mengusulkan pembentukan panitia khusus hak angket sepertinya belum bisa berjalan mulus. Sebab, mayoritas fraksi di Panitia Kerja Jiwasraya belum mendukung rencana itu.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG / I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas fraksi yang tergabung dalam Panitia Kerja Jiwasraya belum mendukung rencana Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera membentuk panitia khusus hak angket. Hal ini berpotensi mempersulit langkah Demokrat dan PKS agar usulan pansus hak angket ini bisa disetujui dalam rapat paripurna.
Anggota Komisi III dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, menuturkan, fraksinya ingin lebih mengoptimalkan ketiga panja yang ada untuk mengusut tuntas kasus Jiwasraya. Taufik berpandangan, hal yang paling penting untuk diperhatikan saat ini adalah memastikan penuntasan kasus Jiwasraya dan mengedepankan hak-hak nasabah serta perekonomian Indonesia.
”Tetapi saya persilakan saja. Itu hak dari setiap fraksi. Terpenting adalah kita selesaikan ini dengan cepat dan tidak usah digiring ke arah politis,” ujar Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Sebelumnya, Demokrat dan PKS mengirimkan usulan pansus kepada pimpinan DPR. Pasal 199 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menyatakan, hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 Ayat (1) Huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Ketika pengajuan, Demokrat dan PKS telah mendapat persetujuan dari 104 anggota.
Kemudian, dalam Ayat (3), usulan itu baru bisa menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir. Jumlah anggota DPR seluruhnya 575 orang, oleh sebab itu dalam rapat paripurna dan Badan Musyawarah (Bamus) harus dihadiri minimal 288 orang.
Disinggung tentang metode penyelesaian yang cepat, Taufik menilai, baik pansus maupun panja berada dalam posisi yang sama. Kebutuhan akan adanya lintas informasi pun sudah terpenuhi dengan adanya Panja Jiwasraya di Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI. Hanya saja, Taufik mengakui, penyelesaian kasus mungkin akan sedikit terlambat jika usulan untuk membentuk pansus terus digaungkan.
Taufik tidak secara terbuka menyebut usulan pembentukan pansus bermuatan politis atau tidak. Namun, ia melihat, pansus bisa menjadi semacam ”kendaraan” untuk menggiring ke arah politik.
Menurut Taufik, pada akhirnya, jika pansus dibentuk, akan terdapat dua kemungkinan dalam perjalanannya, yaitu tetap pada kepentingan bangsa atau membonceng pansus untuk isu-isu politis. Kendati menyadari dua kemungkinan itu, Taufik dan Nasdem mengatakan tidak berinisiatif untuk melakukan lobi-lobi kepada Demokrat dan PKS.
”Kami tidak merasa perlu untuk melakukan lobi. Itu kami serahkan pada dinamika politik di DPR. Yang jelas, niat Nasdem mengoptimalkan apa yang ada (panja),” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, awalnya Fraksi Gerindra menginginkan pembentukan pansus. Namun, karena ada permintaan dari pemerintah, akhirnya Gerindra mengambil sikap untuk bergabung dalam panja. ”Ada permintaan karena kami ini, kan, bagian dari koalisi pemerintah. Oleh sebab itu, sikap kami berubah,” lanjutnya.
Fadli menyebutkan, jika melihat peta politik di DPR, tampaknya sulit bagi Demokrat dan PKS untuk membentuk pansus. Ia pun mengatakan, kemungkinan besar Gerindra tidak akan menyetujui usulan tersebut.
Ketua Fraksi PKB DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan tak bisa melarang upaya Demokrat dan PKS untuk mengusulkan pengusutan kasus Jiwasraya melalui pansus. Namun, PKB akan menggunakan haknya di Badan Musyawarah DPR dan rapat paripurna untuk menyatakan tak setuju terhadap usulan pembentukan Pansus Jiwasraya.
”Jelas PKB akan menolak, semua sudah berjalan di panja. Ini sudah jalan semua, tujuan kami bukan kegaduhan, tapi hak-hak nasabah,” katanya.
Disinggung mengenai upaya lobi-lobi yang dilakukan Fraksi Partai Demokrat dan PKS kepada fraksi lain, Cucun tak bersedia mengungkapkan.
Anggota Panja Jiwasraya Komisi III, Arsul Sani, mengatakan, pansus berpotensi membawa pengawasan kasus Jiwasraya ke arah politis sehingga mengesampingkan hal penting, seperti mengembalikan uang nasabah yang dirugikan. ”Kasihan nasabah yang uangnya ingin dikembalikan jika ada unsur politis dalam pembentukan pansus,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, masalah Jiwasraya terjadi sejak 2004 saat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat presiden. Namun, menurut dia, dulu penanganannya tambal sulam. Kini, pemerintah ingin menyelesaikannya secara tuntas.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar Azis Syamsuddin menjelaskan, dirinya telah menerima usulan pembentukan pansus ini sejak Selasa, 4 Februari. Ia pun mengatakan, akan ada mekanisme lanjutan untuk memproses usulan ini.
”Saya sampaikan bahwa harus melewati mekanisme rapat pimpinan dan Bamus (sebelum paripurna),” katanya.
Azis menuturkan, secara mekanisme, kinerja pansus tidak boleh berjalan beriringan dengan panja. Ia pun belum mau berasumsi, apakah usulan Demokrat dan PKS ini akan ditolak ketika proses di Bamus.
”Secara mekanisme, tidak boleh beriringan. Karena pada saat panja di komisi sudah jalan, pansus harus menunggu hasil dari tiap komisi untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.
Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Herman Hery mengatakan, pada 13 Februari nanti, Panja Jiwasraya di Komisi III akan memanggil Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus untuk mendalami informasi terkait kasus ini.
Para anggota panja juga nantinya harus menghargai hal-hal yang bersifat rahasia karena masih dalam proses penyidikan. ”Tujuan dibentuknya panja ini bukan untuk mengintervensi, melainkan menjalankan fungsi pengawasan agar kasus ini bisa lekas selesai,” katanya.
Belum bersikap
Ketua DPP PAN Yandri Susanto menuturkan, tak menutup kemungkinan partainya bakal mendukung pembentukan pansus. Namun, semua keputusan tersebut menjadi ranah pengurus DPP. Sementara DPP PAN hingga saat ini belum memutuskan sikap secara resmi.
Pembicaraan itu mengemuka dalam pertemuan antara Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Presiden PKS Sohibul Iman pada Selasa (4/2/2020) malam. Pada prinsipnya, kata Yandri, PAN sepakat untuk ditelusuri lebih dulu di mana persoalan Jiwasraya sehingga bisa menyebabkan dana nasabah bobol.
Yandri tak mempermasalahkan pengusutan kasus Jiwasraya bakal dikerjakan pansus atau panja karena kedua pilihan itu masih dalam rangka bentuk pengawasan. Namun, ia menolak menyatakan sikap resmi PAN dalam waktu dekat karena hal tersebut merupakan wewenang ketua umum dan fraksi. ”Tadi malam, dari obrolan itu, kelihatannya kami tidak keberatan dengan adanya pansus,” ucap Yandri.
Sementara itu, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS terus melakukan upaya lobi-lobi dengan fraksi lain untuk pembentukan panitia khusus hak angket Jiwasraya. Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, lobi-lobi dengan fraksi lain terus berjalan. Ia pun menyebutkan, setiap fraksi tidak ada alasan yang kuat untuk menolak pembentukan pansus.
”Syarat administratif sudah kita penuhi, yaitu dengan mendapat persetujuan dari 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Seharusnya tidak ada fraksi yang bisa menolak pembentukan pansus,” ucapnya.
Senada dengan Benny, anggota Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, menyatakan akan terus mengajak fraksi lain agar bisa menyetujui pembentukan pansus ini. Selain itu, ia menyarankan supaya panja yang ada di tiga komisi ini harus dilebur menjadi pansus.
”Tentu kami mengetuk fraksi-fraksi lain agar bisa bersama Demokrat dan PKS untuk mengungkap apa yang terjadi dalam perusahaan asuransi BUMN yang merugikan negara hingga triliunan rupiah,” ujarnya.