YLBHI Ingatkan Pentingnya Polisi Ungkap Auktor Intelektualis Kasus Novel
Jika hanya mengacu pada rekonstruksi kasus, hanya akan melokalisasi persoalan ke peristiwa penyiraman air keras dan pelaku lapangan, bukan pada perencanaan penyerangan yang telah disusun sistematis.
Oleh
sharon patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Auktor intelektualis kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Bawesdan, harus benar-benar diungkap. Penyidik tidak hanya bisa mengacu pada rekonstruksi untuk mengungkap dalang penggerak para pelaku di lapangan itu.
Hal itu karena rekonstruksi hanya berfokus pada kejadian penyiraman air keras. Padahal, kasus ini telah direncanakan secara sistematis.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengingatkan, dalam pengungkapan kasus Novel, yang lebih penting adalah melihat siapa yang menggerakkan para pelaku lapangan. Jika hanya mengacu pada rekonstruksi kasus, hanya akan melokalisasi persoalan ke peristiwa penyiraman air keras dan pelaku lapangan, bukan pada perencanaan penyerangan yang telah disusun sistematis.
”Kami khawatir, rekonstruksi hanya digunakan untuk menunjukkan ’kami (penyidik Polda Metro Jaya) sudah bekerja’, tetapi bukan sarana yang bisa membongkar sampai ke akar pelaku,” kata Asfinawati saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Kami khawatir, rekonstruksi hanya digunakan untuk menunjukkan ’kami (penyidik Polda Metro Jaya) sudah bekerja’, tetapi bukan sarana yang bisa membongkar sampai ke akar pelaku.
Penyidik Polda Metro Jaya merekonstruksi kasus itu pada Jumat (7/2/2020) pukul 03.00. Rekonstruksi dilakukan di dekat kediaman Novel di Kelapa Gading, Jakarta.
Menurut Asfinawati, jika para penyidik Polda Metro Jaya bersungguh-sungguh ingin mengungkap kasus Novel, semestinya yang digunakan dalam penyidikan adalah pendekatan teknologi dan menelusuri jejaring aktor. Misalnya, mencari hubungan komunikasi antara orang-orang yang kini menjadi tersangka dan yang lain.
Tidak hanya satu atau dua hari sebelumnya, tetapi jauh sebelumnya karena pasti ada perencanaan yang sistematis dan politis. Pascaperistiwa pun harus dilihat karena biasanya pelaku akan menutupi dan menghilangkan rekam jejak serta barang bukti.
”Langkah-langkah itu tidak mungkin didapatkan melalui rekonstruksi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Argo Yuwono menyampaikan, rekonstruksi kasus dilakukan untuk pemenuhan berkas. Setelah lengkap, berkas dapat dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pekan depan.
”Yang penting pemenuhan berkas sudah dipenuhi. Harusnya (kerja penyidik) didukung karena pemenuhan berkas selesai,” kata Argo.
Rekonstruksi kasus dilakukan untuk pemenuhan berkas. Setelah lengkap, berkas dapat dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pekan depan.
Usut tuntas
Pada 27 Desember 2019, Polri menangkap dua terduga pelaku penyiraman air keras terhadap Novel, yakni RM dan RB. Keduanya merupakan anggota kepolisian aktif.
RB pun sempat berteriak dan mengatakan Novel adalah pengkhianat dan dirinya tak menyukainya. Namun, menurut Novel, ia tidak mengenal dan tidak memiliki masalah pribadi dengan kedua pelaku.
Kuasa hukum Novel, Saor Siagian, mengatakan, hingga rekonstruksi dilakukan, Novel belum pernah dipertemukan dengan kedua pelaku lapangan. Padahal, Novel telah meminta kepada penyidik.
”Sampai rekonstruksi diadakan tadi pagi, kan, belum pernah diadakan oleh kepolisian (pertemuan Novel dengan pelaku lapangan). Kami tidak paham apakah di otak atau di pemikiran penyidik, strategi apa tentu lebih tepat ditanyakan kepada penyidiknya,” kata Saor.
Motif dendam pribadi, kata Saor, tidak berkorelasi dengan temuan tim pencari fakta gabungan. Tim pencari fakta gabungan menemukan kemungkinan penyerangan terhadap Novel terkait kasus korupsi yang ditangani.
”Jadi enggak nyambung dendam pribadi dengan kejadian sewaktu Novel di KPK. Terlebih, dua pelaku lapangan belum jadi polisi (saat Novel menangani kasus-kasus korupsi). Maka, kami meminta agar kasus ini diusut tuntas, apa motif dua pelaku ini, siapa auktor intelektualisnya,” kata Saor.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri juga terus mendorong pengungkapan ini dapat segera dilakukan oleh kepolisian. Tidak hanya berhenti pada pelaku di lapangan, tetapi juga otak yang mendalangi penyerangan.
Tak dapat diperbaiki lagi
Ali menyampaikan, sedianya Novel dijadwalkan mengikuti rekonstruksi terkait perkara penyiraman air keras yang dilakukan terhadapnya. Namun, Novel batal hadir karena kondisi kesehatan matanya.
”Meski demikian, beberapa waktu terakhir Novel berusaha tetap menjalankan tugasnya sebagai penyidik KPK,” katanya.
Hasil pemeriksaan terakhir pada 5 Februari 2020 di Singapura, tim dokter yang selama ini menangani mata Novel menyatakan kondisi mata kiri tidak dapat diperbaiki lagi. Sebagian besar retina mata kiri Novel telah rusak sehingga hanya dapat melihat cahaya.
Kondisi ini tetap membutuhkan perawatan dan kontrol dokter yang berkelanjutan untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan diangkatnya bola mata kiri secara keseluruhan. Infeksi itu kemungkinan akan timbul kembali.
Adapun kondisi mata kanan Novel masih sama seperti sebelumnya. Kemampuan melihat sekitar 60 persen dengan menggunakan lensa khusus. Mata kanan membutuhkan perawatan berkelanjutan untuk mencegah terjadinya penurunan kemampuan melihat.
Keluhan sakit dan terus menurunnya penglihatan Novel, kata Ali, sudah dirasakan sejak enam bulan terakhir dan semakin parah dirasakan sebulan terakhir. Karena keluhan ini, pada 8 Januari 2020 Novel sempat ditangani dokter RS JEC dan diberikan obat. Namun, kondisinya tidak membaik sehingga harus dirujuk kembali menemui tim dokter di Singapura.
Dari beberapa kali konsultasi dan pemeriksaan, Novel kembali menjalani operasi pada 20 Januari 2020 dan dilakukan pemberian injeksi antibiotik serta pengangkatan cairan mata dalam operasi tersebut.
”Pada rentang waktu tersebut, Novel dalam pantauan tim dokter. Tim dokter telah menyimpulkan pada pemeriksaan 5 Februari lalu, mata kiri Novel hanya dapat melihat cahaya,” kata Ali.