Penyusunan ”omnibus law”, termasuk yang terkait Cipta Lapangan Kerja, dinilai tak transparan bahkan tertutup. Proses penyusunan RUU yang tertutup pun diyakini tak sesuai UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Oleh
AGE/DVD/LAS
·3 menit baca
Pemerintah didorong lebih transparan dalam penyusunan omnibus law, termasuk yang terkait Cipta Lapangan Kerja. Proses penyusunan RUU yang tertutup tidak sesuai amanat UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
JAKARTA, KOMPAS — Penyusunan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja oleh pemerintah yang sejauh ini berlangsung tertutup dikhawatirkan bakal membuka potensi uji formil ke Mahkamah Konstitusi. Pemerintah diingatkan bahwa UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sudah mengamanatkan, keterbukaan sudah harus dimulai sejak perencanaan dan penyusunan undang-undang.
Berdasarkan jajak pendapat Litbang Kompas, 29-30 Januari 2020, di 17 kota besar di Indonesia, 76,9 persen responden menjawab tidak tahu saat ditanya apakah mereka mengetahui rencana pemerintah membuat omnibus law atau undang-undang sapu jagat.
Sementara itu, Ombudsman RI menerima pengaduan dari salah satu anggota Satuan Tugas RUU Cipta Lapangan Kerja bentukan pemerintah bahwa para anggota satgas diharuskan menandatangani surat perjanjian untuk merahasiakan draf RUU tersebut dari publik (Kompas, 6/2/2020).
Selain dibahas tertutup, pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja juga dinilai eksklusif.
Selain dibahas tertutup, pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja juga dinilai eksklusif. Setelah kelompok buruh memprotes RUU Cipta Lapangan Kerja lewat aksi unjuk rasa pertama, 13 Januari 2020, pemerintah mulai mengundang kelompok buruh untuk menyosialisasikan RUU itu.
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Ilhamsyah mengatakan, pertemuan itu sifatnya hanya sosialisasi satu arah dari pemerintah. Pertemuan bukan diskusi dua arah untuk menampung masukan dialogis, serta tidak ada pemaparan pasal atau substansi RUU.
”Logika RUU Cipta Lapangan Kerja dalam kerangka investasi sebanyak-banyaknya, untuk mengakomodasi kepentingan pengusaha, bukan dalam rangka memberi perlindungan dan kesejahteraan buruh. Itulah mengapa kami menolak. Apalagi, buruh sama sekali tidak dilibatkan dalam proses penyusunan draf RUU,” tutur Ilhamsyah di Jakarta, Kamis (6/2/2020).
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur asas keterbukaan dalam proses legislasi. Penjelasan pasal itu menyebutkan transparansi dan keterbukaan dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Bisa cacat prosedur
Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih, mengatakan, RUU Cipta Lapangan Kerja ditengarai cacat prosedur karena dirumuskan tanpa melibatkan partisipasi publik yang terdampak. Dengan pembahasan yang tertutup itu, tidak menutup kemungkinan, ke depan, RUU Cipta Lapangan Kerja diuji formil ke Mahkamah Konstitusi.
”Pemerintah tidak kompeten menjalankan perintah undang-undang untuk membahas rancangan legislasi dengan prinsip keterbukaan. Ini bisa cacat prosedur dan kalau Mahkamah Konstitusi punya preseden mengadili prosedur yang inkonstitusional, UU ini bisa diuji dan dibatalkan,” katanya.
Pemerintah tidak kompeten menjalankan perintah undang-undang untuk membahas rancangan legislasi dengan prinsip keterbukaan. Ini bisa cacat prosedur dan kalau Mahkamah Konstitusi punya preseden mengadili prosedur yang inkonstitusional, UU ini bisa diuji dan dibatalkan.
Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman mengatakan, pemerintah melibatkan masyarakat dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja. Pemerintah terus berkomunikasi dengan 26 serikat buruh atau pekerja. Setiap serikat buruh diharapkan mengomunikasikannya kepada anggota serikat buruh.
Dia menegaskan, RUU itu tidak akan sedikit pun mengepras hak-hak buruh atau pekerja yang sudah dijamin di UU No 33/2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam waktu dekat, naskah RUU akan dikirim ke DPR.
Menanggapi proses yang tertutup itu, Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka berjanji DPR berkomitmen terbuka membahas RUU sapu jagat. Ia menilai seharusnya tidak ada hal sensitif yang perlu ditutupi. ”Secara teknis, mayoritas RUU pembahasannya terbuka untuk umum,” katanya.
Hingga kemarin, DPR belum menerima naskah akademik dan draf RUU Cipta Lapangan Kerja serta RUU sapu jagat lainnya dari pemerintah.